A.
PENDAHULUAN
Dalam rangka pelaksanaan
fungsi dan tugas institusional, guru menempatkan kedudukan sebagai figur sentral. Di
tangan para guru terletak kemungkinan
berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Serta di tangan
mereka pula bergantung masa depan karier
para siswa yang menjadi tumpuan harapan para orang tuanya.
Sekarang ini
jabatan guru (pengajar) kedudukan sosiologisnya telah banyak mengalami
perubahan, bahkan ada yang secara lugas mengatakan bahwa sosok guru tlah
berubah dari tokoh yang digugu dan ditiru, dipercaya dan dijadikan panutan,
diteladani agaknya menurun dari tradisi latar padepokan menjadi oknum yang wagu
dan kuru, kurang pantas dan kurus, di tengah-tengah berbagai bidang pekerjaan
dalam masyarakat yang semakin terkhususkan.
Sehubungan dengan
hal tersebut, keberhasilan nasional akan ditentukan oleh keberhasilan pengajar
dalam mengelola pendidikan nasional yang bersifat utama dan penting.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Prinsip Dasar Umum Proses Belajar
Mengajar
2.
Komponen-Komponen Proses Belajar
Mengajar
3.
Profesi dan Profesionalisasi Jabatan
Guru
4.
Kinerja Guru dalam Mendisain Proses
Belajar Mengajar
C.
PEMBAHASAN
1.
Prinsip Dasar Umum Proses Belajar
Mengajar
Peran guru yang begitu penting, ia mempunyai
tugas-tugas pokok antara lain bahwa ia harus mampu dan cakap merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan membimbing kegiatan belajar-mengajar. Berikut
adalah hal-hal yang bertalian dengan PBM:
a. Siswa, dengan segala
karakteristiknya yang terus berusaha mengembangkan dirinya seoptmal mungkin
melalui berbagai kegiatan (belajar) guna mencapai tujuannya sesuai dengan tahapan perkembangan
yang dijalaninya.
b. Tujuan, (ialah apa yang
akhirnya diharapkan tercapai setelah adanya kegiatan belajar-mengajar), yang
merupakan seperangkat tugas atau tuntutan atau kebutuhan yang harus dipenuhi
atau sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik
kepribadian siswa (seperti yang ditetapkan oleh siswa sendiri, guru atau
masyarakat orang dewasa)yang seyogyanya diterjemahkan kedalam berbagai bentuk
kegiatan yang berencana dan dapat dievaluasi (terukur).
c. Guru, selalu mengusahakan
terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga memungkinkan terjadinya
proses pengalaman belajar (learning
experiences) dan menggunakan strategi belajar-mengajar (teaching-learning strategy) yang tepat (appropriate).[1]
Proses
belajar-mengajar dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara siswa
dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. Dengan definisi ini dapat disimpilkan
bahwa terjadinya perilaku belajar pada pihak siswa dan perilaku mengajar pada
pihak guru tidak berlangsung dari satu arah (one way system) melainkan terjadinya secara timbal balik (interaktif, two way system) dimana kedua
pihak berperan dan berbuat secara aktif di dalam suatu kerangka kerja (frame work) dan dengan menggunakan cara
dan kerangka berfikir (frame of
reference) yang seyogyanya dipahami disepakati bersama.[2]
2.
Komponen-Komponen Proses Belajar
Mengajar
a. Prosedur Didaktik
Istilah
“prosedur didaktik” menunjuk pada kegiatan-kegiatan tenaga pengajar dalam
mengelola proses belajar-mengajar di dalam kelas. Prosedur-prosedur didaktik
dapat digolongkan menurut tiga pola, yaitu:
1. Pola narasi (pengisahan) : materi pelajaran langsung
disajikan oleh guru dan penyajiannya dipimpin oleh guru pula.
2. Pola perundingan bersama : materi pelajaran dibentuk oleh
guru bersama siswa. Pimpinan dapat langsung dipegang oleh guru, dapat pula
tidak.
3. Pola pemberian tugas : siswa melakukan kegiatan
yang menyangkut materi pelajaran, yang ditugaskan oleh guru.
Khususnya pola 1.
Dan 2. Dapat disertai suatu bentuk pengelompokan siswa tertentu, dimana terjadi
kerja sama antara tenaga pengajar dengan sekelompok siswa atau antara tenaga
pengajar dengan sekelompok siswa yang satu dengan yang lain.[3]
b. Media Pengajaran
Menurut pandangan E. De. Corte, istilah “media
pengajaran” diartikan sebagai: suatu sarana nonpersonal (bukan manusia) yang
digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar yang memegang peranan dalam
proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan instruksional.[4]
Media pembelajaran merupakan komponen instruksional yang meliputi pesan,
orang dan peralatan. Dalam perkembangannya media pembelajaran mengikuti perkembangan
teknologi. Teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi mikroprosesor yang
melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif (Seels & Richey,
1994). Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dapat
dikelompokkan kedalam empat kelompok, yaitu:
` 1. Media hasil teknologi cetak.
