I.
PENDAHULUAN
Dengan
pesatnya penemuan-penenemuan teknologi modern, mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam peradaban manusia, hal itu
bertujuan untuk kemanfaatan kehidupan dan kepentingan umat manusia dengan
segala konsekuensinya. Salah satu kemajuan ilmu didalam peradaban manusia yaitu
kemajuan ilmu kedokteran. Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan
kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan,
pengurangan, penderitaan pasien, bahkan perhitungan saat kematian seorang
pasien yang mengalami penyakit tertentu dapat dilakukan secara cepat, tetapi
kemajuan di bidang ilmu kedokteran tidak mustahil akan mengundang permasalahan
yang pelik dan rumit, misalnya apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada
kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan,
apakah seseorang boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi
hidupnya? apabila segala upaya yang dilakukan akan sia-sia atau bahkan dapat
dituduhkan suatu kebohongan, karena disamping tidak membawa kesembuhan,
keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana yang banyak atau bahkan
lebih berbahaya jika dibiarkan karena penyakit yang diderita adalah penyakit
yang menular penyakit Seperti AIDS.
Salah
satu yang masalah penting yang terpengaruh kemajuan teknologi adalah praktek
euthanasia. Euthanasia yang secara sederhana membantu seseorang untuk mati agar
terbebas dari penderitaan yang sangat, dan juga praktek euthanasia menggunaakan
peralatan kedokteran terhadap pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
di sembuhkan, tindakan eutahasia ini dilakukan atas permintaan pasien itu
senditiatau keluarganya.
II.
LANDASAN
HUKUM
1.
Al-Qur’anwur*
Dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. ( Al- Bagarah :
195 )
Dan janganlah
kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.( An-Nisa’ : 29 )
Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar ,demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya). (
Al-An’an : 151 )
2.
Hadis
عن أبي هريرة رضي الله
عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ
تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى
فِيْهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ
نَفْسَهُ فَسُمُّهُ فِىْ يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِىْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا
مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ
فِىْ يَدِهِ يَجَأُ بِهَا فِىْ بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا
فِيْهَا أَبَدًا
) رواه البخاري (
"Barang
siapa menjatuhkan dirinya dari atas gunung sehingga dia mati, maka kelak di
neraka Jahanam dia akan menjatuhkan dirinya selama-lamanya. Barang siapa yang
menghirup racun sehingga dia mati, maka kelak di neraka Jahanam racun itu akan
ada di tangannya dan dia akan menghirupnya untuk selama-lamanya. Dan barang
siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka kelak di neraka Jahannam besi itu
akan ada di tangannya dan dia akan menusuk-nusukkannya ke perutnya untuk
selama-lamanya." (HR. Bukhari).
III.
PEMBAHASAN
Dalam
istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau yang akan
dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat
kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang
kematiannya.[1]
Euthanasia
biasa dilakukan dengan alasan bahwa pengobatan yang diberikan kepada pasien
hanya memperpanjang penderitaanya saja, dan pengobatan itu tidak mengurangi
penyakit yang diderita yang memang sudah parah.
Dalam
praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan
euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian
pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan
diberikan pada saat keadaan pasian sudah sangat parah atau pada stadium akhir
yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau
bertahan lama. Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker
ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering pingsan. Dalam
hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter
memberikan obat dengan takaran tinggi yang dapat menghilangkan rasa sakitnya,
tetapi menghilangkan pernafasannya sekaligus.
Sebaliknya
euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang
sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan .
Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien dengan alasan
fungsi pengobatan sudah tidak ada gunanya lagi. Contoh euthanasia pasif,
misalnya penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam
kedaan koma disebabkan benturan pada otak. Dalam keadaan demikian ia hanya
mungkin dapat hidup dengan mempergunkan alat pernafasan, sedangkan dokter ahli
berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernafasan
itulah yang memompa udara kedalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernafas
secara otomatis. Jika alat pernafasan tersebut dihentikan, amaka pasien tidak
dapat melanjutkan pernafasannya sehingga memudahkan proses kematiannya.
Menurut
deklarasi Lebanon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan
merupakan hak bagi setiap pasien yang menderita sakit yang tidak dapat
disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia
karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran
bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien yang menderita sakit.
Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain berarti melanggar kode
etik kedokteran itu sendiri.[2]
Menurut
pandangan syariat islam euthanasia aktif diharamkan karena termasuk dalam
kategori pembunuhan sengaja, walaupun niatnya baik meringankan penderitaan
pasien, namun hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien itu sendiri.
Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu
kasihan melihat penderitaan pasien sehingga dokter memudahkan kematiannya.
Alasan ini hanya melihat aspek lahiriyah saja.
Adapun
euthanasia pasif sebagaimana yang telah
kemukakan oleh Yusuf Al-Qaradhawi adalah memudahkan proses kematian dengan cara
pasif. Dalam artian disini tidak didapati tindakan aktif dari seorang dokter
untuk mengakhiri hidup si sakit, melainkan hanya membiarknnya tanpa memperoleh
pengobatan. Hampir sama dengan eutanasia aktif hanya saja disini si dokter
tidak memberikan si sakit obat-obatan yang dapat mempercepat kematian si
sakit, melainkan hanya membiarkannya
saja tanpa memperoleh pengobatan.[3]
Pengobatan
ataupun berobat hukumnya adalah mustahab atau wajib apabila penderita dapat
diharapkan kesembuhannya. Apabila penderita sakit diberi berbagia macam cara
pengobatan dengan cara meminum obat, suntikan, diberi makan glukose dan
sebagianya, atau menggunakan alat pernafasan buatan dan lainnya sesuai dengan
penemuan ilmu kedokterna modern dalam waktu yang cukup lama, tetapi penyakitnya
tetap saja tidak ada perubahan, maka melanjutkan pengobatannhya itu tidak wajib
atau sunnah. Jika demikian, tindakan pasif ini adalah jaiz dan dibenarkan
syara’ bila keluarga penderita mengizinkannya dan dokter diperbolehkan
melakukannya untuk meringankan si sakit dan keluarganya[4]
Lalu
bagaimana hukum euthanasia bagi penderita AIDS ?, AIDS itu sendiri merupakan
jenis penyakit yang hingga kini belum diketahui penangkal atau obatnya. Jika
seseorang dihinggapi penyakit ini, seluruh kekebalan tubuhnnya semakin lama
akan semakin menurun, perlahan tapi pasti hingga akhirnya ia akan menuju kepada
kematiannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Euthanasia bagi penderita AIDS tidak boleh . Penderita HIV/AIDS yang meninggal
dunia wajib diurus sebagaimana layaknya jenazah (dimandikan, dikafani,
dishalati dan dikuburkan). Cara memandikannya hendaknya mengikuti petunjuk
Departemen Kesehatan tentang pengurusan jenazah, yaitu dengan menggunakan
peralatan yang terdiri atas penutup kepala, masker, penutup hidung, sarung
tangan, pakaian steril, dan sepatu bot. Meski cara memandikannya tetap sama
namun, terhadap jenazah penderita AIDS tidak boleh dipangku, dan pastikan bahwa
air bekas memandikan jenazah langsung mengalir ke got atau saluran pembuangan.
IV.
KESIMPULAN
Eeutanasia
adalah tindakan memudahkan kematian si sakit dengan sengaja tanpa merasakan
sakit kare na kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit,
baik dengan cara positif maupun negatif. Berdasarkan definisi di atas maka
dapat kita ketahui bahwasanya eutanasia itu terbagi menjadi dua, eutanasia
positif (aktif) dan negatif (pasif). Eutanasia aktif sama saja dengan
mendahului kehendak Tuhan dan hukumnya adalah tidak boleh karena hukunya sama dengan pembunuhan, sedangkan pembunuhan
adalah hal yang diharamkan dalam agama Islam. Eutanasia pasif hukumnya adalah
jaiz atau boleh saja asal ada izin dari pihak keluarga dan si sakit sudah tidak
ada kemungkinan lagi untuk sembuh serta obat-obatan yang diberikan kepadanya
menurut pandangan medis tidak dapat bereaksi lagi terhadap si sakit.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah. Oleh sebab itu, kritik dan saran kami harapkan agar
penyusunan makalah selanjutnya lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
[1] M Ali Hasan, MasailFiqhiyah
Al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, ( Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1995 ) hlm. 145
[2] Setiawan Budi Utomo, Fiqih
Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer Hukum Islam, ( Jakarta: Gema
Insani Press, 2003 ) hlm. 178
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, ( Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung, 1994 )hlm. 163-164
[4] Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa
Kontemporer jilid II, ( Jakarta : Gema Insani, 1995 ), hlm 749
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !