Headlines News :
Home » » Hukum Musik dan Nyanyian Dalam Islam

Hukum Musik dan Nyanyian Dalam Islam

Written By Figur Pasha on Monday, January 21, 2013 | 3:01 PM

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

I.              PENDAHULUAN
Nyanyian dan musik adalah jenis hiburan yang dapat menghibur hati lara, mengurangi kepenatan, menyejukkan telinga dan dapat mengendurkan urat-urat yang kaku, serta dapat mendorong semangat kerja yang lebih baik.[1]
Musik dan nyanyian merupakan masalah yang pernah dipersoalkan hukumnya dikalangan ulama. Ada ulama yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkan orang Islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan musik dan nyanyian.
Ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian mengemukakan alasan antara lain ialah, bahwa musik dan nyanyian itu adalah jenis hiburan, permainan, atau kesenangan yang bisa membawa orang lalai atau lengah dari melakukan kewajiban- kewajibannya, baik terhadap agama, misalnya shalat : terhadap diri dan keluarganya, seperti lupa studinya atau malas mencari nafkah: maupun terhadap masyarakat dan negara, seperti mengabaikan tugas organisasinya atau tugas negara.
Namun demikian, dalam makalah ini akan dijelaskan sacra singkat berkaitan hukum kontes ratu kecantikan, apa saja landasan hukum yang dipakai, bagaimana pandangan para ulama tentang hukum kontes ratu kecantikan dan bagaimana analisanya.
                      II.          LANDASAN HUKUM
A.    Al Qur’an
‘’Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran :14)
“ Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka”.(QS. Al-Israa’:64)
B.     Hadits
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لأن يمتلئ جوف رجل قيحا يريه خير من أن يمتلئ شعرا
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Lebih baik salah seorang dari kalian memenuhi perutnya dengan nanah hingga merusak perutnya daripada ia penuhi dengan sya’ir” [HR. Al-Bukhari no. 5803 dan Muslim no. 2257].

لَيَشْرَبَنَّ انُاَسٌ مِنْ اُمَّتِيْ الخَمْرَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اِثْمِهَا يَعْزِفُ عَلَى رُؤُسِهِمْ بِالْمَعَارِفْ وَالْمُغَنِيَاتِ يَحْسَفُ اللهُ بِهِمْ الاَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمْ الْقِرْدَةَ وَالخْنَاَزِيْرُ (رواه ابن ماجه)
Sesungguhnya akan ada beberapa orang dari umatku minum arak, mereka namakan dengan nama lain nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka kedalam bumi dan akan menjadikan mereka itu seperti kera dan babi (H.R. Ibnu Majah)
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ اَباَ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا جَارِيَتَانِ فِي اَياَّمِ مِنىَ (فِي عِيْدِ الْاَضْحَى) تَغْنِيَانِ تَضْرِباَنِ وَالنَّبِيُ مُغْتَشٌ بِثَوْبِهِ فَانْتَهَى هُمَا اَبُوْ بَكْرٍ فَكَشَفَ النَّبِيُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَنْ وَجْهِهِ وَقَالَ دَعْهُمَا يَااَبَا بَكْرٍ فَاِنَّهَا اَياَّمُ عِيْدٍ (متفق عليه)
“Dari aisah, sesungguhnya abu bakar pernah masuk kepadanya (rumahnya) sedang disampingnya ada dua orang gadis sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari mina (idul adha) dan nabi menutup muka dengan kainnya (pakaiannya), maka keduanya gadis itu di usir oleh Abu Bakar kemudian nabi membuka wajahnya dan berkata.” biarkan mereka itu hai abu bakar ! sebab hari ini adalah hari bersenang-senang (H.R Bukhori dan muslim).[2]
C.     Pandangan Ulama
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ  
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (orang) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-olokan mereka itu akan mendapat siksaan yang hina (QS. Lukman:6)
لهو الحديث pada ayat diatas adalah segala obrolan, ketawa, khurafat, nyanyian dan sejenisnya yang dapat memalingkan dari ibadah dan mengingat Allah.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَا اِنَّهَا زَفَّتِ امْرَاَةٍ إِلَى رَجُلٍ مِنَ الْاَنْصَارِ فَقَالَ النَّبِيُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ: يَا عَائِشَةُ: مَاكَانَ مَعَهُمْ لَهْوٌ؟ فَاِنَّ الْاَنْصَارَ يُعْجِبُهُمْ اللَّهْوَ (رواه البخاري)

Dari Aisah ra. Bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki ansor, maka nabi bertanya: hai aisah! Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan ? sebab orang-orang ansor gemar sekali terhadap hiburan.” (Riwayat Bukhori)[3]

Dari penelitian berjudul “Studi pemikiran DR. Abdul Muhaya M.A tentang bersufi melalui musik ditinjau dari perspektif pendidikan Islam” dapat simpulkan sebagai berikut:
1.      Syarat utama untuk melakukan bersufi melalui musik adalah mahabatu ilaa Allah ( Cinta kepada Allah), yaitu hati mereka telah suci, badan mereka terlepas dari hal-hal yang sensual, kondisi batin mereka telah bebas dari keinginan duniawi, dan mereka ingin memperoleh maqamat dan ketauhidan cahaya rohani melalui sinyal-sinyal Illahiyah. Karena tanpa hal ini masyarakat awam dengan mudah terjerumus pada hawa nafsu, sehingga dengan mudah akan melalaikan Allah. Statemen ini menunjukkan bahwa sasaran Bersufi melalui musik adalah menangkap sasaran Illahiyah yang terdapat dalam sya’ir melalui mata hati yang penuh kecintaan dan kerinduan kepada Allah. Karena sya’ir dari segi komposisi, pesan, dan bacaannya, secara psikologis dapat mempengaruhi jiwa pendengarnya. 
2.      Keterkaitan Musik bagi pendidikan adalah sebagai bentuk instrumen pembantu dalam rangka ikut serta membangun pendidikan siswa. Dengan apresiasi musik secara tepat, siswa diharapkan mampu menangkap unsur- unsur estetika yang terkandung dalam musik, yang pada akhirnya diharapkan dapat membantu memperluas perasaan siswa untuk diterapkan pada kehidupan sehari- hari. Unsur utama yang mempengaruhi proses belajar adalah keadaan dan strategi. Dan yang ketiga adalah isi. Keadaan menciptakan suasana yang tepat untuk belajar. Strategi menunjukkan gaya atau metode dalam pembelajaran. Isi adalah topiknya. Dalam setiap pelajaran yang baik dan anda akan mendapatkan ketiganya.[4]

                            III.            ANALISIS
Perlu dicatat bahwa lantunan syair yang dikenal di jaman Rasulaullah shallallaahu ’alaihi wasallam sangatlah berbeda dengan nyanyian [al-ghina’ atau as-simaa’]. Imam Ahmad Al-Qurthubi menyatakan dalam Kasyful-Qina’ halaman 47 : Al-Ghina’ secara bahasa adalah meninggikan suara ketika bersya’ir atau yang semisal dengannya (seperti rajaz secara khusus). Di dalam Al-Qamus (halaman 1187), al-ghinaa’ dikatakan sebagai suara yang diperindah.
Para ulama telah membagi al-ghina’ menjadi dua :
1.      Nyanyian yang seperti kita temukan dalam berbagai aktifitas sehari-hari dalam perjalanan, pekerjaan, mengangkut beban, dan sebagainya. Sebagian di antara mereka ada yang menghibur dirinya dengan bernyanyi untuk menambah gairah dan semangat, menghilangkan kejenuhan dan rasa sepi. Contoh yang pertama ini di antaranya adalah al-hida’, lagu yang dinyanyikan oleh sebagian kaum perempuan untuk menenangkan tangis atau rengekan buah hati mereka, atau nyanyian gadis-gadis kecil dalam sendau-gurau permainan mereka, wallaahu a’lam [Kaffur-Ri’a’ halaman 59-60 dan Kasyful-Qina’ halaman 47-49]. Disebutkan oleh para ulama bahwa jenis pertama ini selamat atau bersih dari penyebutan kata-kata keji dan hal-hal yang diharamkan. Ringkasnya, nyanyian – atau lebih tepatnya syair (karena lebih mirip kepada syair) – seperti ini adalah diperbolehkan.
2.       Nyanyian yang dilakukan oleh penyanyi laki-laki atau perempuan, artis, dan yang semacamnya yang mengenal seluk beluk gubahan (nada dan irama – sebagaimana lazim ada di jaman sekarang) suatu lagu, dari rangkaian syair; kemudian mereka mendendangkannya dengan nada atau irama yang teratur, halus, lembut, dan menyentuh hati, membangkitkan gejolak, serta menggairahkannya. Nyanyian jenis kedua inilah yang diperselisihkan oleh para ulama. Para ulama berbeda pendapat menjadi tiga kelompok : mengharamkannya, memakruhkannya, dan membolehkannya.
Khilaf yang terjadi dalam nyanyian jenis kedua di atas, yang paling rajih adalah pendapat yang mengharamkannya atau minimal membencinya (makruha) –untuk ditingggalkan. Apabila diiringi oleh alat musik, maka ini lebih jelas dan kuat keharamannya.[5] 


[1] H. Hasar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 1994), hal.103.
[2] M. Ali hasan . Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),.hal. 156.
[3] H. Nazar Bakeri, Problematika Pelaksanaan..., hal. 412.
[4] http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdl-s1-2006-abdulmughi-159.  Rabu, 19 Desember 2012, Pukul 09.17.
[5] http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/05/hukum-musik-dan-nyanyian-2.html, jum’at 30 november 2012, Pukul 15.30
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Random Post

 
Support : SMP N 1 Pecangaan | SMA N 1 Pecangaan | Universitas Islam Negeri Walisongo
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Islamic Centre - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template