Headlines News :
Home » » MAKALAH KECERDASAN MANUSIA: INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ)

MAKALAH KECERDASAN MANUSIA: INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ)

Written By Figur Pasha on Tuesday, March 19, 2013 | 11:09 AM

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

 I.         PENDAHULUAN
Manusia beraktivitas, berinteraksi dengan sesamanya bergantung dari kesanggupannya dalam berfikir yang biasa disebut inteligensi. Inteligensi seseorang akan tampak pada perbuatannya. Misalnya, orang yang pandai ilmu pasti, maka disebut berinteligensi di bidang abstrak. Sama halnya jika ia pandai bergaul dalam masyarakat, maka ia disebut berinteligensi di bidang sosial, dan lain-lain.
Intelektual sering dijadikan indikator berhasil tidaknya siswa di sekolah. Inteligensi setiap individu berbeda-beda. Oleh karena itu, pendidik harus mengerti betul inteligensi setiap peserta didiknya. Jangan sampai salah mengenali. Misalnya, orang tua siswa berasumsi bahwa anak yang pintar ialah yang menguasai ilmu pasti. Maka dari itu, si anak harus masuk jurusan ilmu alam. Padahal,  si anak lebih mampu dan berminat di bidang ilmu sosial. Mindset inilah yang perlu dibenahi. Sebagai pendidik pun semestinya peka terhadap hal ini. Tidak hanya diukur dari nilai hasil belajar saja, melainkan berdasarkan survei minat siswa. Dengan begitu, inteligensi siswa akan ditingkatkan sesuai dengan bidangnya.
Dalam mempelajari inteligensi peserta didik, maka pendidik perlu mengetahui definisi dan konsep inteligensi, cara mengukur inteligensi, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semua itu akan dibahas dalam makalah sederhana ini.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian dan konsep inteligensi? Pengertian IQ
B.     Bagaimana mengukur tingkat IQ?
C.     Bagaimana cara menyikapi tes IQ?
D.    Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inteligensi manusia?

III.   PEMBAHASAN
A.       Pengertian dan Konsep Inteligensi
          Beberapa ahli menekankan fungsi inteligensi untuk membantu penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Beberapa ahli lain menekankan struktur inteligensi dengan menggambarkan sebagai suatu “kecakapan”.[1]
1.        Menurut bahasa, inteligensi diartikan sebagai kemampuan umum dalam memahami hal-hal yang abstrak.
2.        Menurut istilah, inteligensi didefinisikan sebagai kesanggupan seseorang untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan dapat diabstraksikan pada suatu kualitas yang sama.[2]
          
          Definisi dari beberapa ahli:
1.      William Stern
Inteligensi adalah kesanggupan jiwa untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan baru dengan sadar, dengan berfikir cepat dan tepat.[3]
2.      Konsep g Charles Spearman
Inteligensi terdiri dari (a) kemampuan bernalar yang sifatnya alamiah dan tunggal (general factor) yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai tugas, serta (b) sejumlah kemampuan khusus (specific factors) yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik.[4]
3.      Raymond Cattel
Ada dua komponen yang berbeda dari inteligensi umum (g), yaitu fluid intelligence  atau kemampuan memperoleh pengetahuan secara cepat dan beradaptasi terhadap situasi baru secara efektif, dan crystallized intelligence atau pengetahuan dan keterampilan yang terakumulasi dari berbagai pengalaman, sekolah, dan budaya.
4.      Howard Gardner
Definisi kecerdasan menurut Gardner:
a.       Kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
b.      Kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan.
c.       Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat di dalam kehidupannya.[5]

Orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, atau disebut juga multiple intelligence, yang terdiri dari inteligensi bahasa, inteligensi logika-matematika, inteligensi spasial (kemampuan memperhatikan detil-detil pada hal yang dilihat), inteligensi musik, inteligensi kinestetis-ragawi, inteligensi intrapersonal, dan inteligensi naturalis atau inteligensi interpersonal (kemampuan mengenali pola-pola di alam).[6]
5.      Robert Sternberg
Spekulasinya tentang hakikat inteligensi ada tiga distingsi, disebut triarchic theory. Pertama, ia menyatakan bahwa orang dapat lebih atau kurang inteligen dalam tiga bidang yang berbeda, yaitu inteligensi analitis, inteligensi kreatif, dan inteligensi praktis. Sternberg juga berpendapat bahwa perilaku yang inteligen melibatkan interaksi ketiga faktor, yaitu konteks lingkungan, pengalaman, dan proses-proses kognitif. [7]

6.      Thurstone
Inteligensi adalah kesanggupan secara keseluruhan, meliputi sejumlah kesanggupan khusus atau disebut primery mental abilities sebagai kesanggupan untuk cepat dan teliti melihat sesuuatu akan kesamaan dan perbedaan, juga kesanggupan untuk mengerti dan memakai bahasa kesanggupan untuk berfikir secara deduktif dan induktif dan lain-lain.
7.      Binet
Inteligensi yaitu pengertian penemuan sesuatu yang baru, ketetapan hati, dan pengeritikan diri sendiri.
8.      Woodworth
Inteligensi meliputi aspek pengenalan sesuatu yang penting, juga penyusunan diri dengan situasi yang baru dan ingatan.
9.      Dearborn
Inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar dari pengalaman.
10.  Terman
Inteligensi ialah kesanggupan untuk beajar secara abstrak.
          
          Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi merupakan reaksi mental dan fisik yang dijalankan secara cepat, gampang, sempurna dan dapat diukur dengan prestasi.[8] Inteligensi menunjuk pada cara individu berbuat, apakah berbuat dengan cara yang cerdas atau kurang cerdas atau tidak cerdas sama sekali. Suatu perbuatan yang cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat.
          Kepribadian individu merupakan satu kesatuan, tapi dapat dibedakan dalam beberapa aspek, yaitu intelektual, fisik-motorik, sosial, dan emosional. Aspek intelektual sisi kekuatannya lebih menonjol sedang aspek lain seperti emosional karakteristiknya yang lebih tampak. Aspek intelektual disebut juga kecakapan (ability) merupakan suatu kemampuan (potensial dan nyata) dalam mengenal, memahami, menganalisis, menilai dan memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan rasio atau pemikiran.
Kecakapan :
1.      Kecakapan potensial atau kapasitas (masih tersembunyi, masih kuncup belum termanifestasikan dan dibawa sejak lahir), ada dua macam:
a.       Kapasitas umum (inteligensi) atau kecerdasan
b.      Kapasitas khusus (bakat atau aptitude) yang disebut inteligensi jamak atau “multiple intelligence”.
2.      Kecakapan nyata (sudah terbuka, sudah termanifestasikan dalam berbagai aspek kehidupan dan perilaku, dan berpangkal pada kecakapan potensial).[9]
3.      Menurut arah/hasilnya, kepemilikan individu terhadap kecerdasan dapat dibedakan menjadi dua:
a.         Inteligensi Praktis yaitu inteligensi untuk bisa mengatasi situasi sulit dalam suatu kerja yang berlangsung secara cepat dan tepat. Contoh: anak yang naik sepeda di jalan yang ramai, ini memerlukan inteligensi praktis.
b.        Inteligensi Teoritis yaitu inteligensi untuk bisa mendapatkan suatu pikiran penyelesaian masalah yang berlangsung secara cepat dan tepat. Ini berlaku dalam ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, sosial dan teknologi.[10]

B.       Cara Mengukur Inteligensi
          Untuk menyelidiki sifat, luas dan batas inteligensi seseorang digunakan “tes inteligensi”.[11] Pengukuran kecerdasan (IQ) lebih diarahkan kepada mengukur kecakapan berbuat, kecakapan melakukan proses, atau kecakapan dasar yang diperlukan sebagai dasar penguasaan materi atau pengetahuan. Pengukuran kecakapan nyata atau achievement lebih diarahkan kepada mengatur penguasaan pengetahuan atau materi. Pengukuran kecerdasan diusahakan benar-benar mengukur kecakapan dasar, bukan hasil belajar, bebas dari pengaruh pengalaman atau kebudayaan. Ada beberapa jenis tes yang bisa digunakan untuk mengukur IQ, antara lain:
1.      Pengukuran Test Inteligensi Secara Umum, dalam hal ini Mengalami Beberapa Fase,[12] antara lain:
a.         Fase persiapan, hal ini terjadi ± sampai tahun 1915. Pada saat itu para ahli sedang berusaha untuk mendapatkan model atau bentuk yang akan digunakan untuk test inteligensi, dan usaha yang diperolehnya baru bersifat konsep. Karena itu, (konsep) belum dapat diaplikasikan ketika akan melakukan test inteligensi.
b.        Fase naif, atau pengguna test inteligensi yang sudah tersusun tanpa adanya kritikan. Fase ini terjadi ± tahun 1915 hingga ± tahun 1935, di mana para ahli berupaya untuk menggunakan hasil rancangan test inteligensi yang sudah tersusun dalam berbagai hal kehidupan, sesuai dengan lingkup yang akan dibahas dalam test tersebut. Hasil test bisa digunakan sebagai pra syarat pemilihan calong pegawai, calon militer atau calon petugas/karyawan lainnya, dan calon-calon siswa yang akan masuk sekolah ke jenjang berikutnya.
c.         Fase yang bebas dari pengaruh kebudayaan melalui bahasa, fase ini diprakarsai oleh Goodenough dan Porteus.
d.        Fase kritis atau masa sekarang, terjadi sejak tahun 1950 hingga sekarang.


2.      Tes Inteligensi Binet
Tes kecerdasan ini adalah yang tertua. Disusun tahun 1905 oleh Alfred Binet, ahli psikologis Prancis. Tes Binet diperuntukkan bagi anak usia 2-15 tahun.


Rounded Rectangle: IQ = MA/CA x 100
 


Keterangan:
a.         IQ : intelligence quotient atau kecerdasan
b.        MA : mental age atau usia mental. Diperoleh dari sekelompok pertanyaan yang dijawab betul oleh sejumlah besar individu dengan umur yang sama.
c.         CA : chronological age atau usia kalender
d.        100 : konstanta atau bilangan tetap, diusulkan oleh Stern dan Terman untuk menghindari angka pecahan dalam satuan IQ

Misal, seorang anak berusia 6 tahun diajukan 5 pertanyaan. Jika dijawab semua, lalu diajukan pertanyaan di atasnya (6, 7, 8, 9 tahun, dan seterusnya) sampai tidak ada lagi yang bisa terjawab. Tapi jika pertanyaan pertama ada yang salah, diajukan pertanyaan di bawahnya (5, 4 tahun) sampai bisa dijawab semua. Bila jawaban benar diberi tanda (●  ) dan (X) bila salah.

Umur CA
Jawaban
Nilai MA
6 tahun
6
7 tahun
X

8 tahun
X
X
X

9 tahun
X
X
X
X

10 tahun
X
X
X
X
X

-
Jumlah

Maka, MA-nya = 7  CA = 6
Jadi, IQ =    = ± 123

3.      Wechsler
Tes pertama disusun tahun 1939 dan diberi nama Wechsler Belleveu Intelligence Scale disingkat WBIS, dan direvisi tahun 1955 dengan nama Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Tes ini diperuntukkan untuk dewasa. Untuk anak-anak, Wechsler juga mengembangkan tes sejenis yang diberi nama Wechsler Intelligence Scale for Children atau WISC, diterbitkan tahun 1949. Tes ini terdiri atas dua bentuk yaitu berbentuk verbal dijawab dengan bahasa, tulis dan lisan, dan tes perbuatan berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan, seperti menyusun balok, menyusun guntingan gambar, dll.[13]

4.      Tes Progressive Matrices (PM)
Ada yang berwarna, yaitu untuk anak kecil (s.d 10 tahun) dan tidak berwarna untuk anak besar (11 s.d 14 tahun). Untuk dewasa juga disediakan Advance Progressive Matrices atau APM.
Sebaran penduduk menurut kategori kecerdasannya:

IQ
Kategori
Persentase
140 – ke atas
130 – 139
120 – 129
110 – 119
90 – 109
80 – 89
70 – 79
50 – 69
25 – 49
Di bawah 25
Genius
Sangat cerdas
Cerdas
Di atas normal
Normal
Di bawah normal
Bodoh (dull)
Debil (moron)
Imbecil
Idiot
0,25%
0,75%
6%
13%
60%
13%
6%
0,75%
0,20%
0,05%

a.      Idiot
Tingkatan ini termasuk kelompok individu terbelakang. Hanya mampu mengucapkan beberapa kata saja. Juga tidak mampu mengurus diri sendiri, makan, minum, berpakaian, dll. Mereka tidak dapat ditugasi sekalipun sangat sederhana. Pada umumnya harus berbaring selama hidup. Badan lemah, rentan terhadap penyakit, tidak mengetahui bahaya. Tidak bisa dididik dan kebanyakan berumur pendek.
b.      Embisil
Masih dapat belajar bahasa, bisa mengurus diri sendiri, ditugasi ringan seperti mencuci piring, mengepel lantai. IQ-nya rata-rata = anak normal usia 3-7 tahun (MA = 3-7), tidak bisa sekolah bersama anak-anak normal.
c.       Debil
Dapat membaca, menulis, berhitung dalam hitungan-hitungan sederhana. Banyak di sekolah anak-anak normal, di sekolah masyarakat kurang atau belum maju.
d.      Bodoh/Dull
Di bawah kelompok normal dan di atas kelompok terbelakang. Agak lambat dalam belajar. Ada yang sulit menuntaskan SLTP, ada yang bisa menyelesaikan SLTP, tapi sulit tuntas SLTA.
e.       Normal
Kelompok terbesar presentasenya di masyarakat. MA rata-rata = CA-nya.

f.       Pandai
Termasuk kategori high average (di atas normal)
g.      Cerdas
Pada tingkatan ini, mereka mampu menyelesaikan pendidikan akademi dan biasanya jadi leader.
h.      Sangat Cerdas
Over genius, memecahkan masalah-masalah yang rumit dan sulit.[14]

C.    Cara Cerdas Menyikapi Skor Inteligensi dan IQ
           Skor IQ seringkali memang memprediksikan prestasi sekolah, meskipun tidak sepenuhnya tepat. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan hubungan antara skor tes IQ dan prestasi sekolah:
1.        Inteligensi tidak niscaya mempegaruhi prestasi, melainkan hanya sekedar berkolerasi. Meskipun siswa yang memiliki skor IQ tinggi biasanya memperlihatkan performa yang baik di sekolah, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa prestasi mereka yang tinggi disebabkan karena inteligensinya saja. Inteligensi mungkin memainkan peranan penting terhadap prestasi sekolah, namun banyak faktor lain juga yang terlibat; motivasi, mutu pengajaran, fasilitas dalam keluarga, dukungan orang tua, harapan teman-teman sebaya, dan sebagainya.
2.        Hubungan antara skor-skor IQ dan prestasi tidaklah sempurna, terdapat banyak perkecualian. Karena berbagai alasan, siswa yang skor IQ-nya tinggi tapi tidak memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah. Sementara siswa lain memperlihatkan prestasi sekolah yang jauh lebih tinggi dari yang diprediksikan berdasarkan skor IQ-nya saja.
3.        Skor IQ bisa berubah. Skor IQ memprediksikan prestasi sekolah dalam waktu singkat, katakanlah satu atau dua tahun mendatang. Skor IQ kurang berguna untuk waktu jangka panjang, apalagi skor tersebut diperoleh saat masa prasekolah atau sekolah dasar.[15]

           Maka dari itu, kita perlu menyikapi hasil test IQ dengan benar, misalnya:
1.        Anggaplah tes-tes inteligensi sebagai suatu bentuk pengukuran berguna namun tidak sempurna. Sebab tes-tes inteligensi juga memiliki keterbatasan seperti, tes yang berbeda memberi skor yang berbeda pula, performa siswa pasti dipengaruhi berbagai faktor yang bersifat sesaat, item-item tes biasanya berfokus pada keterampilan-keterampilan yang penting dalam arus utama budaya barat, khususnya dalam setting sekolah, dan kadangkala siswa tidak terbiasa dengan isi atau jenis tugas dalam tes.
2.        Gunakan pengukuran-pengukuran yang lebih terfokus ketika Anda ingin menilai kemampuan spesifik.
3.        Carilah perilaku-perilaku yang memperlihatkan talenta yang luar biasa dalam konteks budaya siswa.
4.        Ingatlah bahwa terdapat banyak faktor yang juga mempengaruhi prestasi.
5.        Sediakan lingkungan yang dapat mendukung pertumbuhan intelektual dan perilaku inteligen.

D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
1.      Hereditas atau Pembawaan
Salah satu faktor penentu tinggi rendahnya inteligensi seseorang ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Pandangan ini dipengaruhi oleh aliran filsafat (nativisme) yang beranggapan bahwa setiap manusia dilahirkan sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Taraf Inteligensi seseorang ialah 75-80% keturunan, juga adanya rangkaian hubungan antara pertalian keluarga dengan ukuran IQ.[16] Dengan demikian, taraf inteligensi relatif sama ditentukan pada individu-individu yang mempunyai pertalian keluarga yang kuat.
2.      Lingkungan
Pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya inteligensi ditentukan oleh lingkungan (pendidikan dan pengalaman) dipengaruhi teori empirisme John Locke. Ia berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam kondisi suci (tabularasa). Lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Lingkungan fisik, meliputi segala sesuatu dari molekul yang ada di sekitar janin sebelum lahir
b.      Lingkungan sosial, meliputi seluruh manusia yang secara potensial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan individu.

Faktor hereditas maupun lingkungan memiliki pengaruh yang relatif sama. Bahkan keduanya dapat disatukan, misalnya saja sesuai dengan teori konvergensi William Stern.



[1]  Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta), 2010, hlm. 129.
[2]  Romlah, Psikologi Pendidikan, (Malang: UMM Press), 2010, hlm. 137.
[3]  Baharuddin, 2009, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2009, hlm. ?
[4]  Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 1, (Jakarta: Erlangga), 2009, hlm 211.
[5]  Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2009, hlm. 96.
[6]  Opcit, hlm. 212.
[7]  Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 1, (Jakarta: Erlangga), 2009, hlm. 214.
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2009, hlm. 138.
[9]  Ibid, hlm. 91-92.
[10]  Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2009, hlm. 127
[11] Ibid, hlm. 128-129.
[12] Romlah, Psikologi Pendidikan, (Malang: UMM Press), 2010, hlm. 138-140
[13]  Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2009, hlm. 100.
[14] Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2009, hlm. 132-134.
[15] Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 1, (Jakarta: Erlangga), 2009, hlm. 219.
[16] Romlah, Psikologi Pendidikan, (Malang: UMM Press), 2010, hlm. 149.
Share this article :

1 comment:

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Random Post

 
Support : SMP N 1 Pecangaan | SMA N 1 Pecangaan | Universitas Islam Negeri Walisongo
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Islamic Centre - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template