I.
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Dalam
kehidupan anak tentunya keluarga merupakan tempat yang sangat vital. Anak-anak
memperoleh pengalaman pertamanya dari keluarga. Dalam keluarga peranan orang
tua sangatlah penting. Mereka merupakan model bagi anak. Ketika orang tua
melakukan sesuatu anak-anak akan mengikuti orang tua mereka.
Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang satu dengan
orang tua yang lainnya dalam mendidik anak-anak tentunya juga berbeda. Mereka
mempunyai suatu gaya atau tipe-tipe tersendiri. Dan tentunya gaya-gaya tersebut
akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu lingkungan
keluarga sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak terutama
perkembangan sosio-emosinya.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Pengertian Pendidikan Anak Dalam Keluarga
B. Tujuan Pendidikan Anak Dalam Keluarga
C. Peran Pendidikan Anak Dalam Keluarga
D. Tanggung Jawab Keluarga
E. Kajian Perilaku Anak Dalam Keluarga
F. Model Pendidikan Orang Tua Dalam Keluarga
G. Interaksi Sosial Edukatif Orang Tua Dan Anak
H. Telaah Perilaku Dan Sikap Orang Tua Dan Sikap Orang Tua Yang Mendukung
Tumbuh Kembang Anak
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Anak Dalam Keluarga
Di dalam pendidikan anak dalam keluarga perlu diperhatikan dalam memberikan kasih sayang,
jangan berlebih-lebihan dan jangan pula kurang. Oleh karena itu keluarga harus
pandai dan tepat dalam memberikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anaknya.
Pendidikan keluarga yang baik adalah: pendidikan yang memberikan dorongan kuat
kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan-pendidikan agama.
Pendidikan
keluarga mempunyai pengaruh yang penting untuk mendidik anak. Hal tersebut mempunyai
pengaruh yang positif dimana lingkungan keluarga memberikan dorongan atau
memberikan motivasi dan rangsangan untuk menerima, memahami, meyakini, serta
mengamalkan ajaran islam. Dalam keluarga hendaknya dapat direalisasikan tujuan
pendidikan agama islam. Yang mempunyai tugas untuk merealisasikan itu adalah
orang tua. Oleh karena itu ada beberapa aspek pendidikan yang sangat penting
untuk diberikan dan diperhatikan orang tua, di antaranya:
1.
Pendidikan
ibadah
Aspek pendidikan ibadah ini khususnya pendidikan sholat disebutkan
dalam firman Allah yang artinya;
‘’Hai anakku, dirikanlah
sholat dan suruhlah manusia untuk mengerjakan yang baik dancegahlah mereka dari
perbuatan munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya
hal yang demikian itu termasuk diwajibkan oleh Alloh,’’(QS. Luqman:17).
Pendidikan dan pengajaran al-Qur’an serta pokok-pokok
ajaran islam yang lain telah disebutkan dalam Hadis yang artinya: ’’sebaik-baik
dari kamu sekalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan kemudian
mengajarkannya,’’
Penanaman pendidikan ini harus disertai contoh konkret
yang masuk pemikiran anak, sehingga penghayatan mereka didasari dengan
kesadaran rasional. Dengan demikian anak sedini mungkin sudah harus diajarkan
mengenai baca dan tulis kelak menjadi generasi Qur’ani yang tangguh dalam
menghadapi zaman.
2.
Pendidikan Akhlakul
Karimah
Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan
akhlakul karimah pada anak-anaknya, dan pendidikan akhlakul karimah sangat
penting untuk diberikan oleh orang tua kepada anak-anknya dalam keluarga,
sebagai firman Alloh yang artinya.
“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan
lunakanlah suaramu dan sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara himar,”(
QS.Luqman:19 )
Dari ayat ini telah menunjukkan dan menjelaskan bahwa
tekanan pendidikan keluarga dalam islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan
melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kedua orang tua,
bertingkah laku sopan baik dalam berperilaku keseharian maupun dalam bertutur
kata.
3.
Pendidikan
Akidah
Pendidikan islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiyah, dimana akidah itu merupakan inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sejalan dengan firman Alloh yang artinya:
Pendidikan islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiyah, dimana akidah itu merupakan inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sejalan dengan firman Alloh yang artinya:
Dan ingatlah ketika lukman
berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran padanya: Hai anakku
janganlah kamu mempersekutukan Alloh benar-benar merupakan kedlaliman yang
besar,’’(QS,luqman:13).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa akidah
harus ditanamkan kepada anak yang merupakan dasar pedoman hidup seorang muslim.[1]
B. Tujuan Pendidikan Anak Dalam Keluarga
Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa Pendidikan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang
secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip Pendidikan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih
menekankan pada tujuan dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya
tujuan Pendidikan meliputi pendidikan fisik, pendidikan emosi
dan pendidikan sosial.
1. Pendidikan fisik
mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan
baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya.
2. Pendidikan emosi
mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak
menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami
trauma.
Pendidikan emosi ini
mencakup pendidikan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu,
mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan
dan untuk mengetahui resikonya. Pendidikan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai
kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
3. Sementara itu, pendidikan
sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang
akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya.[2]
C. Peran Pendidikan Anak Dalam Keluarga
Peran
keluarga dalam pendidikan anak
dapat dilakukan dengan beberapa pola, yaitu:
1.
Bermain pada anak.
Bermain
merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh
energi dan perasaan yang dimiliki anak termasuk didalamnya emosi anak. Selain
itu biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial
mereka.
2. Permainan yang dapat melatih kecerdasan sosial emosional antara lain:
Ø
Bermain peran dengan boneka tangan maupun wayang.
Ø
Film pembelajaran bermuatan nilai sosial emosional.
Ø
Ajak anak keluar rumah untuk berinteraksi dengan orang lain.
Ø
Ajak anak bermain kelompok (cooperative play), seperti: sepak bola.
3. Sentuhan, belaian dan
pelukan kepada anak.
Interaksi
antara orang tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial emosional anak. Sentuhan, belaian dan
pelukan yang diberikan kepada anak merupakan beberapa cara yang tepat untuk
membangun hubungan baik atau kelekatan antara orang tua dengan anak.
4. Pemberian kata positif
dan empati orang tua terhadap anak.
Kata positif
yang diberikan kepada anak membuat anak termotifasi untuk melakukan dan mengulangi
perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan empati dari
orang tua membuat anak merasa orang tua berada di pihaknya, terutama saat anak
memiliki masalah, empati dari orang tua sangatlah penting agar anak dapat lebih
tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak rasakan.[3]
D. Tanggung Jawab Keluarga
kelahiran anak dalam suatu keluarga selain memberikan kebahagiaan
tersendiri juga menimbulkan tugas baru bagi kedua orang tuanya, tanggung jawab
terhadap pemeliharaan dan pendidikannya. Islam memandang anak adalah amanah
Allah yang harus di pelihara dengan baik dari segala sesuatu yang membahayakan
baik yang berhubungan dengan badaniah maupun rohaniah.( Q.S An-Nisa’: 9)
Beberapa hal penting dalam menegakkan tanggung
jawab orang tua terhadap anak diantaranya sebagai berikut:
1. Ibu di dorong untuk mengasuh
anak-anaknya. Pengasuhan ini terlihat pada saat mulai kehamilan, yang berarti
keamanan anak dan segala sesuatu yang bersifat keduniawian pada saat dalam
kandungan. Dari sini bisa ditarik kesimpulan seorang ibu pada dasarnya seorang
pengasuh anak. Bahwa dia tidak secara langsung di tugaskan untuk mengasuh anak
sendirian akan tetapi peran seorang ibu juga memberikan pendidikan dari usia
dini hingga ke jenjang pendidikan formal.
2. Ayat ini juga
menjelaskan tanggung jawab seorang bapak untuk menghidupi anak-anaknya, seorang
suami adalah orang yang bertanggung jawab bagi kesejahteraan anggota
keluarganya & untuk menyediakan alat untuk memenuhi pangan, pakaian, tempat
berteduh, & kebutuhan lain untuk istrinya atau mereka yang menjadi tanggung
jawabnya & anak-anaknya. Jadi ayah berperan penting dalam kehidupan, juga
bertanggung jawab untuk membiayai dan memelihara anak-anaknya.
3. Pendidikan yang
menyangkut anak sebaiknya dirundingkan oleh kedua orang tu. Kejujuran ibu, ayah
sekalipun seorang ibu/ayah angkat sangat
penting dalam memelihara anak. Ketika keseimbangan antara hak dan tanggung
jawab orang tua atas anak tercapai, Dengan cara memberikan pendidikan aqidah
(keimanan) pendidikan agama dan pendidikan akhlak yang tepat dalam seluruh
aspek pada diri anak, merupakan tanggung jawab utama setiap orang tua sehingga
mereka tidak mudah dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang bagaimana pun. Dalam
hal ini kedua orang tua harus memberikan
pendidikan di lingkungan keluarga serta menyerahkan kelembagaan tertentu dalam
bidang pendidikan.
Mendidik anak-anak dengan pengetahuan agama, aqidah muamalah dan sejarah
serta sesuai dengan tingkat usianya. Begitu juga dalam melaksanakan kewajiban
agama dan mengamalkan serta mengembangkan sikap agama yang betul, dimulai dari
iman kepada Allah malaikat, rasul-rasul hari kiamat kepercayaan agama yang kuat
takut kepada Allah dan selalu mendapat pengawasan-Nya dalam segala perbuatan
dan perkataan.
kewajiban pendidik dalam hal ini adalah menumbuhkan anak atas dasar
pemahaman dan dasar-dasar iman dan ajaran Islam, sebagai aqidah maupun ibadah
dan hanya mengambil Islam sebagai agamanya al-Qur’an sebagai imannya dan rasul
sebagai pemimpin dan teladannya.
pembinaan dan pembiasaan ajaran agama pada anak sejak kecil, sangat
penting karena dengan demikian akan dapat mengetahui dan menangkap bahasa dan
pengertian yang berhubungan dengan agama secara berlahan-lahan
karena kecerdasannya belum sampai ke taraf untuk mendapat hal-hal yang sifat abstrak.
Zakiah Darajat mengatakan” apabila latihan-latihan keagamaan dilalaikan
diwaktu kecil atau di berikan dengan cara yang kaku, salah dan tindakan cocok
dengan kemampuan anak-anak, maka ketika dewasa akan kurang peduli terhadap
ajaran agama. Dari uraian ini dapat dipahami bahwa kedua orang tualah sebagai
pendidik pertama dan utama dalam setiap keluarga, dan bertanggung jawab penuh
terhadap kelangsungan pendidikan anak-anaknya terutama sekali dalam bidang
aqidah( Keimanan), sehingga menjadi anak yang taat bertaqwa kepada Allah SWT.
berguna kepada kedua orang tuanya, agama, nusa dan bangsa.[4]
E. Kajian Perilaku Anak Dalam Keluarga
Menurut Hurlock Bahwa perkembangan sosial anak merupakan perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. “Sosialisasi “
adalah Kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma nilai atau harapan
sosial.
1.
Proses Perkembangan Sosial.
Proses sosialisasi ini
terpisah, tetapi saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Hurlock antara lain :
a. Belajar untuk
bertingkah laku dengan cara yang tepat diterima dimasyarakat.
b. Belajar memainkan peran sosial yang ada dimasyarakat.
c. Mengembangkan sikap
/ tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial
yang ada di masyarakat.
Berdasarkan ke-3 tahap proses sosial ini
individu dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Individu sosial.
b. Individu non sosial.
Menurut teori
perkembangan psikososial Erikson ada empat tingkat perkembangan anak yaitu:
a. Usia anak 0 - 1 tahun
yaitu trust versus mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam
pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap
lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu
kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
b. Usia 2 - 3 tahun, yaitu
autonomy versus shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan
apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan
bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan
kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar, banyak melarang
anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat membuat anak
merasa malu.
c. Usia 4 - 5 tahun, yaitu
inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk
bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak
menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif
sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak
akan selalu merasa bersalah.
d. Usia 6 - 11 tahun,
yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak
kecil" baik oleh orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan
berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas
yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri.[5]
F. Model Pendidikan Orang Tua dalam Keluarga
1. Dalam menciptakan keluarga yang kondusif para orang tua hendaknya
memperhatikan suasana harmonis dan kondusif dalam keluarga sehingga
memungkinkan pertumbuhan anak secara normal yang diantaranya meliputi:
a. Sikap orang tua yang authoritative
dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk berpendapat melalui pemberian
pengarahan-pengarahan yang tidak hanya bersifat satu arah, sediakan waktu untuk
diskusi, hargai pendapat mereka sekalipun mungkin salah.
b. Pertanyaan-pertanyaan anak yang tidak diperhatikan akan mematikan rasa
ingin tahu, yang berdampak pada anak menjadi masa bodoh dan bersikap tidak
peduli dan akan menjadikannya sulit berkembang, baik kecerdasan maupun
kreativitasnya.
c. Bermain, baik dalam arti metode belajar (learning by playing) maupun bermain bersama anak (aktivitas fisik)
gerakan-gerakan seperti berguling, melompat-lompat, berayun-ayun, sangat
mempengaruhi syaraf-syaraf kecerdasan anak.
Helicopter spin salah satu metode yang dapat digunakan, melalui bermain
dapat dimaksimalkan saluran indrawi.
d. Berikan keteladanan, bagi anak menirukan pekerjaan yang dilakukan orang
tua lebih mudah dibandingkan dengan melakukan apa yang diucapkan, tunjukkan
sikap, ucapan maupun perilaku baik yang dapat dicontoh oleh anak.
e. Hindari hukuman fisik, hukuman fisik lebih banyak menimbulkan dampak
negatif, jika emosi orang tua sudah tinggi, hukuman fisik seringkali merupakan
pelampiasan yang tidak terkendali.
f. Berikan perhatian pada kebutuhan anak khususnya yang berkaitan dengan
emosi dan intelektual mereka, harus disadari bahwa kebutuhan seorang anak tidak
hanya fisik semata.
2. Kondisikan dengan suasana membaca.
Para orang tua dapat memperkenalkan buku cerita kepada
anak sedini mungkin dan saat yang paling mudah menanamkan kebiasaan membaca
adalah: saat anak belum bisa protes. Yaitu: waktu bayi. Bahkan sejak dalam
kandungan. Jika kita membacakan cerita kepada bayi setiap malam secara rutin,
maka acara tersebut menjadi suatu ritual yang dinantikan anak, membaca cerita kepada
bayi juga mengembangkan keingintahuan serta kecerdasan anak. Ketika bayi
semakin besar, sudah bisa duduk di pangkuan, mulai meraba buku dan merasakan
kehangatan orang tua pada saat membacakan cerita dan itu suatu perasaan yang
sangat menyenangkan anak. Perasaan itu akan terus terbawa sampai dewasa, inilah
yang disebut dengan neuro association.
Dengan demikian bagi anak, buku menjadi suatu yang menyenangkan saat besar.
3. Pemberian sugesti positif dan tidak membandingkan dengan anak lain.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar waktu dari perjalanan hidup manusia lebih banyak mendapatkan sugesti yang
negative dibandingkan yang positif. Untuk itulah disarankan agar memberi dorongan
pada apa yang harus dilakukan bukan yang dilarang, karena dorongan akan membuat
anak berani mencoba sementara larangan membuat anak menjadi takut untuk
mencoba.
Sedangkan anak diserahkan membandingkan dengan anak
lain karena secara umum manusia tidak akan berkenaan jika dibandingkan dengan
orang lain demikian pula pada anak. Hal ini akan berdampak rendahnya rasa
percaya diri yang disebabkan eksistensi diri yang tidak dihargai.
4. Perkenalkan bahasa kedua
Memperkenalkan bahwa kedua (Arab, Inggris, Jepang,
Jerman, Perancis) kepada anak sejak awal adalah saat yang paling tepat.
Kemampuan belajar suatu bahasa asing paling tinggi sejak kelahiran hingga usia
enam tahun. Dan sesudah itu menurun secara tetap dan tak terpulihkan. Lonjakan
terbesar perkembangan otak mulai berakhir pada usia sekitar 10 tahun. Oleh
karena itu bahasa asing sebaiknya diajarkan sedini mungkin.[6]
G. Interaksi Sosial Edukatif Orang Tua Dan
Anak
Interaksi sosial edukatif orang tua dan anak adalah pemberian cinta dan
ksih sayang dan ketrampilan berhubungan dengan sosial termasuk etika dan nilai.
Beberapa manfaat pengasuhan sosial
emosional antara lain:
1. empati,
2. mengendalikan amarah
3. kemandirian
4. disukai, ketekunan
5. kesetiakawanan
6. keramahan dan sikap
hormat
7. kemampuan beradaptasi
8. kemampuan memecahkan
masalah
9. kecakapan sosial
10. integritas dan
konsisten
11. komitmen jujurberfikir
terbuka
12. kreatif, adil, dan
bijaksana
13. kemampuan mendengarkan
14. kemampuan berkomunikasi,
motivasi
15. kemampuan bekerjasama
16. keinginan untuk
berkontribusi dll.
Langkah orang tua dalam melatih emosional anak:
1. Menyadari emosi
anaknya.
2. Mengakui emosi itu sebagai peluang untuk
kedekatan dan mengajar.
3. Mendengarkan dengan penuh empati dan
meneguhkan perasaan anak tersebut.
4. Menolong anaknya
menemukan kata-kata untuk memberi nama emosi yang sedang dialaminya.
5. Menentukan batas-batas sambil membantu anak
memecahkan masalah yang dihadapi.
Pengaruh dari pola asuh dalam mengembangkan sosial emosional anak, dalam perkembangan
sosio-emosional anak, tentu ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhinya. Ada
3 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional anak yaitu:
1.
Ada tiga tipe gaya atau cara orang tua mendidik
anak yakni: otoriter, permisif, dan otoritatif.
Tipe
|
Perilaku orang tua
|
Karakteristik anak
|
Otoriter
|
Kontrol yang ketat dan penilaian
yang kritis terhadap perilaku anak,
sedikit dialog (memberi dan menerima)
secara verbal, serta kurang hangat dan
kurang
terjalin secara emosional
|
Menarik diri dari pergaulan serta tidak
puas dan tidak percaya terhadap orang lain
|
Permisif
|
Tidak mengontrol, tidak menuntut,
sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan,
penggunaan nalar, hangat & menerima
|
Kurang dalam harga diri, kendali diri, dan
kecenderungan untuk bereksplorasi
|
otoritatif
|
Mengontrol, menuntut, hangat, reseptif,
rasional, berdialog (memberi dan
menerima) secara verbal,
sertamenghargai disiplin, kepercayaan
diri,
dan keunikan
|
Mandiri, bertanggung jawab secara sosial,
memiliki kendali diri, bersifat eksplloratif,
dan percaya diri
|
Contoh penerapan teknis pengasuhan sosial
emosional dapat dilakukan dengan beberapa pola, yaitu:
1. Bermain pada anak.
Bermain
merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh
energi dan perasaan yang dimiliki anak termasuk didalamnya emosi anak. Selain
itu biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial
mereka. Permainan yang dapat melatih kecerdasan sosial emosional antara lain:
a. Bermain peran dengan
boneka tangan maupun wayang.
b. Film pembelajaran
bermuatan nilai sosial emosional
c. Ajak anak keluar rumah
untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Ajak anak bermain
kelompok (cooperatif play), seperti: sepak bola.
2. Sentuhan, belaian dan pelukan kepada
anak.
Interaksi
antara orang tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial
emosional anak. Sentuhan, belaian dan pelukan yang diberikan kepada anak
merupakan beberapa cara yang tepat untuk membangun hubungan baik atau kelekatan
antara orang tua dengan anak
3. Pemberian
kata positif dan empati orang tua terhadap anak.
Kata positif
yang diberikan kepada anak membuat anak termotifasi untuk melakukan dan
mengulangi perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan
empati dari orang tua membuat anak merasa orang tua berada di pihaknya,
terutama saat anak memiliki masalah, empati dari orang tua sangatlah penting
agar anak dapat lebih tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak
rasakan.[7]
H. Telaah Perilaku Dan Sikap Orang Tua Dan
Sikap Orang Tua Yang Mendukung Tumbuh Kembang Anak
Para ahli telah
membuktikan bahwa kita sendiri sebagai orang tua dapat merasakan bahwa usia
balita adalah usia yang luar biasa bagi perkembangan intelektual dan
kreativitas seorang anak. Mas balita sering disebut the golden age, masa keemasan seorang manusia yang
kini harus disadari adalah peranan orang tua dalam memberikan kesempatan dan
memberi rangsangan karena jelas mereka belum bisa memperolehnya sendiri, bukan
bantuan orang lain yang paling dekat adalah orang tua.
Kecerdasan saat
ini tidak lagi hanya diartikan sebagai kecerdasan rasional yang bersifat logis
analitis, praktis. Dalam kehidupan sekarang ini tidak kalah pentingnya adalah
kecerdasan emosi yang dikaitkan dengan kematangan emosi seperti bijaksana dalam
mengambil keputusan, dapat menimbang, berimajinasi dampak dari keputusan yang diambil.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi mempunyai cirri-ciri:
1. Mempunyai kelincahan dalam berfikir seperti tanggap dalam sesuatu,
mempunyai daya ingat yang baik dan efektif, walaupun masih kecil dapat
berkonsentrasi dalam waktu lama pada hal-hal yang menarik minat mereka.
2. Mempunyai semangat bersaing yang tinggi baik bersaing terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain. Memiliki keinginan besar untuk selalu lebih
baik, maupun memotivasi diri sendiri.
3. Cepat menemukan perbedaan-perbedaan dan mudah menangkap sesuatu yang
tidak biasa.
4. Dapat menggunakan kesadaran yang tinggi untuk mengumpulkan informasi
dengan cepat dan hal ini dapat memungkinkan mereka untuk cepat belajar dari pengalaman
termasuk meniru pelaku dari orang lain.
5. Memiliki kepekaan yang tinggi, lebih responsif dan membutuhkan
pendekatan yang lembut dan pujian yang cukup, juga memiliki emosi yang baik.
6. Keinginan belajar yang tinggi dari sumber apapun.
7. Memiliki rasa ingin tahu yang besar melalui pertanyaan-pertanyaan yang
dikeluarkan secara aktif dan berkesinambungan.
8. Kemampuan bertahan menghadapi frustasi.
9. Mampu mengendalikan diri, mengatur suasana hati dan menjaga beban stress
agar tidak melumpuhkan kemampuan berfikir.
10. Mempunyai latar belakang yang cukup.
Bagi anak yang berfikir kreatif mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
1. Memiliki rasa ingin tau yang besar.
2. Aktif dan giat bertanya serta tanggap terhadap suatu pertanyaan.
3. Selalu bersikap terbuka terhadap hal-hal baru yang berbeda.
4. Selalu ingin menemukan dan meneliti tentang sesuatu.
5. Senang pada tugas berat dan sulit.
6. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan.
7. Berdedikasi tinggi dan aktif dalam menjalankan tugas.
8. Memiliki cara berfikir yang fleksibel divergen dan konvergen.
9. Berkemampuan menganalisis dan mengsintesis masalah.
10. Mempunyai daya imajinasi dan abstraksi yang baik.
11. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mandiri.
12. Memiliki kemampuan melahirkan berbagai gagasan dalam menyelesaikan masalah
dan memiliki aspirasi yang baik.
13. Memiliki latar belakang membaca yang cukup puas.[8]
[1] Anwar, Pendidikan Anak Dini
Usia, Bandung 40153.
[2] Hidayat Nur, Mengembangkan
Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, Depok, Sleman, Jogjakarta 55282.
[3] Mansur, Pendidikan Anak Usia
Dini, Pustaka Pelajar Yogyakarta 55167
[4]
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, Pustaka
Pelajar Yogyakarta 55167
[5]
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, Pustaka
Pelajar Yogyakarta 55167
[6] Norma,
Tarazi Wahai Ibu Kenali Anakmu, Mitra
Pustaka Juli 2001
[7] Norma, Tarazi Wahai Ibu
Kenali Anakmu, Mitra Pustaka Juli 2001
[8] Spock Benyamin Menghadapi
Anak di Saat Sulit, Delapratasa Publishing KDT 2004
ijin copas mas
ReplyDeleteizin copas mas
ReplyDeleteIjin copas point tujuan
ReplyDeleteIzin copy paste
ReplyDelete