1.1.Latar Belakang
Islam memiliki konsep negara,
pemerintahan dan kesejahteraan ekonomi yang komprehensif. Dalam
Islam institusi negara tidak lepas dari konsep kolektif yang ada dalam landasan
moral dan syariah Islam. Konsep ukhuwah, konsep tausiyah, dan konsep khalifah
merupakan landasan pembangunan institusi Islam yang berbentuk Negara. Imam Al
Ghazali menyebutkan bahwa agama adalah pondasi atau asas, sementara kekuasaan,
dalam hal ini Negara, adalah penjaga pondasi atau asas tadi. Sehingga ada
hubungan yang saling menguntungkan dan menguatkan (simbiosis mutualisme). Di
satu sisi agama menjadi pondasi bagi Negara untuk berbuat bagi rakyatnya menuju
kesejahteraan. Sementara Negara menjadi alat bagi agama agar ia tersebar dan
terlaksana secara benar dan efisien.
Nejatullah
Siddiqi menegaskan bahwa masyarakat tidak akan dapat diorganisir atau diatur
menggunakan prinsip-prinsip Islam kecuali menggunakan Negara sebagai media.
Dalam Islam ada beberapa ketentuan yang dijalankan oleh pemerintah dari sebuah
Negara seperti implementasi mekanisme zakat, ketentuan pelarangan riba, dan
implementasi undang-undang hudud (hukum pidana Islam). Pentingnya peran Negara
dalam efektivitas implementasi prinsip syariah pada setiap sisi kehidupan juga
disinggung oleh Yusuf Qordhowi dalam buku beliau yang berjudul Fikih Daulah,
dimana dalam buku beliau dijelaskan bahwa dengan adanya Negara maka diharapkan
risalah Islam dapat terpelihara dan berkembang termasuk di dalamnya akidah dan
tatanan, ibadah dan akhlak, kehidupan, dan peradaban, sehingga semua sector
kehidupan manusia dapat berjalan dengan seimbang dan harmoni baik secara materi
dan ruhani.
2.1. Fungsi Negara
Secara
garis besar fungsi Negara yang diungkapkan oleh Yusuf Qordhowi terbagi menjadi
dua yaitu:
1.
Negara
berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna
bahwa Negara harus menyediakan atau menjaga tingkat kecukupan kebutuhan minimum
dari masyarakat.
2.
Negara
berfungsi mendidik dan membina masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang
lingkup kerja Negara adalah menyediakan fasilitas infrastuktur, regulasi,
institusi sumber daya manusia, pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga
keilmuan yang luas dan mendalam serta menyeluruh (syamil mutakalimin) tersebut
berkorelasi positif pada pelestarian dan peningkatan keimanan yang telah
dimunculkan oleh poin pertama dari fungsi Negara ini.
2.2.
Peran Pemerintah
Dalam Pengembangan Ekonomi Rakyat[1]
Pemerintah memegang peranan penting di
dalam ekonomi Islam, karena kemajuan suatu negara dapat dilihat dari
kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Beberapa peran yang harus dimiliki oleh
pemerintah terkait dengan pengembagan ekonomi kerakyatan, diantaranya adalah
sebagai berikut
1.
Tanggung Jawab
Pemerintah Menyejahterakan Rakyat
Islam menentukan fungsi pokok negara
dan pemerintah dalam bidang ekonomi, yaitu menghapuskan kesulitan ekonomi yang
dialami rakyat, memberi kemudahan pada akses pengembangan ekonomi kepada
seluruh lapisan rakyat dan menciptakan kemakmuran. Al-Qur’an memaklumatkan visi negara dalam
bidang ekonomi ini :
”Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan
telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan
ditimpa panas matahari di dalamnya." (Thaha: 118-119)
Dalam kaitan ini, Imam Al-Ghazali
menguraikan tanggungjawab sosial ekonomi negara :
”Tanggungjawab
penguasa adalah membantu rakyat ketika mereka mengahadapi kelangkaan pangan,
kelaparan dan penderitaan, khususnya ketika terjadi kekeringan atau ketika
harga tinggi sampai rakyat mendapat penghasilan kembali, karena dalam keadaan
tersebut sulit bagi mereka memenuhi dua tujuan tersebut. Dalam kondisi tersebut negara harus memberi
makanan kepada rakyat dan memberikan bantuan keuangan kepada mereka dari kekayaan
negara supaya mereka dapat meningkatkan pendapatan mereka”.
Al-Mawardi
dalam kitabnya al-ahkam al-sulthaniyah menyebut beberapa tanggungjawab
pemerintah dalam bidang ekonomi :
a.
terciptanya
lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi.
b.
pemungutan pendapatan
dari sumber-sumber yang tersedia dan
menaikkan pendapatan dengan menetapkan pajak baru bila situasi menuntut
demikian.
c.
penggunaan
keuangan negara untuk tujuan-tujuan ya ng menjadi kewajiban negara.
2.
Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kebijakan Ekonomi Publik
Dengan menganalisis sumber utama
al-Qur’an dan al-hadis dengan ditambah studi pustaka, pada bagian ini penulis
memberanikan diri sebagai intelectual excercise menyusun prinsip-prinsip Islam
untuk kebijakan publik:
a.
Prinsip Hakikat
Kepemilikan pada Allah swt.
Bahwa alam
semesta beserta isinya termasuk manusia didalamnya adalah makhluk (ciptaan)
Allah SWT.
Oleh
karenanya hakikat kepemilikan bukan pada manusia akan tetapi milik Allah swt,
sedangkan manusia adalah pihak yang diberi amanah untuk mengelola, memelihara
dan memanfaatkan alam semesta ini untuk kemaslahatan seluruh ummat manusia.
Kepemilikan manusia diakui dalam Islam sebagai bagian hasil dari jerih payah
usahanya secara sah.
b.
Prinsip Sumber
Pengambilan Keputusan.
Pengambilan
keputusan kebijakan wajib bersandar pada Kitabullah dan Sunnatu Rasulullah saw.
Bila permasalahan memerlukan ketegasan
hukum yang secara langsung berkait dengan masalah tersebut tetapi belum dapat
ditemukan dalam Al-Qur’an maupun as-sunnah maka dipersilakan pada manusia untuk
melakukan ijtihad. Buah ijtihad haruslah
tidak bertentangan dengan syari’ah Allah swt.
c.
Prinsip
Musyawarah.
Kebijakan publik
haruslah melalui musyawarah dan mempertimbangkan keseluruhan aspek dan
faktor-faktor yang terkait dengan permasalahan tersebut secara komprehensif
dengan segala akibatnya.
d.
Prinsip Maqashid
Syariah.
Kebijakan
publik haruslah mempertimbangkan maqashid syariah.
e.
Prinsip Keadilan
dan Kemaslahatan.
Kebijakan
publik harus menjamin keadilan dan kemaslahatan bagi semua.
f.
Prinsip Kepemimpinan dan Kepatuhan
Bila
kebijakan telah diputuskan dengan musyawarah maka wajib bagi pemimpin untuk
mengeksekusi keputusan itu dan wajib pula bagi yang dipimpin untuk menunjukkan
kepatuhan dalam melaksanakan kebijakan itu.
g.
Prinsip Pertanggungjawaban.
Setiap
kebijakan atau tindakan apapun dan sekecil apapun akan diminta
pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak. Dan setiap kewajiban publik harus
pula dipertanggungdakwakan kepada publik karena menyangkut penggunaan kekuasaan
dan wewenang serta penggunaan aset yang diamanahkan kepada pengambil kebijakan tersebut.
2.3.
Praktik Penyelenggaraan
Kebijakan Ekonomi Dalam Pemerintahan Islam
Di dalam pemerintahan Islam dimasa Rasulullah
hingga para fukoha, praktik penyelenggaraan kebijakan ekonomi diatur dengan
sedemikian rupa melalui beberapa instrumen kelembagaan yang terkait seperti
penjelasan berikut:
1. Baitul Maal
Baitul Maal adalah institusi
moneter dan fiskal Islam yang berfungsi menampung, mengelola dan mendistribusikan kekayaan
negara untuk keperluan kemaslahatan ummat. Keberadaan baitul maal pertamakali
adalah sejak setelah turun wahyu yang memerintahkan Rasulullah untuk membagikan
ghanimah dari perang Badr.
”Mereka menanyakan
kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta
rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul[593], oleh sebab itu
bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang
beriman." (al-Anfal: 1)
Ketentuan
Allah tersebut menunjuk Rasulullah sebagai pihak yang berwenang membagikan
ghanimah dan menyimpan sebagiannya, yaitu seperlima bagian untuk diri dan
keluarganya serta anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil :
”Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka
sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di
hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
(al-Anfal:41)
Praktik
pengumpulan dan pendistribusian harta yang dilakukan Rasulullah inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal baitul maal.
Pada praktiknya, institusi pengumpulan dan pendistribusian harta dimasa
Rasulullah belumlah berupa organisasi yang kompleks, melainkan Rasulullah
dibantu oleh beberapa sahabatnya untuk mencatat pemasukan dan
pengeluarannya. Pada kenyataannya harta
baitul maal dimasa Rasulullah langsung dibagikan kepada yang berhak dan untuk
kemaslahatan ummat bahkan bagian dirinya dan keluarganya sendiripun seringkali
dilepaskan untuk yang lebih membutuhkan dan untuk kepentingan ummat. Salah
seorang sekretaris Nabi, Handhalah bin Syafiy meriwayatkan Rasulullah
bersabda :
”Tetapkanlah dan
ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya. Hal ini beliau ucapkan tiga kali. Handhalah berkata : ”suatu saat pernah tidak
ada harta atau makanan apapun padaku (di baitul maal) selama tiga hari, lalu
aku laporkan pada Rasulullah (keadaan tersebut). Rasulullah sendiri tidak tidur dan di sisi
beliau tidak ada apapun”.
Pada tahun pertama kekhalifahan Abu
Bakar, keadaan seperti itu berlangsung sama. Jika datang harta dari berbagai
daerah taklukan langsung dibawa ke Masjid Nabawi dan langsung dibagikan. Tetapi pada tahun kedua, pemasukan harta jauh
lebih besar sehingga Abu Bakar pun menjadikan sebagian ruang dirumahnya sebagai
pusat penampungan dan pendistribusian harta itu untuk kemaslahatan kaum
muslimin.
Di era kekhalifahan Umar bin Khathab,
perluasan kekuasaan wilayah Islam berkembang pesat. Persia dan Romawi berhasil
ditaklukan, maka semakin besar volume pundi-pundi kekayaan yang mengalir ke
Madinah. Khalifah Umar pun memerintahkan
untuk membangun tempat khusus sebagai tempat penampungan harta itu sekaligus ia
menyusun struktur organisasi untuk mengurus aktivitas baitul maal tersebut.
2. Institusi Bentukan Pemerintah Islam Di Masa Awal
Secara umum fungsi baitul maal adalah
membantu negara untuk memungut dan menampung harta yang menjadi hak masyarakat
muslim dari berbagai sumber mata pendapatan negara dan mendistribusikan kembali
kepada masyarakat. Tujuannya, adalah
jangan sampai kekayaan hanya berputar di segelintir orang kaya saja tetapi
terdistribusi secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat dan untuk
dibelanjakan untuk kemaslahatan ummat.
Fungsi dan tujuan itu terlihat nyata
dari bentuk struktur organisasi baitul maal dimasa Khlifah Umar bin
Kathab. Umar membentuk :
a.
Departemen
Pelayanan Militer.
Fungsi utama
departemen ini, adalah medanai aktivitas dan kebutuhan pasukan termasuk untuk
pembayaran gaji, pensiun dan jaminan masa depan keluarganya.
b.
Departemen
Kehakiman dan Eksekutif.
Tugas departem
pokok departemen ini, adalah membiayai aktivitas pelayanan hukum dan publik
termasuk membayar gaji para hakim dan pejabat negara sesuai dengan kecukupan
yang wajar agar mereka tidak melakukan praktik korupsi atau menerima suap.
c.
Departemen
Pendidikan dan Pelayanan Islam
Departemen bertugas
mendistribusikan pembiayaan untuk kebutuhan pencerdasan ummat dan aktivitas
dakwah termasuk pembayaran gaji guru dan juru dakwah serta keluarganya.
d.
Departemen Jaminan
Sosial.
Jaminan hidup bagi
anak-anak yati, kaum fakir dan miskin, janda-jand tua dan orang jompo, orang
cacat, pembiayaan pernikahan, persalinan dan jaminan kebutuhan hidup keluarga
yang tidak mampu dan untuk kemaslahatan ummat lainnya adalah menjadi tugas
utama departemen jaminan sosial ini.
Pada masa umar
pula struktur organisasi ini berkembang seiring dengan perkembangan
permasalahan yang terjadi, seperti pembentukan cabang-cabang baitul maal di
wilayah-wilayah taklukan, pembentukan sistim diwan, membentuk tim sensus
penduduk (nassab) untuk menentukan indeks kebutuhan dan jaminan sosial bagi
masyarakat.
3. Kebijakan Pemerintahan Islam Dalam Menetapkan Anggaran Pendapatan Negara[2]
Dari sumber-sumber mana pembiayaan
sektor publik dalam konsep Islam, akan dijawab dalam bab ini. Bila ditarik
kesimpulan umum dari yang akan didapat dari uraian pada bagian ini, adalah
begitu variatifnya sumber-sumber pendanaan yang dimiliki negara Islam untuk
menyelenggarakan operasional negara.
a.
Zakat, dalam
konteks ekonomi modern merupakan :
·
Instrumen
distribusi pemerataan pemenuhan kebutuhan primer. Dengan demikian, permintaan konsumsi
meningkat yang berdampak mendorong tingkat penawaran (produksi). .
·
Investasi dan
Penyerapan Tenaga Kerja
Stimulan zakat
membawa multiplier effect, yaitu bergairahnya iklim investasi. Korelasi lain zakat dan investasi adalah,
bila kekayaan tidak digerakkan dalam perekonomian maka kekayaan itu akan
tergerus nilainya oleh kewajiban zakat.
Oleh karenanya zakat dalam Islam merupakan faktor yeng mendorong kaum
muslim untuk melakukan investasi. ”Perdagangkanlah harta anak yatim sehingga
tidak dimakan zakat” (HR Ibnu Qudamah). Peningkatan investasi akan menyerap
tenaga kerja, mengurangi pengangguran yang selanjutnya akan meningkatkan
pendapatan masyarakat.
·
Pertumbuhan ekonomi
Instrumen zakat
mendorong pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok yang selanjutnya meningkatkan
permintaan konsumsi. Produsen akan
meningkatkan produksinya untuk merespon permintaan konsumsi tersebut dengan
mengembangkan investasinya. Bergairahnya
iklim investasi akan menyerap tenaga kerja yang berarti juga semakin mengurangi
angka pengangguran sampai dengan batas pengangguran alamiahnya. Pendapatan
perkapita ikut meningkat. Roda ekonomi masyarakat berputar semakin laju melalui
sektor riil. Secara teoritik dan empirik, ceteris paribus, zakat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan
peningkatan pertumbuhan secara stabil.
·
Keadilan sosial
Multiplier effect zakat tidak
berhenti pada bidang ekonomi tetapi juga berdampak positif pada pembentukan
kondisi sosial-politik. Dengan instrumen
zakat, masyarakat menjadi satu kesatuan dimana semakin mengecil dan tidak
mustahil akan melenyapkan social gap antara kaum yang memiliki akses
ekonomi yang lebih luas (aghniya) dan masyarakat ekonomi lemah (mushtadhafin),
karena kekayaan tidak lagi berputar diantara yang kaya saja tetapi
terdistribusi secara adil dan akses untuk mengembangkan kekayaan bagi
masyarakat terbuka luas. ”....supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (al-Hasyr: 7).
Sumber-sumber
zakat, adalah :
·
Emas dan Perak
·
Hewan Ternak
·
Perdagangan
·
Hasil Pertanian
(Tanaman dan Buah-buahan)
·
Zakat Temuan dan
Tambang
·
Pengembangan
Sumber-sumber Zakat di Zaman Modern, seperti profesi yang tidak
memperdagangkan suatu barang tertentu tetapi ia mendapatkan kekayaan dari
keahliannya dalam bidang tertentu (konsultan, manajer, dokter, akuntan dsbnya),
komoditi perdagangan pertanian dan peternakan yang kitab fiqih tidak
memasukannya sebagai obyek zakat tetapi dizaman modern ini memiliki nilai
tinggi, seperti tanaman anggrek atau tanaman hiasa lainnya, peternakan ikan
baik untuk dikonsumsi maupun diperjualbelikan sebagai hiasan, serta
komoditi-komoditi perhiasan lainnya seperti bebatuan alam dan sebagainya. Begitu pula badan hukum yang mendapatkan keuntungan dari
kegiatan bisnisnya dapat dikenakan pajak.
- Wakaf
- Anfal (Ghanimah)
- Fa’i
- Khumus
- Kharaj (Pajak Bumi)
- Jizyah (Pajak Stabilitas Keamanan)
- Nawaib/Daraib
- ’Usyur (Bea Dan Cukai)
- Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Aset Negara
- Harta Sitaan
Setiap harta yang
diperoleh dengan cara yang melanggar syari’ah akan disita oleh negara dan
dimasukkan dalam baitul maal. Yang
termasuk dalam harta sitaan adalah :
1).
Harta Ghulul,
yaitu harta yang didapat dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat
negara, seperti : dari suap, hadiah atau hibbah kepada pejabat negara, harta
yang diperoleh dari memeras dengan kekuasaan, komisi yang diberikan pejabat
karena meluluskan sesuatu dan korupsi.
2).
Harta yang
diperoleh dengan cara haram, seperti didapat dari usaha yang menggunakan riba
dan berjudi . Harta riba wajib dikembalikan kepada
pemiliknya, bila diketahui pemiliknya akan tetapi bila tidak diketahui harta
tersebut dimasukkan kedalam baitul maal.
Riba diharamkan oleh al-Qur’an (lihat 2: 275, 278-279) demikian juga
judi, diharamkan. (lihat: 5: 90-91)
3).
Harta yang diperoleh
dari denda sebagai sanksi oleh karena perbuatan dosa, melanggar undang-undang
atau sebagai sanksi administratif.
4).
Harta orang
murtad. Kepada orang murtad, bila
setelah diperingatkan untuk bertaubat dalam tempo tiga hari, tetapi tidak
melakukannya maka sanksi hukum untuk mengeksekusi dan diambil hartanya dan dimasukkan dalam pos fa’i dan kharaj.
Harta warisan dari orang murtad tidak dapat diwariskan kepada keturunannya
meskipun muslim dan demikian juga sebaliknya seorang muslim yang wafat tidak dapat
mewariskan hartanya kepada keturunannya yang murtad, maka hartanya jatuh ke
baitul maal. Rasulullah menegaskan :
”Orang kafir tidak mewarisi orang muslim, demikian juga orang muslim tidak
mewarisi orang kafir”. (HR Mutafaqun alaihi)
- Amwal Fadhla
- Pinjaman
Bila keadaan
mendesak dan pos pendapatan negara tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri maka pemerintahan Islam dapat berhutang
kepada pihak-pihak lain dengan tanpa riba.
Dalam sejarah, pemerintahan Islam hanya pernah dua kali meminjam, sekali
di masa Rasulullah dan sekali lagi di masa Khalifah Umar bin Khathab. Pemerintahan Islam dapat membuat skema bagi
hasil dengan mekanisme mudharabah, musyarakah atau murabah untuk menarik
investasi pembiayaan belanja negara yang saling menguntungkan.
4. Kebijakan Pemerintah dalam
Menetapkan Alokasi Anggaran Belanja Negara
- Sistim Anggaran Belanja[3]
Sistim anggaran belanja pemerintah di masa
periode awal Islam ditentukan oleh jumlah pendapatan yang tersedia. Berdasar jumlah pendapatan negara itu
ditentuk anggaran pengeluaran. Kesimpulan lain dari pola kebijakan anggaran
belanja di era wal Islam, disebutkan M.A. Manan, ”tidak berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi”. Kesimpulan
kedua ini hemat penulis belumlah final, terbuka lebar untuk diperdebatkan.
Mengingat terminologi yang dipergunakan al-Qur’an maupun yang ditunjukkan as-Sunnah bahkan realitas
sejarah terutama di masa kekhalifahan Umar membuktikan anggaran belanja
pemerintah tidak hanya habis untuk sekedar menutupi kebutuhan ekonomi
masyarakat tetapi justru memperluas akses ekonomi untuk seluruh lapisan
masyarakat dan mendorong pertumbuhan investasi. Sekedar menunjuk bukti sejarah,
adalah kebijakan Khalifah umar bin Khathab yang memerintah Amr Bina Ash, selaku
Gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga aktiva baitul maal untuk
pembangunan infra struktur, seperti
pembangunan kanal antara Kairo dan dan Pelabuhan Suez dan membangun dua pusat
bisnis internasional di kota Kufah dan Basrah dengan tujuan memperlancar
aktivitas perdagangan internasional.
Permasalahan utama yang perlu mendapat porsi
pembahasan yang memadai, adalah menimbang perkembangan sosial ekonomi politik
yang telah sangat berbeda maka sistim anggaran yang bagaimana yang sesuai
dengan Islam ?
1).
Alternatif Sistim
Anggaran Belanja Negara di Era Modern
Ekonomi modern memperkenalkan empat model
anggaran belanja negara. Yaitu : pertama, anggaran belanja berimbang
dimana penerimaan dan belanja negara adalah sama. Kedua, anggaran
belanja surplus, yaitu penerimaan lebih besar daripada pengeluaran. Ketiga,
anggaran belanja defisit, yaitu anggaran yang menunjukkan lebih besar pasak
daripada tiang. Keempat,
perkembangan terakhir dari sistim anggaran yang ditawarkan oleh para
ahli ekonomi untuk mengefektifkan sistim anggaran, adalah anggaran berdar
program dan prestasi kerja.
Sistim anggaran berimbang oleh banyak ekonom
telah dipandang ortodoks oleh karenanya kecenderungan setelah alternatif
kebijakan anggaran berimbang adalah kebijakan yang berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi.
Realitas
sejarah menunjukkan pada kita, Rasulullah hanya sekali menerapkan anggaran
defisit, yaitu ketika jatuhnya kota Mekah.
Hutang negara segera dibayar sebelum genap satu tahun, yaitu setelah
perang Hunain. Selanjutnya pemerintahan
Islam mengambil menerapkan kebijakan anggaran surplus. Tetapi, kita tidak dapat
mengambil kesimpulan begitu saja bahwa anggaran defisit tidak bisa atau
sebaiknya dihindari untuk diterapkan dalam suatu negara Islam. Realitas yang kita hadapi sudah sedemikian berubah
dengan masa Islam awal, mayoritas negeri Islam memiliki sumber dana domestik
yang kurang dari memadai untuk menutupi kebutuhan pembangunan ekonominya.
Kebutuhan pembiayaan belanja negara yang lebih besar dari pos penerimaannya,
sementara pemerintah enggan mengambil kebijakan fiskal dengan menaikan pajak
memaksa pembiayaan belanja negara tersebut didanai dari pembiayaan
defisit. Solusi inipun bukan tidak
mengandung masalah, karena illegalitas meminjam dengan bunga.
Realitas kemampuan ekonomi mayoritas
negara Islam yang kurang mampu membiaya anggaran belanjanya, adalah tidak
mungkin menerapkan anggaran belanja surplus, seperti yang dianjurkan dalam
beberapa literatur.
Dilematika persoalan pilihan
alternatif sistim anggaran inilah yang akan dikemukan dalam bagian akhir
makalah ini.
2).
Dimensi
Kemaslahatan Ummat dalam Pilihan Sistim Anggaran Belanja
Sistim anggaran belanja yang efektif tidak
sekedar fokus pada pengeluaran pembiayaan tetapi terselenggara dan tercapainya
target-target yang direncanakan.
Kaidah-kaidah Islam yang berkaitan dengan
kebijakan ekonomi publik bertujuan mengendalikan pengelolaan anggaran secara
efektif dan efisien. Kaidah Islam dalam
bidang mu’malah, satu sisi terumuskan secara mujmal dan bersifat prinsip, sisi lain bersifat
teknis yang bersifat lentur (flesible) sehingga dimungkinkan penggunaan
ijtihad.
b) Kaidah
Menentukan Kebijakan Publik
Secara umum, Islam mengemukakan kaidah dalam menentukan
kebijakan ekonomi publik, sebagai berikut :
·
Pembelanjaan
anggaran berorientasi pada kemaslahatan publik.
·
Alokasi anggaran
belanja fokus pada skala prioritas dan pada hal yang mubah dan tidak ada alasan
rasional apapun yang dapat diterima untuk pembiayaan yang diharamkan Allah SWT.
·
Menghindari masyaqoh
(kesulitan) dan mudharat lebih
utama daripada melakukan perbaikan.
·
Untuk menghindari
kerugian, pengorbanan atau mudharat bagi publik maka kepentingan individu atau
sekelompok orang dapat dikorbankan.
·
Yang mendapat
manfaat harus bersedia menanggung beban dan resiko (algiurmu bil gunmi).
·
Bila untuk
menegakkan sesuatu yang wajib, dipersyaratkan oleh sesuatu yang lain, yang
tanpanya kewajiban itu tidak dapat ditunaikan maka sesuatu itu menjadi wajib”.
Berdasar orientasi kemaslahatan publik maka anggaran
defisit untuk konteks negara memiliki pos penerimaan yang lebih sedikit dari
pos pengeluarannya, kebijakan anggaran defisit dapat menemukan alasan yang
cukup kuat, yaitu bila ternyata dengan pembiayaan defisit itu memacu
pertumbuhan ekonomi secara merata, meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin dan
menciptakan peluang kerja yang lebih luas.
Penerapan kebijakan anggaran defisit ini harus diperhitungkan dengan
cermat, jangan sampai pembiayaan belanja negara itu hanya akan meningkatkan GNP
tetapi tidak berdampak positif secara
signifikan terhadap pemerataan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat
miskin, bahkan sebaliknya kebijakan pembiayaan belanja itu hanya akan
menguntungkan kelompok masyarakat aghniya.
Pembiayaan defisit dapat bersumber pada investasi bagi
hasil dengan skema mudharabah, musyarakah, murabaha, atau skema lainnya yang
legalitasnya tidak berbenturan dengan kaidah pokok. Maka, dapat saja pemerintah mengundang
investasi asing untuk menggenapi defisit anggaran sepanjang berdampak positif
dan dominan bagi kemaslahatan publik.
Sesungguhnya sektor hukum mu’amalah memiliki daya lentur
yang membuka peluang besar untuk berijtihad, seperti yang telah dilakukan para
Khulafaur Rasyidin dan para ulama Islam di abad pertengahan. Zakat, misalnya merupakan sumber pendapatan
yang sangat luar biasa bagi negara.
Apabila negara dapat mengelola zakat ini sebagai bagian dari kebijakan
strategis negara, tidak lagi membiarkan pengelolaan zakat oleh
individu-individu atau institusi masyarakat secara terpisah dengan kebutuhan
anggaran negara maka sebagian defisit
anggaran negara dapat ditutupi oleh sektor pendanaan yang tiada pernah habis
ini oleh karena sifatnya yang diwajibkan oleh syari’ah. Besaran zakat yang
tidak pernah disebutkan secara pasti dalam al-Qur’an dalam keadaan tertentu
dapat saja dikenakan lebih besar terhadap kaum aghniya yang selama ini
diuntungkan lebih besar dari berbagai kebijakan negara.
Sektor pendapatan sumber alam yang selama ini dikelola
pihak asing dan lebih menguntungkan investor asing, harus dikaji ulang dengan
perhitungan dan kebijakan sosial politik ekonomi yang lebih memihak pada kemaslahatan
ummat. Kekayaan alam di negara-negara
Islam tersedot habis ke negara-negara maju yang memiliki kemampuan keahlian dan
teknologi pengelolaan sumber daya alam.
Realitas ini menunjukkan untuk mengambil kebijakan yang sinkron antara
kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang, antara kebutuhan fiansial jangka
pendek dan pemeliharaan serta pemanfaatan kekayaan alam untuk masa depan
generasi bangsa.
Dalam kaitan itu, kebijakan yang cenderung pada peningkatan
kualitas sumber daya manusia harus mendapat skala prioritas tinggi disamping
pembiayaan kebutuhan jangka pendek karena memberikan efek multiflier yang
sangat signifikan. Keunggulan
negara-negara maju oleh karena keunggulan sumber daya manusia dan tanda-tanda
kehancuran negara-negara maju juga oleh karena kehancuran akhlak (sosial
budaya) masyarakatnya. Realitas menunjukkan ketersediaan kekayaan alam ternyata
tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat karena tanpa kemampuan dan kualitas
sumber daya manusianya.
Realitas sejarah juga menunjukkan sumber-sumber
pendapatan negara Islam memiliki variasi yang lebih banyak dan memberikan
kontribusi yang tetap dan sisi pembelanjaannya menciptakan kondisi sosial
politik dan ekonomi yang stabil yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik. Kenyataan ini sesungguhnya
merupakan manifestasi dari totalitas komitmen generasi awal Islam terhadap
agamanya sendiri, ad-Diin al-Islam yang kemudian mewujud dalam bentuk
profesionalisme (akhlak) bekerja serta
keberanian untuk berpihak pada kemaslahatan ummat ketimbang orientasi
kekuasaan dan kenikmatan kontemporer yang disuguhkan dunia.
Sedangkan sistim anggaran berbasis program dan prestasi,
yang dalam belakangan terakhir ini dipublikasikan dapat lebih efektif dan efisien
untuk negera-negara berkembang tidaklah cocok, karena persyaratan penerapan
kebijakan anggaran ini adalah kelangkapan dan akurasi data untuk mengukur
satuan biaya untuk setiap rencana program.
Kemampuan manajemen dan administrasi pemerintahan pada umumnya negara
Islam masih sangat minim.
c) Pos
Alokasi Anggaran Belanja
Alokasi anggaran belanja negara tidak terlepas dari
tanggungjawab negara yang telah dibahas pada bab awal dalam tulisan ini. Tanggungjawab negara merupakan refleksi dari
persoalan sosial ekonomi politik yang berkembang dan skala dharuriyahnya. Berdasar analisis sejarah dan informasi
literatur tentang distribusi aset negara yang dilakukan baitul maal, maka anggaran belanja dalam negara Islam,
dialokasikan sebagai berikut :
·
Pemenuhan
Kebutuhan masyarakat miskin. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, anggaran belanja diambil dari mata
anggaran zakat, ghanimah dan fa’i.
·
Belanja Pertahanan
dan Pasukan Militer. Anggaran dan termasuk pula membayar jaminan pensiun
pasukan beserta keluarga yang ditinggalkan. Pembiayaannya
berasal dari pos ghanimah, fa’i dan zakat.
·
Pelayanan
Administrasi. Semua operasionalisasi
negara untuk pelayanan publik dengan kompleksitas administrasinya dan
pembayaran gaji para aparatur negara,
seperti hakim, guru, gubernur, dan pejabat negara lainnya diambil dari pos
fa’i.
·
Jaminan Keamanan
Sosial (social security). jaminan sosial merupakan pemberian jaminan
untuk mencukupi kebutuhan hidup minimal secara kultural yang layak. Jaminan sosial yang diberikan baitul maal
ditujukan kepada para fakir dan miskin, anak-anak yatim, para janda, para
lansia, orang cacat bahkan kepada non muslim yang tidak mampu, lemah, cacat
atau lanjut usia.
·
Pensiunan dan
bantuan keuangan untuk para pejuang dan warga senior yang banyak berjasa pada
Islam.
·
Pendidikan. Setiap program pencerdasan bangsa dan
penyebaran dakwah Islam ke berbagai wilayah dibiayai oleh keuangan publik
(baitul maal).
·
Proyek-proyek
pembangunan seperti pra sarana dan sarana kepentingan publik : jalan raya, pengairan
lahan pertanian, penerangan, infrastruktur transportasi, dan proyek-proyek
pembangunan lainnya yang dibutuhkan publik dan mendorong pengembangan
kesejahteraan ekonomi sosial maka menjadi sasaran pembiayaan belanja negara.
d) Klasifikasi
Alokasi Anggaran Belanja
Secara umum, alokasi anggaran belanja pemerintahan Islam,
dapat diklasifikasikan menjadi :
·
Belanja kebutuhan rutin operasional pemerintahan,
mencakup belanja pemenuhan kebutuhan masyarakat, operasional roda pemerintahan
dan jaminan sosial.
·
Belanja Umum,
mencakup pengadaan fasilitas dan barang publik dan pembangunan infrastruktur
sosial lainnya.
·
Belanja Proyek
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pembiayaannya proyek
peningkatan kesejahteraan rakyat ini bisa melalui subsidi atau bantuan
langsung.
Daftar Pustaka
Karim, Adiwarman Azwar,
2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pustaka Palajar
Mannan, Muhammad Abdul.
1993. Islamic Economic : Theory and Practice (Ekonomi Islam : Teori
dan Praktek), terj. Nastangin, Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf
Qardhawi, Yusuf. 1997. Daurul
Qiyam wa al-Akhlak fi al-Iqtishad al-Islami (Peran Nilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam), terj. Didin Hafidhuddin dkk., Jakarta, Robbani Press
Rahman, Afzalur, 1995, Economic
Doctrines of Islam (Doktrin Ekonomi Islam II), terj. Soeroyo dan Nastangin, Yogyakarta,
Dana Bhakti Wakaf
[1] Merujuk pada karya :
Op cit, Dr. S. Waqar Ahmed
Husaini, hal 290-319.
Ir. H. Adiwarman A. Karim,
“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, Jakarta, Rajawali Pers, 2004.
Op cit, Dr. Sabahuddin
Azmi, hal. 59-87.
MA Manan, ”Islamic
Economic : theory and Practice”, (terjemahan), Jakarta, Intermasa, 1992, hal. 357-364.
[2] Taqiyuddin an-Nabani, “Membangun Sistem Ekonomi
Alternatif dalam Perspektif Islam”, Surabaya,
Risalah Gusti, 1996, hal. 253-270
Op cit, Abdul Q Zallum, hal 16-192.
Jusmaliani dan M Soekarni (editor), “Kebijakan
Ekonomi Dalam Islam”, yogyakarta, kreasi Wacana Yogya, 2005, hal. 143-174
Op cit, MA, Manan, hal 234-238
Dr. M. Umer Chapra, ”Islam dan
Tantangan Ekonomi”, Jakarta, Gema Insani pres dan Tazkia, 2000, hal. 113-146,
262-278
Op cit, Dr. sabahuddin Azmi, 180-220
Op
cit, MA Manan, 367-396
Op cit,
Taqiyuddin an-Nabani, hal. 267-270
Saya Ikmaludin Husnah dan saya mengambil saya keluar waktu untuk bersaksi tentang ibu Amanda karena dia akhirnya menawarkan saya.
ReplyDeleteSaya dan suami saya masuk ke utang yang sangat besar dengan Bank dan kami mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman yang berbeda tetapi semua datang ke sia-sia. Sebaliknya mereka masuk kami ke lebih banyak utang, meninggalkan kami bangkrut sampai aku datang dengan ibu Amanda, yang menawarkan pinjaman. Sekarang kita memiliki akhirnya menetap utang kami dan memulai bisnis baru dengan uang kiri dari pinjaman. Anda dapat menghubungi dia kemarin untuk pinjaman apapun, dan jumlah.
Hubungi Ibu Amanda melalui email berikut. amandaloans@qualityservice.com atau amandarichardson686@gmail.com atau Anda hanya dapat menghubungi saya melalui email saya untuk lebih lanjut lebih petunjuk ikmahusnah@gmail.com
Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
ReplyDeleteSITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!