1. Media hasil teknologi
audio-visual
2. Media hasil teknologi yang
berdasarkan komputer
3. Media hasil gabungan
teknologi cetak dan komputer.[5]
c. Pengelompokan Siswa
Bilamana
satuan kelas dibagi atas kelompok-kelompok yang kemudian bekerja sama didalam
ruang kelas atau diluar ruang kelas, dapat diikuti tiga pola:
1. Pola bekerja paralel, yaitu
kelompok-kelompok berhadapan dengan materi pelajaran yang sama.
2. Pola bekerja komplementer,
yaitu masing-masing kelompok mendapat satu topik atau tugas yang berbeda dengan topik yang diberikan kepada kelompok
lain.
3. Pola campuran paralel dan
komplementer, yaitu dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas yang
sama, sedangkan dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas yang berbeda.
d. Materi Pelajaran
1. Materi/bahan pelajaran
bersifat lebih luas dari pada aspek isi
dalam tujuan instruksional khusus.
2. Materi/bahan pelajaran bukan
hanya mencakup data, kejadian dan relasi antara data, melainkan pengolahan oleh
siswa.
3. Materi/bahan pelajaran
berbeda-beda menurut aspek perilaku yang dituntut dari siswa.
4. Materi/bahan pelajaran yang
sama dapat digunakan untuk mencapai tujuan instruksional yang berbeda.
5. Tujuan instruksional dapat
dicapai melalui pelajaran yang berbeda, yang mungkin pula dipelajari dalam
setiap mata pelajaran yang berbeda.
3.
Profesi dan Profesionalisasi Jabatan
Guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
profesionalisasi ditemukan sebagai berikut:
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuiruan dan sebagainya) tertentu.
Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian
khusus untuk mrnjalankannya dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk
melakukannya. “profesionalisasi ialah proses membuat suatu badan organisasi
agar menjadi profesional” (Moelino, 1988:702).[6]
Menurut Mukhtar Lutfi, ada 8 kriteria yang harus
dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:
a. Pandangan hidup yang sepenuh
waktu.
b. Pengetahuan dan kecakapan/keahlian.
c. Kebakuan yang universal.
d. Pengabdian.
e. Kecakapan diaknostik dan
kompetensi aplikatif.
f. Otonomi
g. Kode etik
h. Klien.
T. Raka Joni
mengemukakan ada 6 tahap dalam proses profesionalisasi (1989:350-351). Adalah
sebagai berikut:
i.
Bidang layanan ahli “unik” yang diselenggaran itu harus ditetapkan.
ii.
Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan pra-jabatan yang
mempersiapkan tenaga guru yang profesional.
iii.
Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program pendidikan
pra-jabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
iv.
Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan program
pendidikan pra-jabatan yang memiliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan
(sertifikasi).
v.
Secara perorangan dan secara kelompok, kaum pekerja profesional harus
bertanggungjawab penuh atas segala spek pelaksanaan tugasnya.
vi.
Kelompok profesional memiliki kode etik yang meurpakan dasar untuk
melindungi para anggota agar menjunjung tinggi nilai-nilai profesional.[7]
4.
Kinerja Guru dalam Mendisain Proses
Belajar Mengajar
Menurut Muji Hariani dan Neong Muhajjir (1980:4-7)
terdapat sejumlah kinerja (performance) guru/staf pengajar dalam melaksanakan
proses belajar mengajar, yang populer diantara model-model tersebut adalah Stanford Teacher of Appraisal Competence
(STAC). Berikut secara singkat deskripsi model tersebut:
a. Model Rob Norris
Pada
model ini ada beberapa komponen kemampuan mengajar yang perlu dimiliki oleh
seorang staf pengajar/guru yakni (1) kualitas-kualitas personal dan profesional
(2) persiapan pengajaran (3) perumusan tujuan pengajaran, (4) penampilan guru
dalam mengajar di kelas, (5) penampilan siswa dalam belajar, dan (6) evaluasi.
b. Model Oregon
Menurut
model ini kemampuan mengajar dikelompokkan menjadi 5 bagian; (1) perencanaan
dan persiapan mengajar, (2) kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan sisiwa
dalam belajar, (3) kemampuan mengumpulkan dan mengguanakan informasi hasil
belajar, (4) kemampuan hubungan interpersonal yang meliputi hubungan dengan
siswa, supervisor dan guru sejawat, dan (5) kemampuan hubungan dengan
tanggungjawab profesional.
c. Model Standford
Model
ini membagi kemampuan mengajar dalam lima komponen, tiga dari lima komponen
tersebut dapat diobservasi di kelas meliputi komponen tujuan, komponen guru
mengajar, dan komponen evaluasi.[8]
Guru (pengajar) harus menyadari bahwa tujuan
khusus yang akan dicapainya itu harus melalui proses didalam satu situasi, akan
jelas bahwa untuk tujuan dan situasi yang lain. Hakekat tujuan inilah yang
dipakai oelh guru sebagai petunjuk untuk memilih satu atau serangkaian metode
yang efektif. Serta mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar merupakan salah satu kompetensi yang penting dimiliki oleh
seorang pengajar. Pengajar juga diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas
yang dapat membuat siswa aktif baik secara fisik maupun mental.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !