I.
PENDAHULUAN
Hidup tidaklah lepas dari aktivitas ekonomi dimana setiap orang
melakukan transaksi jual beli. Uang sangatlah berperan dalam kegiatan tersebuk
khususnya bagi para pedagang sebagai modal dan sebagai alat transaksi bagi
pembeli, dimana yang sering kita jumpai bahwa modal seringkali menjadi menjadi
kendala. Akan tetapi di sekitar kita banyak sekali yang menawarkan jasa
peminjaman modal seperti koperasi dan bank titil yang akan menjadi pokok
bahasan pada makalah ini.
II.
LANDASAN
HUKUM
A.
Al-Qur’an
1.
Surat Al-Maidah ayat 2
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.[1]
2.
Al-Qur’an
Surat Al-Imran ayat 130
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”.[2]
B.
Al-Hadis
Dari Anas bin Malik r.a.
انصر اخاك طالما اومظلو ماقيل يارسول الله هذا نصرته مظلوما فكيف
انصره اذاكان ظالما، قال تحجره وتمنعه من الطلم فذلك نصره (رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري)
“Tolonglah saudaramu yang
menganiaya dan yang aniaya dan yang dianiaya, sahabat bertanya: Ya Rasulullah
aku dapat menolong orang yang dianiaya, tapi bagaimana menolong orang yang
menganiaya? Rasul menjawab: Kamu tahan dan mencegahnya dari menganiaya itulah
arti menolong daripadanya.”[3]
III.
PANDANGAN
ULAMA
Sebagian ulama menganggap koperasi (Syirkah Ta’awuniyah) sebagai
akad mudharabah, yakni suatu perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih,
di satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan usaha
atas dasar profit sharing (membagi keuntungan) menurut perjanjian.[4]
Perjanjian koperasi dibentuk atas dasar kerelaan adalah sah, dan tolong
menolong adalah perbuatan terpuji dalam islam sehingga berkoperasi adalah salah
satu perbuatan tolong menolong yang diperbolehkan.[5]
Akan tetapi ada yang berpendapat didalamnya terdapat riba, karena
riba (pembungaan) pada saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada
masa Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah, dengan demikian pembungaan adalah riba
dan riba adalah haram. Riba ini banyak dilakukan oleh bank, asuransi, pasar
modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga lainnya termasuk juga oleh individu.
Seperti pendapat wahbah al-zuhaili dalam Al-fiqh al-islamy wa
adillatuh, yang di jadikan dasa oleh MUI untuk menetapkan fatwa tentang
pembungaan:
فوائد المصارف (البنوك) حرام حرام حرام, ورباامصارف اًوفوائد البنوك
هي رباالنسيئة, سواء كانت الفاائدة نسيطة اًم مر كبة, لأن عمل البنوك الأصلي
الاٍقراض والاقتراض ... واٍن مضارّالر بافي فوائد البنوك متحققة تماما. وهي حرام
حرام حرام كالربا, واٍثمها كاٍثمه, ولقو له تعالى : واٍنْ تبتم فلكم رؤوس أموالكم
...
“Bunga bank adalah haram, dan ribanya (bunga bank) itu
riba nasi’ah, baik berlipat-lipat atau tidak. Karena sesungguhnya pekerjaan
bank yang asli adalah simpan pinjam dan sesungguhnya bahanya riba dalam bunga
bank itu sangat jelas sekali yaitu haram, seperti halnya riba. Dan dosanya
bunga bank sebagaimana dosa riba.”[6]
Tetapi
dalam bahsul masail NU Riba itu ada dua pendapat hukumnya yaitu, haram dan yang
kedua boleh. Dalam pengambilan keputusannya salah satunnya yang dijadikan dasar
keterangan kitab fathul muin bab riba.
ومن ربا الفضل ربا القرض وهو كلّ قرض جرّ
نفعا للمقرض غير نحو رهن لكن لايحرم عندنا إلاّ إذا شترط فى عقده [فتح المعين في
باب الربا]
“Dan
diantara riba al fadhl adalah riba al qardh yakni semua pinjaman yang
memberikan manfaat kepada si peminjam, kecuali selaian dalam bentuk gadai.
Menurut kita, dan demikian itu tidak haram kecuali disyaratkan dalam akad.”[7]
IV.
ANALISIS
A.
Pengertian
Koperasi
Dari segi etimologi kata “koperasi” berasal dan bahasa
Inggris, yaitu cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi
terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk
meningkattkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
B.
Syarat
Pendirian Koperasi dan Macam-Macam Koperasi
Syarat
mendirikan koperasi adalah:
1.
Dilakukan
dengan akta notaris
2.
Disahkan
oleh pemerintah
3.
Didaftarkan
di pengadilan negeri
4.
Diumumkan
dalam berita Negara
Selama belum dilakukan pengumuman dan perndaftaran itu,
pengurus koperasi bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan atas
nama koperasi itu.[8]
Menurut Sayyid Sabiq, Syirkah (Koperasi) itu ada empat
macam, yaitu:
1. Syirkah ‘Inan
2. Syirkah
Mufawadhah
3. Syirkah Wujuh
4. Syirkah Abdan[9]
C.
Pengertian
Bank Titil
Bank Titil adalah bank yang menyediakan uang pinjaman untuk orang
yang memiliki kebutuhan hidup yang tidak tercukupi hanya dari pendapatannya,
dengan konsekuensi tanggungan bunga, dibayar mingguan (ada yang harian), dan
status bank ini tidak terakreditasi alias milik personal. Bank Titil biasanya
beroperasi di pasar (rumahan juga ada, tapi tidak sebanyak di pasar).[10]
D.
Pola
Transaksi Bank Titil
Pola transaksi
Bank Titil yang lebih ditentukan oleh sikap proaktif Bank Titil nampaknya
mengisyaratkan bahwa terdapat unsur pemaksa pelaku Bank Titil. Indikator
pemaksaan ini adalah penawaran pinjaman yang dilakukan dengan serta merta yang
mengakibatkan pedagang menerima pinjaman ini tanpa melalui berbagai
pertimbangan. Keadaan demikian, sebenarnya bagi pedagang bukanlah satu
keharusan untuk melakukan peminjaman uang, namun kehadiran Bank Titil dan sikap
proakivitasnya menyebabkan pedagang terjerumus dalam transaksi pinjaman ini.
E.
Hukum
Bank Titil
Berdasarkan gambaran di atas dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa dalam transaksi Bank Titil sering memunculkan
permasalahan-permasalahan yang menjadi beban bagi pihak nasabah. Kemunculan
permasalahan-permasalahan ini merupakan salah satu kategori keribaan Bank
Titil. Permasalahan dimaksud seperti ketidakadilan dalam esensi transaksi,
keterpaksaan keuangan, penyebab keterpurukan ekonomi, penyebab usaha dagang
tidak berkembang dan terciptanya lilitan hutang yang tak pernah kunjung usai.
Namun demikian,
keberadaan Bank Titil juga mengandung sisi positif. Diantaranya, keberuntungan
yang diperoleh oleh sebagian pedagang seperti adanya tambahan modal, bahkan sebagian
yang lain menjadikannya modal utama yang nantinya akan menjadi sumber ekonomi
bagi mereka. Keuntungan yang lain adalah proses pencarian dan peminjaman uang
yang sangat mudah, pembayaran angsuran/cicilan yang tidak mengganggu kegiatan
para nasabah dalam menjajakan barang dagangannya, serta keuntungan yang
diperoleh dari tambahan modal usaha yang masih mencukupi untuk membayar cicilan
sehingga sisanya merupakan hasil usaha yang langsung bisa dinikmati. Berbagai
keuntungan di atas bisa dikategorikan sebagai sisi humanisme dari Bank Titil.
Keberadaan bank
titil seringkali menimbulkan soal baru bagi para nasabahnya meski di sisi lain
juga menguntungkan. Berdasarkan pemaparan ini, bisa disimpulkan bahwa Bank
Titil tidak dapat secara mutlak dikategorikan sebagai riba karena mengandung
nilai-nilai humanisme[11].
[1] Hendi Suhendi, Fiqh mu’amalah…, Hlm. 295.
[2]Husein Bahreisj, Himpunan Fatwa, (Surabaya: Al Ikhlas, 1987),
Hlm. 347.
[3]Hendi Suhendi, Fiqh mu’amalah…, Hlm. 295.
[4] Hendi Suhendi, Fiqh mu’amalah…, Hlm. 289-290.
[5] Hendi Suhendi, Fiqh mu’amalah…, Hlm. 296.
[6] Ma’ruf amin dkk, Himpunan
Fatwa majelis ulama Indonesia sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2011) hlm.
808-809
[7] Djamaludin miri, Ahkamul
Fuqaha Solusi problematika actual hokum Islam, keputusan muktamar, munas, dan
konbes Nahdlatul ulama 1926-2004 m, (Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan nasyr,
2007) hlm,228
[8] Fuad Muhammad Fachruddin, Riba Dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan
Asuransi, (Bandung: Al-Ma’arif, 1985), Hlm. 168.
[9] Hendi Suhendi, Fiqh mu’amalah…, Hlm. 292.
[10]http//www.almanhaj.or..id//content/527/slash.
[11]http://www.avveroes.or.id/research/memotret-modus-operandi-bank-titil-antara-riba-semangat-dan-humanis
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !