Headlines News :
Home » » HUKUM AKAD NIKAH LEWAT TELEPON, INTERNET, FB DLL

HUKUM AKAD NIKAH LEWAT TELEPON, INTERNET, FB DLL

Written By Figur Pasha on Monday, January 21, 2013 | 3:25 PM

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

 
I.          PENDAHULUAN
           Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
            Di Indonesia hukum perkawinan sudah disusun sedemikian rupa agar masyarakat dalam hidup tentram, aman dan damai. Adakalanya masyarakat sendirilah yang membuat-buat hukum yang belum dicantumkan dalam UU perkawinan seperti nikah dengan gadis dibawah umur, nikah siri dan sebagainya.
            Namun seiring berjalannya waktu, syariat yang sedah dilakukan manusia berabad-abad ini mengalami perkembangan. Begitu juga dengan keganjalan-keganjalan yang terdapat didalamnya. Makalah ini akan membahas tentang akad nikah lewat telephon, INTERNET  dll, dan memindahkan sperma ke perempuan lain atau hewan. 

  II.     LANDASAN HUKUM
A.  Al-Qur’an
 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar Rum : 21

 B.  Hadits
عَنْ اَبِيْ سَعيد سعد بن مَا لِكٍ بِنْ سِنَا نٍ الخُدْرِيًّ رَضِيَ ا لله عنه اَنَّ رَ سُوْ ل الله صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ قَا لَ لاَ ضَرَرَ وَلا ضِرَا رَ حَدِ يْثٌ حَسَنٌ رَ واهُ ابن مَا جَه وَ الدَّ ر قَطنى وَ غَيْرُ هُمَا مُسْنَدٌ او رَوَا هُ ابْنُ مَا جَه
“Dari Abi Said Saad bin Malik bin Sinan al-Khudriyi r.a., sesungguhnya Nabi saw bersabda : “tidak boleh membuat mudaratkepada diri sendiri dan kepada orang lain.” Hadits hasan (H.R. Ibnu Majah dan ad-daruquthni).[1]

C.  Pandangan Ulama
Pandangan ulama dalam kitab kifayatul akhyar karangan Imam Taqiyuddin menjelaskan bahwa :
يُشْتَرَطُ فِي صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَاحِ حُضُوْرُ اَرْبَعَةٍ : وَلِيِّ, وَزَوْجٍ,وَشَا هِدَي عَدْلٍ,وَ يَجُوْ زُ اَنْ يُوْكِلَ الْوَلِىُّ وَالزَّ وْجُ,فَلَوْ وَكَلَ الْوَ لِىُّ وَالزَّوْجُ اَوْاِحْدًا هُمَااَوْ حَضَرَ الْوَلِىُّ وَوَكِيْلُهُ لَمْ يَصِحُّ النِّكَاحُ لِاَنَّ الْوَكِيْلَ نَا ئِبُ الْوَلِىِّ. والله اعلم.
“disyari’atkan sahnya akad nikah hadirnya empat orang, yaitu wali, suami, dan dua orang saksi yang adil. Dan boleh saja wali dan suami atau salah seorang dari keduanya sudah mewakilkan, Wallahu ‘alam.”[2]
Syarah diatas sudah jelas menjabarkan tentang akad nikah. Bahwasanya akad nikah harus di laksanakan dalam satu waktu dan satu majelis(فِىْ مَجْلِسٍ وَا حِدٍ)

III.     ANALISIS
Menurut ulama Hanafiyah hukum nikah itu adakalanya mubah, mandub, wajib, fardu, makruh, dan haram. Sedangkan ulama madzhab-madzhab lain tidak membedakan antara wajib dan fardu.[3]
Dalam pernikahan terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1.    Suami (زوج)
2.    Istri (زوحة) dengan beberapa kriteria yaitu : tidak mahramnya sendiri, ta’yin, suci dari pernikahan, tidak dalam masa iddah, dan perempuan asli.[4]
3.    Wali nikah (ولى نكاح). Harus memiliki beberapa persyaratan : islam, baligh, berakal, sifat merdeka, laki-laki, dan sifat-sifat lainnya. Tapi untuk pernikahan kafir dzimmi tidak memerlukan islamnya wali, dan untuk pernikahan amah tidak memerlukan syarat sifat adlnya tuan.[5]Bagi fuqaha yang memegangi adanya wali, maka macam-macam wali itu ada tiga, yaitu: wali nasab (keturunan), wali penguasa, dan wali bekas tuan yang jauh dan yang dekat.[6]
4.    Dua orang saksi (شا هدان) Nabi Muhammad bersabda :
لَا نِكَا حَ اِلَّا بِوَ لِيٍّ وَشَا هِدَي عَدْلٍ
Artinya: “ Perkawinan tidak sah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” ( H.R. Addaruquthni)[7]
5.    Shigat
Nikah Lewat Telephon Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
Menentukan sah atau tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhinya atau tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah lewat telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali pengantin putri, ijab qabul. Namun, jika dilihat dari syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada kelemahan atau kekurangan untuk dipenuhi. Misalnya identitas calon suami istri perlu dicek ada atau tidaknya hambatan untuk  nikah (baik karena adanya larangan agama atau peraturan perundangan-undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar. Demikian pula pengecakan tentang identitas wali yang tidak bisa tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga para saksi yang hanya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin putera lewat telepon dengan bantuan mikrofon, tetapi mereka tidak bisa melihat apa yang disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula ijab qabul yang terjadi di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang berbeda waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang dilakukan oleh Prof. Baharudin yang menikahkan puterinya di Jakarta (Dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarto yang sedang belajar di Universitas Indianna AS pada hari sabtu tanggal 13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indianna AS.
Karena itu, menikah lewat telepon itu tidak diperbolehkan dan tidak sah menurut hukum islam, karena selain terdapat kelemahan atau kekurangan dan keraguan dalam memenuhi rukun-rukun nikah lewat dan syarat-syaratnya sebagaimana diuraikan diatas, juga berdasarkan dalil-dalil syar’i sebagai berikut :
a)    Nikah itu termasuk ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunah Nabi yang shahih, berdasarkan kaidah hukum :
الْاَصْلُ فِي ا لْعِبَا دَةِ حَرَ ا مٌ
“pada dasarnya ibadah itu haram.”
Artinya, dalam masalah ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat (merekayasa) aturan sendiri.
b)   Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu bukanlah sembarang akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang sakral dan syiar islam serta tanggung jawab yang berat bagi suami istri, sebagaimana firman Allah dalam surat An-nisa :21
“...dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S An-nisa : 21)

c)      Nikah lewat telepon dan internet mengandung resiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar atau khida’), dan dapat pula menimbulkan keraguan (cafused atau syak), apakah telah terpenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Salah satu syarat yang harus dipenuhi yaitu hadir dalam tempat yang sama (حضور فِى مَجْلِسٍ وَا حِدٍ)
       
{فَرْعٌ} يُشْتَرَطُ فِيْ صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَا حِ حُضُوْرٌ اَرْ بَعَةٍ : وَلِىِّ وَزَوْجٍ وَشَا هِدَي عَدْل{فى كفا يت الا خيا ر الجز :٢,الصفة :٥۱}[8]
(cabang) dan disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang : wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang adil.( Kifayatul Akhyar  juz 2 hal. 51)

وَمِمَّا تَركهُ مِنْ شُرُوْطِ الشَّا هِدَ يْنِ السَّمْعَ وَالْبَصَرُ وَالْضَّبْطُ.{ قَوْ لُهُ وَ الضَّبْطُ} اَيْ لالفَا ظِ وَلِىّ الزَّوْ جَة وَ الزَّوْجُ فَلَا يَكْفِى سَمَا ع الفَا ظهُمَا فِي وَظلمَة لِاَنَّ الْاَ صْوَات تَشْبِيْه{ فى بجير مى على الخطيب الجز :٣,الصفة : ٣٣٥ }
Mendengar, melihat dan (dlobith) membenarkan adalah bagian dari syarat diperkenankannya dua orang saksi. (pernyataan penyusun ‘wa al dlobthu) maksudnya lafadz (pengucapan) dari wali pengantin putri dan pengantin pria, maka tidaklah cukup mendengar lafadz (perkataan) mereka berdua dikegelapan, karena suara itu (mengandung) keserupaan.(Hasiyah Al-Bujairomi ‘Ala al-Khottib juz 3, hal. 335)[9]
Dikhawatirkan jika akad dilaksanakan jarak jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suaranya di dubbing ataupun gambarnya dan backgroundnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini akan merugikan pihak perempuan. Karena perempuan harus dihormati, islam mengajarkan itu.
Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadits Nabi atau kaidah fiqih.
Hadits Nabi saw
دَعْ مَا يَرِ يْبُكَ اِلَى مَا لَا يَرِ يْبُكَ
“Tinggalkanlah sesuatu yang merugikan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak merugikan engkau.”

Dan tidak sesuai dengan kaidah fiqih :

دَرْعُ ا لْمَفَا سِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ ا لْمَصَا لِحِ
 “menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik (mencari) maslahah.”

d)     Dampak negatif yang akan timbul juga akan lebih berbahaya lagi jika sudah punya anak. Hak waris ataupun hadlonahnya akan memberatkan dan juga membingungkan.[10]


[1] Al Imam Yahya Syarifuddin An-nawawi, Matan Al-Arba’in An-nawawiyyah, (Surabaya: Al Fatah, tth), hlm. 25.
[2] Musthafa Abu Sulaiman an- Nadwy, Khifayatul Akhyal…, hlm. 346.
[3] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah, nikah dan talak, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 44.
[4] Sayyid Ahmad bin Umar asy- syathiry, Al Yaqutun Nafis fi Madzhab Ibnu Idris, (Beirut : Haramain, tth), hlm. 142-144
[5] Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Khifayatul Akhyar(Kelengkapan Orang Saleh), (Mesir: Maktabah al-Imam, 1996), hlm. 104-105.
[6] Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid juz 2, ( Semarang: Asy-Syfa, 1990), hlm. 374.
[7] H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1983), hlm. 41.
[8] Musthafa Abu Sulaiman an-Nadwy, Kifayatul Akhyar fy Ghayat al Ikhtishar, (Mesir : Maktabah Iman, 1996), hlm. 346.
[9] Ahmad Masduqi Mahfud, Bahsul Masa’il, Tuhfatul Habib ala Syarhi al-Khatib, ( Ahhabul Royi Press-HTTP://AHHABUL-ROYI. BLOGSPOT. COM), hlm. 335.
[10] Masjfuk Zuhdi, Masail Diniyah Ijma’iyah, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), hlm. 208-211.
Share this article :

1 comment:

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Random Post

 
Support : SMP N 1 Pecangaan | SMA N 1 Pecangaan | Universitas Islam Negeri Walisongo
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Islamic Centre - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template