I.
PENDAHULUAN
Dalam
dua dekade terakir ini pertambahan dramatis jumplah anak yang di identifikasi
menderita gangguan kesehatan mental masa anak mrupakan salah satu petunjk dari
ada nya tekanan yang meningkat yang membebani anak anak di masa sekarang. Beban
ini tampak lebih besar kepada anak usia dini di bandingkan anak yang usia lebih
tua dikarenakn anak usia dini belum mampu untuk mendemontrasikan atau belum
mampu mengemukakan masalah mereka dengan memuaskan secara Verbal.
Berbagai
bentuk pesikoterapi dan bimbingan konseling baik tersendiri maupun bersama obat
tampaknya jauh lebih memberikan harapan untuk membantu menuntaskan permasalah
terutama waktu masih usia dini. Untuk mengembangkan mental yang baik perlu
adanya terapi bermain bagi anak yang sekarang semakin terpinggirkan .
Apa
bila suatu hari kita mengunjungi taman penitipan anak ,maka kita dapat
mengamati adanya perbedaan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak terhadap
kemampuan fisik.
Pendidikan
pada dasarnya tidak melulu menghabiskan waktu di dalam bangku sekolah
formal.akan tetapi pendidikan juga bisa diperoleh disaat bermain dan belajar.
Rata –rata anak kecil cenderung menyukai sebuah permainan. Dalam hal ini lah
permainan mempunyai titik sentral untuk perkembangan seorang anak. Kaerena ini
lah fungsi permainan bagi anak adalah merangsang pertumbuhan, perkembangan
maupun kecerdasan dasar seorang anak.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Hakekat bermain
bagi anak
2.
Perkembangan
fase bermain
3.
Karakteristik
bermain edukatif
III.
PEMBAHASAN
1.
Hakekat
bermain bagi anak
A. Pengertian
bermain
Bermain adalah
kegiatan yanga anak-anak lakukan
sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidupdan hidup adalah bermain (Mayesty,1990:196-197). Anak usia dini tidak
membedakan antara bermain belajar dan bekerja. Anak – anak umum nya menikmati
permainan dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki
kesempatan untuk bermaian.
Piaget
dalam Mayesti (1990:42) mengatakan
bahwa bermain adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan akan menimbulkan
kesenangan, kepuasan bagi diri sendiri, sedangkan Parten dalam Dockett dan Fleer (2000:14) memandang
bahwa bermain adalah sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui bermain
dapat memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasai dan belajar secara me nyenangkan.[1]
Emmy Budiati
(2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akn
merasa senang, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sufah ada (inhem) dalam
diri anak. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai keterampialan dengan
senang hati, tanpa merasa di paksa atau pun ter paksa ketika kegiatan bermain. Bermain mempunyai
banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih
siap menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya di tentukan
oleh skor tunggal yang di ungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak
juaga memiliki sejumplah kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan
kemampuan.
Contohnya ketika
menolong teman tidak saling berebut dan bertengkar kesediaan berbagi dan
kedisiplinan, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Sebagai mana
plato dan Aristoteles, frobel menganggap jika bermain sebagai legiatan yang
mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk meningkatkan
ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak.
Bermain juga berfungsi sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga
seseorang setelah lelah bekerja dan dihinggapi rasa jenuh. [2]
Jadi jika sejak
awal perkembangan nya anak di kondisikan pada bidang yang di minatinya maka
anak akan semakin meningkat pengetahuan nya akan bidang yang ditekuni telak.
Sedangkan Frobel berdasarkan pengalaman nya sebagai pengajar, lebih menekan kan
pentingnya bermain dalam belajar, dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun
mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian kepada anak
dan mampu untuk mengembangkan pengetahuan mereka.
B. Tujuan
bermain
Pada dasrnya
bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan
optimal anak usia dini melalui bermain yang kreatif, interaktif dan
terintregrasi dengan lingkungan bermain
anak.
Elkonin
dalam Catron dan Allen (1999:163) salah seorang murid dari Vygodsky menggambarkan empat prinsip bermain yaitu.
a) Dalm
bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam
rangka mengetahui tujuan yang kompleks
b) Kemampuan
untuk menempatkan perspektif orang lain
melalui aturan – aturan dan menegosiasikan aturan bermain.
c) Anak menggunakan suatu replika untuk menggantikan prodak nyata
lalu mereka menggantikan suatu prodak yang berbeda, kemampuan menggunakan
simbul termasuk kedalam perkembangan berfikir abstrak dan imajinatif.
d) Kehati
–hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu mengikuti aturan
permainan yang telah di tentukan bersama teman lain nya.
Untuk mendukung hal tersebut
seorang anak mampu melakukan pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan
anak tersebut atau yang bisa di sebut dengan bermain sosiodrama bermain pura –
pura atau bermain drama.
Beberapa tujuan
dari bermain dan permainan anak sebagai berikut
a. Menanamkan
kebiasaan disiplin dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari- hari.
b. Melatih
sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman, menujukkan kepedulian.
c. Menanamkan
budipekerti yang baik.
d. Melatih
anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin tahu yang besar.
e. Melatih
anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan tuhan.
f. Melatih
anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar seperti salah, benar,
jujur, adil dan fair.
C. Fungsi
bermain
Pada
awal abad yang lalu, Sigmund Freud
sudah mengemukakan bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya dorongan –
dorongan instingtual anak dalm meringankan snak pada beban mental. Kegiatan bermain
merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan untuk mengulan ulang pelaksanan
dorongan – dorongan itu dan juga reaksi – reaksi mental yang mendasarinya .
Wolfgang
dan wolfgang (1999:32-37) berpendapat
bahwa terdapat sejumplah nilai- nilai dalam bermain (the value of play) yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan
sosial, emosional, koknitif .dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang
memiliki dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di identifikasikan
bahwa fungsi bermain antara lain:
a. Berfungsi
untuk mencerdaskan otot pikiran.
b. Berfungsi
untuk mengasah panca indra.
c. Berfungsi
sebagai media terapi.
d. Berfungsi
untuk memacu kreatifitas.
e. Berfungsi
untuk melatih intelektual.
f. Berfungsi
utuk menemukan sesuatu yang baru.
g. Berfungsi
untuk melatih empati.[3]
2.
Perkembangan
fase bermain
Beberapa hal untuk mengetahui tentang
proses perkembangan anak adalah proses pertumbuhan dan perkembangan
anak berlangsung
secara teratur, saling terkait dan berkesinambungan. Secara umum karakteristik
perkembangan anak adalah:
Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara
bersamaan dan berkorelasi. Sebagai contoh: pertumbuhan anak serat syaraf otak
dan akan disertai oleh perubahan fungsi dari suatu perkembangan
intelegensianya.Pembangunan ini memiliki pola yang teratur dan urutan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan menentukan tahap berikutnya
dari pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh: sebelum anak bisa berjalan,
ia harus mampu bangun pertama.[4]
Dalam bermaian, anak belajar untuk
berinteraksi dengan lingkungan dan orang yang ada di sekitarnya. Dari interaksi
dengan lingkungan dan orang di sekitarnya maka kemampuan untuk ber sosialisasi
anak pun akan semakin bertambah dan berkembang.pada usia 2 hingaga 5 tahun,
anak memiliki perkembangan bermain dengan teman bermainnya.
Berikut ini ada enam tahapan
perkembangan bermaian pada anak menurut Parten
dan Rogersdalam Dockettdan Fleer (1992:62) yang menjelaskan:
a. Unoccupied atau
tidak menetap.
Anak hanya
melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi anak tidak ikut bermain. Anak
pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan jalan, tetapi tidak
terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.
b. Unlooker atau
penonton
Pada tahap ini
anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak sudah memolai untuk
mendekaat dan bertanya pada teman yang sedanh bermain dan anak sudah mulai
muncul ketertarikan untuk bermain setelah mengamati anak mampu mengubah caranya
untuk bermaian..
c. Solitary
independent play atau bermain sendiri.
Tahap ni anak
sudah mulai untuk bermain ,akan tetapi seorang anak bermain sendiri dengan
mainan nya, terkadang anak berbicara dengan teman nya yang sedang bermain,
tetapi tidah terlibat dengan permainan anak lain.
d. Parallel
activiti atau kegiatan pararel.
Anak sudah molai
bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak yang
lain nya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di sekelilingnya. Pada
tahap ini ,anak juga tidak mempengaruhi dalam bermain dengan permainannya anak
masih senang memanipulasi benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap
ini biasanya anak anak memain kan alat permainan yang sama dengan anak yang
lain naya. Apa yang dilakukan anak yang stau tidak mempengaruhi anak yang lain
nya.
e. Associative play
atau bermain dengan teman.
Pada tahap
terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar menukar mainan
antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara bermain anak sudah saling
mengingatkan. Meskipun anak dalam satu kelompok melakukan kegiatan yang sama,
tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau
belum terjadi dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun
bangunan bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat
sewaktu-waktu meninggalkan bangunan tersebuat dengan semaunya tidak terikat
untuk merusak nya kembali.
f. Cooperative or
organized supplementary play atau kerja sama dalam
bermain.
Saat anak
bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing menjalannkan sesuai
dengan job yang sudah mereka dapat yang saling mempengaruhi satu sama yang
lain. Anak bekerja sama dengan anak yang lain nya untuk membangun sesuatu
terjadi persaingan memmbentuk permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh
anak yang memimpin permainan.
Dari
keenam tahap diatas tampak bahwa dalam suatu permaian akan timbul rasa ingin
tahu rasa ingin berinteraksi dan rasa untuk ber sosialisasi dengan anak yang
lain nya.
bermain
juga mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yatu
sesui dengan usia antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+.[5]
3.
Karakteristik
bermain edukatif
Pertumbuhan
dan perkembangan anak di tentukan oleh faktor bawaan dan faktor
lingkungan. Faktor bawaan adalah sifat yang di turunkan oleh kedua orang
tuanya. Adapun faktor lingkungan yaitu pengaruh luar yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak, misalnya kesehatan, gizi, pola
asuh pendidikan dan yang lain nya.
Beberapa ahli pesikoanalisis berkeyakinan bahwa
lingkungan sangan berperan penting untuk seorang anak pada pola pikirnya dan
pembentukan karakter atau sikap, kepribadian dan pengembangan kemampuan anak
secara optimal. Ank yang mendapat lingjungan yang baik untuk merangsang
pertumbuhan otak, misalnya jarang di sentuh jarang diajak main atau jarang
berkomunikasi perkembangan otak nya akan lebih kecil 20 % - 30% dari ukuran
normal seusianya.
Hasil penelitian mengemukakan bahwa perumbuhan sel
jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50% hingga 8 tahun mencapai 80%
maka banyak para ahli yang mengemukakan dan menyebut periode perkembangan
kanak- kanak sebagai periode emas, karena hanya ada satu akli pada kehidupan
manusia.
Karakteristik bermain edukatif yaitu segala sesuatu
yang dipergunakan atau yangdijalankan sebagai sarana untuk bermain yang
mengandung pendidikan (edukatif) dan mampu mengembangkan kemampuan anak.
Adapun alat yang bisa digunakan untuk
memainkan permainan edukatif yaittu harus mengandung nilai pendidikan, aman
dantidak berbahaya dan berfungsi mengembangkan kemampuan anak.
[1] Dr. Yuliani Nurani Sujiono,
M.Pd. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI, 2009, (Jakarta: PT. Indeks), hlm. 144-145
[2]
Iva Noorlaila, S.Pd, Panduan Lengkap Mengajar Paud, 2010,
(Yogyakarta: PINUS BOOK PUBLISHER), hlm. 35-37
[3]
Dr. Yuliani Nurani Sujiono,
M.Pd. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI, hlm. 45-47
[4]
Iva Noorlaila, S.Pd, Panduan Lengkap Mengajar Paud, hlm. 42
[5]
Dr. Yuliani Nurani Sujiono,
M.Pd. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI, hlm. 146
Zaenal Aqib. PEDOMAN
TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, hal 61
Semua berita yang ada di website anda sangat menarik perhatian untuk di simak, salam sehat. . . !! Semoga beritanya dapat bermanfaat! share ya gan, thanks nih!!
ReplyDelete