I. PENDAHULUAN
Kemajuan
dalam bidang kedokteran tidak disangkal lagi. Berbagai penemuan dari waktu ke
waktu semakin menampakkan hasil yang spektakuler. Oleh karena banyaknya hasil
yang diperoleh melalui penelitian dibidang kedokteran, maka muncullah human
engineering, atau rekayasa genetika. Istilah ini dirumuskan sebagai aplikasi
ilmu-ilmu manusia (biologi, genetika, kedokteran) dengan menggunakan
prinsip-prisip saintifik dan rekayasa dalam rangka pencegahan dan pengobatan
penyakit, perencanaan keturunan dan peningkatan kualitas manusia. Berdasarkan
rumusan rekayasa manusia ini maka perlu dibahas beberapa kegiatan dibidang
kedokteran yang berhubungan dengan perencanaan keturunan. Dalam ilmu fiqih,
permasalahan-permasalahan tersebut mendapatkan perhatian dalam hukum Islam.
Banyak sekali berbagai permasalahan
kontemporer khususnya dalam bidang kedokteran, yaitu cara memperoleh keturunan.
Dalam pembahasan makalah ini akan dibahas cara untuk memperoleh keturunan
melalui inseminasi buatan atau bayi tabung.
II. LANDASAN HUKUM
A.
Al Qur’an
Dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan
inseminasi buatan dengan donor adalah sebagai berikut:
1. Al Isra’ ayat 70
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka
rizki yang baik-baik dankebanyakan makhluk Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
2. At
Tin ayat 4
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.[1]
B.
Hadits
عن ابن عبا س رضي
الله عنه قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: ما من ذنب بعد الشرك اعظم من
نطفة وظعها رجل في رحم لا يحل له (تفسير ابن كثير)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw
bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih besar stelah syirik dalam pandangan Allah
Swt. Dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina)
didalam rahim perempuan yang tidak halal baginya”.[2]
C.
Pandangan Ulama’
1.
Kaidah hukum fiqih:
اَ لْحَا جَةُ
تَنْزِلَةُ ا لضَرُوْرَةِ وَالضَرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diberlakukan
seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat terpaksa
itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”
دَرُئُالْمَفَا سِدِ مُقَدَمٌ عَلَى جَلْبِ اْلمَصَا لِحِ
“Menghindari madarat(bahaya) harus didahulukan atas
mencari atau menarik maslahah atau kebaikan.”
الاص ل فى الا شياء
الاباحة حتى يد ل الد ليل على ثحريمها
Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sehingga ada dalil yang konkret
melarangnya.[3]
2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang bayi
tabung/inseminasi buatan. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia:
a.
Bayi
tabung dengan spema dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah,
sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
b.
Bayi
tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain hukumnya
haram berdasarkan Sadd adz Dzari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah
yang rumit dengan kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang
dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian
melahirkan, dan sebaliknya).
c.
Bayi
tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sad adz Dzari’ah, sebab hal hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dengan kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
d.
Bayi
tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang
sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis dari luar pernikahan yang sah(zina) dan berdasarkan kaidah Sad adz
Dzari’ah, yaitu untuk menghindari terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.[4]
Dalil fiqih nya:
الاصل فى الابضاع التحريم
Dan
pada Ahkamul Fuqaha dalam kitab Hikmatul Tasyri wa Falsafatuhu II/48.
من كا ن يؤمن با لله
وليوم الا خرفلا يسقين ماءه زرع اخيه
Brang siapa yang
beriman kepada Allah Swt dan hari kiamat, maka janganlah sekali-kali
menyiramkan air spermanya (berzina) dikebun(rahim) sudaranya.
III. ANALISIS
Bayi tabung adalah sperma
dan ovum yang dipertemukan dalam sebuah tabung. Setelah terjadi pembuahan,
kemudian disarangkan dalam rahim wanita, hingga sampai pada saatnya lahir bayi
tersebut.[5]
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di
dunia kedokteran, antara lain:
Fertilazation in Vitro(FIV)
dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di
vitro(tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu di transfer ke rahim istri.
Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT)
dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, setelah dicampur terjadi
pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur (tuba
falopi) setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.
Bayi tabung atau inseminasi buatan apabila
dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer
embrionya kedalam rahim wanita lain, maka islam membenarkan, baik dengan cara
mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri,
maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya(vertilized
ovum) ditanam didalam rahim istri, asal keadaan kondisi
suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak.
Dapat dianalisa bahwa inseminasi buatan
dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa
pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah
tangganya (terjadinya perceraian). Dan adapun tentang inseminasi buatan dengan
bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat
Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakukan
sperma (bayi tabung). Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami.
Penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’. Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya:
Penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’. Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya:
1.
Pencampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian atau kehormatan kelamin dan kemurnian nasab
2.
Bertentangan dengan sunatullah atau hukum alam
3.
Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi,
karena terjadi pencampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang
sah
4.
Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang
yang alami, terutama bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya
kepada pasangan suami istri yang punya benihnya sesuai kontrak, tidak terjalin
hubungan keibuan secara alami.(QS. Luqman :14 dan Al-Ahqaf : 14).
Mengenai status anak hasil
inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah
dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi.[6]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !