I.
PENDAHULUHAN
Manajemen peningkatan mutut berbasis madrasah ialah merupakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah, memberikan fleksibilitas atau keluwesan-keluwesan kepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, peserta
didik, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua, tokoh masyarakat,
ilmuwan, pengusaha,dsb) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan pengertian
di atas, maka sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam
mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana
peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi
pelaksanaan rencana peningkatan mutu) dan partisipasi kelompok-kelompok yang
berkepentingan dengan sekolah merupakan ciri khas MPMBS. Jadi sekolah merupakan
unit utama pengelola proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi) merupakan unit pendukung
dan pelayanan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Di dalam makalah ini akan mencoba membahas tentang
pengertian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
pengertian Manajemen Peninkatan Mutu Berbasis Madrasah ?
B. Bagaimana
Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah?
C. Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah ?
III.
PEMBAHASAN
A. pengertian
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah
Manajemen
berbasis madrasah adalah salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang di tunjukan dengan
pernyataan politik dan garis-garis besar haluan negara (GBHN). Hal tersebut di
harapkan dapat di jadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di indonesia
yang berkualitas.[1]
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 51 ayat (1) “pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah”. Dengan demikian, prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
secara tegas dinyatakan dalam UU Nomor 20/2003 sebagai prinsip dalam
pengelolaan pendidikan baik untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 memberikan landasan hukum yang
kuat untuk diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau School-Based
Management dan Pendidikan Berbasis Masyarakat atau Community-Based
Education. Gagasan-gagasan berdasarkan hasil studi, baik di luar maupun di
dalam negeri, tentang effective schools (sekolah yang efektif) yang
hanya mungkin direalisasikan kalau Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan,
serasa memperoleh peluang dalam suasana reformasi di bidang pendidikan dengan
tema otonomi pedagogis sehingga turut mendorong diperkenalkannya MBS di
Indonesia.
Manajemen
peningkatan mutu berbasis madrasah ialah proses manajemen madrasah yang di
arahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi yang di rencanakan, di
organisasikan, di laksanakan, dan di evaluasi melibatkan semua setakeholder
sekolah. Sesuai dengan konsep tersebut. Manajemen penungkatan mutu berbasis
madrasah pada hakekatnya merupakan pemberian otonomi kepada madrasah atau
sekolah untuk secara aktif atau mandidri melakukan dan mengembngkan berbagai
pogram peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah atau
masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu sebagai pemberian otonomi, maka
banyak sekali pakar manajemen pendidikan dari berbagai negara yang menybut
Manajemen Berbasis Madrasah sebagai otonomi sekolah, atau kemenangan yang di
sentralisasikan tidak saja ketingkat kabupaten dan kota, melainkan juga
kesekolah.[2]
Otonomi adalah kewenangan/kemandirian yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak
tergantung. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasional yang berlaku.
Menurut
Edmond (dalam Suryosubroto, 2004:208) Manajemen peningkatan mutu berbasis
madrasah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan
pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah.
Manajemen
Berbasis Madrasah adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari
desentralisasi pendidikan . MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan
masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen
yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan meningkatkan otonomi
sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya
yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar untuk
menciptakan kepala sekolah, guru, dan administrator yang profesional. Dengan
demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing
siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui
partisipasi langsung orang tua dan masyarakat.
Aldwell
dan Spink (1988) dalam Teguh Winarno memandang MBS sebagai a self managing
school yakni suatu sekolah yang telah mengadopsi desentralisasi yang berarti
dan konsisten sehingga sekolah tersebut mempunyai wewenang untuk mengambil
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan alokasi sumber-sumber yang meliputi
pengetahuan, teknologi, wewenang, material, orang, waktu dan keuangan (dikutip
oleh Campbell–Evans dalam Dimmock (ed),1993: 93 dalam Teguh Winarno). Hal ini
berarti bahwa sekolah yang menggunakan MBS memperoleh hak otonomi untuk
mengelola sumber-sumber daya pedidikan yang dimilikinya.[3]
B. Konsep dasar Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah
Konsep ini
diperkenalkan oleh teori effektif school yang lebih memfokuskan diri pada
perbaikan proses pendidikan. Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari
konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut : (1) lingkungan sekolah yang nyaman
dan tertib, (2) sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (3)
sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (4) adanya harapan yang tinggi dari
personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk
berprestasi, (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai
tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus-menerus terhadap
berbagai aspek akademik dan administrative, dan pemanfaatan hasilnya untuk
penyempurnaan/ perbaikan mutu, dan (7) adanya Komunikasi, dan dukungan intensif
dari orang tua murid/masyarakat.
Maka
di bawa ini kami kutip uraian singkat manajemen peningkatan mutu berbasis
madrasah yang di sampaikan oleh derektorat pendidikan menengah umum depdiknas
RI sebagai berikut.
1. Latar
belakang
Perkembangan
ilmu pengetuhan dan tehnologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek
kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat di pecahkan kecuali
dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu penegetauhan dan tehnologi, selain
memanfaatkan bagi kehidupan manusia di suatu sisi juga bisa membawa manusia
kedalam era persaingan gelobal yang secara ketat maka dari itu bangsa indonesia
perlu meningkatkan kualitas.
2. Tujuan
Konsep
peningkatan mutu berbasis madrsah ini di tulis dengan tujuan sebagai berikut.
a. Mensosialisasikan
manajemen peningkatan mutu berbasis madrsah kususnya kepada masyarakat.
b. Memperoleh
masukan agar konsep manajemen ini dapat di implementasikan dengan mudah dan
kondidsi lingkungan.
c. Menambah
wawasan pengetauan masyarakat kususnya masyarakat sekolah dan individu yang
peduli terhadap pendidikan, kususnya peningkatan mutu pendidikan.
d. . Meningkatkan mutu pendidikan
melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan
sumber daya yang tersedia.
e. Meningkatkan tanggung jawab sekolah
kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
f. mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif
g. untuk meningkatkan kualitas
pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas
kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan
lainnya, dan kualitas pelayanan
pendidikan secara umum.[4]
C. Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah
Adapun tahap-tahap pelaksanaan
manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah atau Sekolah adalah sebagai berikut;
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah
(Tujuan Situasional Sekolah)
1) Visi
Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan
digunakan untuk memandu perumusan misi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah
pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa
depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat
menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
2)
Misi
Misi adalah tindakan untuk
mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan misi, harus
mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kelompok-kelompok kepentingan yang
tekait dengan sekolah. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk
memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
3)
Tujuan
Bertolak dari visi dan misi,
selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Jika visi dan misi terkait dengan jangka
waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan
demikian pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah
dicanangkan.
4) Sasaran
Sasaran adalah penjabaran
tujuan, yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka
waktu lebih singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu
mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas,
maupun efesiensi (bisa salah satu atau kombinasi). Agar sasaran dapat dicapai
dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya,
dan disertai indikator-indikator yang rinci. Penentuan sasaran yang mana dan
berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang
dihadapi oleh /sekolah.
b. Mensosialisasikan Konsep MPMBS
Sekolah merupakan sistem yang
terdiri dari unsur-unsur dan karenanya hasil kegiatan di sekolah merupakan
hasil kolektif dari semua unsur sekolah. Langkah pertama yang harus dilakukan
oleh sekolah adalah mensosialisasikan konsep MPMBS kepada setiap unsur sekolah
(guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan, orangtua siswa,
pengawas, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Pejabat Dinas Pendidikan
Propinsi, dsb.) melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, lokakarya,
diskusi, rapat kerja, simposium, forum ilmiah, dan media massa.
c. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang
hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.
Tantangan adalah selisih (ketidaksesuaian) antara output sekolah saat
ini dan output sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan
sekolah). Besar kecilnya ketidaksesuaian antara output sekolah saat ini
(kenyataan) dengan output sekolah yang diharapkan (idealnya) di masa
yang akan datang memberitahukan besar kecilnya tantangan.
d. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk
Mencapai Sasaran
Fungsi-fungsi yang dimaksud,
misalnya, fungsi proses belajar mengajar berserta fungsi-fungsi pendukungnya
yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi
ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan
iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah-masyarakat, dan fungsi
pengembangan fasilitas.
d. Melakukan Analisis SWOT
Analisis SWOT
dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari
keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap
fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Tingkat kesiapan
harus memadai, artinya, minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk
mencapai sasaran, yang dinyatakan sebagai; kekuatan bagi faktor yang tergolong
internal; peluang, bagi faktor yang tergholong eksternal. Sedang tingkat
kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan,
dinyatakan bermakana; kelemahan, bagi faktor yang tergolong internal;
dan ancaman, bagi faktor yang tergolong eksternal. Baik kelemahan maupun
ancaman, sebagai factor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai; disebut persoalan.[5]
e. Alternatif Langkah
Pemecahan Persoalan
Dari hasil
analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memiliki langkah-langkah pemecahan
persoalan (peniadaan persoalan), yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah
fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan,
yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka sasaran yang telah
ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu
dilakukan tindakan–tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan
fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan
persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan dan atau
ancaman, agar menjadi kekuatan dan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan
adanya satu atau lebih faktor yang bermakna kekuatan dan atau peluang.
f. Menyusun Rencana dan Program
Peningkatan Mutu
Hal pokok
yang harus diperhatikan oleh sekolah dalam penyusunan rencana adalah
keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi stakeholder pendidikan,
khususnya orangtua peserta didik dan masyarakat (BP3/Komite Sekolah) pada
umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan
sekolah dan pemerintah untuk menanggung biaya rencana ini, dan berapa sisanya
yang harus ditanggung oleh orangtua peserta didik dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan rencana
ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dan untuk melaksanakan
rencana ini bisa dihindari.
g. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam
melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama
antara sekolah, orangtua peserta didik, dan masyarakat, maka sekolah perlu
mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan. Dalam menghindari berbagai penyimpangan, kepala sekolah perlu
melakukan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan mutu
yang dilakukan di sekolah. Kepala sekolah sebagai manajer dan pimpinan
pendidikan di sekolahnya berhak dan perlu memberikan arahan, bimbingan,
dukungan, dan teguran kepada guru dan tenaga lainnya jika ada kegiatan yang
tidak sesuai dengan jalur-jalur yang telah ditetapkan.
h.Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk menganalisis kekuatan dan
kelemahan menngenai sumber daya mansuia sekila, kinerja dalam mengambangkan dan
mencapai target kurikulum dan prestasi yang sudah diraih siswa. pelaksanaan
evaluasi bias dilaksanakan dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan setiap unsur
yang terlibat dalam program, khususnya guru dan tenaga lainnya agar mereka
dapat menjiwai setiap penilaian yang dilakukan dan memberikan alternatif
pemecahan. Demikian pula orangtua peserta didik dan masyarakat sebagi pihak
eksternal harus dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah
dilaksanakan.
j.
Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Hasil
evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang akan
datang. Jika dianggap berhasil, sasaran mutu dapat ditingkatkan sesuai dengan
kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika
tidak, bisa saja sasaran mutu tetap seperti sediakala, namun dilakukan
perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak tertutup
kemungkinan, bahwa sasaran mutu diturunkan, karena dianggap terlalu berat atau
tidak sepadan dengan sumberdaya pendidikan yang ada (tenaga, sarana dan
prasarana, dana) yang tersedia. Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan
analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam
sekolah.[6]
IV.
ANALISIS
Sesuai
dengan konsep tersebut. Manajemen penungkatan mutu berbasis madrasah pada
hakekatnya merupakan pemberian otonomi kepada madrasah atau sekolah untuk secara
aktif atau mandidri melakukan dan mengembngkan berbagai pogram peningkatan mutu
pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah atau masyarakat di sekitarnya. Oleh
karena itu sebagai pemberian otonomi, maka banyak sekali pakar manajemen
pendidikan dari berbagai negara yang menybut Manajemen Berbasis Madrasah
sebagai otonomi sekolah, atau kemenangan yang di sentralisasikan tidak saja
ketingkat kabupaten dan kota, melainkan juga kesekolah.
MBM rupanya menarik diterapkan di Indonesia karena ia menawarkan potensi decion
making (pengambilan keputusan) yang berkualitas terhadap aspek kunci dalam
melakukan restrukturisasi pendidikan nasional seperti diinginkan banyak
kalangan, mengingat mutu pendidikan nasional dalam dua dasawarsa terakhir
semakin menurun. Masalah efektivitas pendidikan berkenaan dengan rasio antara
tujuan pendidian dengan hasil pendidikan (output), artinya sejauh mana tingkat
kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dihasilkan, baik dalam
hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan merupakan proses yang bersifat
teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa kualifikasi
ideal. Jika peserta didik telah menyelesaikan pendidikannya namun belum
menunjukkan kemampuan dan karakteristik sesuai dengan kualifiksi yang
diharapkan berarti adalah masalah efektivitas pendidikan.
Maka dari itu, esensi MPMBM adalah otonomi sekolah dan
pengambilakeputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Otonomi adalah kewenangan/kemandirian yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak
tergantung. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasional yang berlaku.
Peningkatan mutu dan kualitas pendidikan bukanlah tugas
yang ringan, karena tidak hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis, tetapi
mencakup berbagai persoalan yang sangat kompleks. Lemahnya manajemen pendidikan
memberi dampak terhadap efisiensi internal pendidikan, ini dapat dilihat dari
sejumlah peserta didik yang putus sekolah, tinggal kelas atau harus mengulang
dalam ujian nasional.
Manajemen
peningkatan mutu berbasis madrasah akan memperkuat rujukan prefensi nilai yang
dianggap strategis dalam arti sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan
anak untuk dapat hidup dan berinteraksi dimasyarakatnya. Setiap peserta didik
dan masyarakat memiliki sistem nilai yang menjadi rujukan baik pribadi maupun
lembaga. Nilai-nilai itu akan menjadi kekuatan motivasional bagi prilaku
individu ataupun masyarakat, serta menjadi kekuatan yang mengintegrasikan
kepribadian masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian manajemen peningkatan
mutu berbasis madrasah akan memperkuat kapasitas madrasah untuk meningkatkan
relevansi program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan daerah.
Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah
sebagai salah satu kebijakan pemerintah yang memberikan kewenangan lebih kepada
madrasah untuk merencanakan, mengelola, melaksanakan, sampai pada evaluasi
dengan situasi madrasah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Oleh karena itu, esensi MPMBM adalah
otonomi sekolah dan pengambilakeputusan partisipasif untuk mencapai sasaran
mutu sekolah.
Otonomi adalah kewenangan/kemandirian yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak
tergantung. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasional yang berlaku.
Kemudian
mengidentifikasikan kebutuhan madrasah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan
dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan
konsep pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi,
strategi dan tujuan adalah keterlibatan semua warga yang ada di madrasah dan
juga perwakilan dari orang tua siswa dan juga dari dari Depag, guna untuk lebih
mempermudah didalam perumusan visi, misi, strategi, tujuan serta program
madrasah, yang nantinya akan mempermudah dalam pelaksanaan visi, misi, strategi
dan tujuan madrasah yang akan dicapai, karena pada esensinya aktualisasi manajemen
peningkatan mutu berbasis madrasah ini adalah, otonomi, madrasah, fleksibelitas
, partisipasi masyarakat untuk mencapai sasaran mutu madrasah.
[2] Ibrohim Bafada, Manajemen
Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Dari Sentralisasi menuju Desentralisasi (Jakarta
: PT Bumi Aksara, 2006) hlm 82
[4] B Suryosubroto, Manajemen
Pendidikan Di Sekolah, (Jakarta : PT RINIKA CIPTA, 2004), Hlm 202-206
[5] Edward Salis, TQM in
Education, (Jogjakarta : ircisod, 2008) hlm 218-219
[6]
www.dikdasmen.depdiknas.go.id,
2008/03/manajemen-peningkatan-mutu-berbasis sekolah.html
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !