Headlines News :
Home » » Hukum Kontes Ratu Kecantikan Dalam Islam

Hukum Kontes Ratu Kecantikan Dalam Islam

Written By Figur Pasha on Monday, January 21, 2013 | 3:04 PM

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم


I.         PENDAHULUAN
Agama Islam merupakan agama yang Rahmtan lil ’alamin, artinya agama yang diturunkan bagi umat-Nya sebagai rahmat bagi orang-orang yang berilmu. Sehingga agama Islam mengenal juga keindahan dan kecantikan. Karena memang demikianlah kecendrungan batin manusia.
Pada zaman modern ini kita melihat dan menyaksikan, ada pilihan ratu kecantikn yang dilaksankan oleh daerah tertentu, ada juga pemilihan yang bersifat nasional dan bahkan ada yang bersifat internasional. Dimana pemilihan ratu kecantikan sama dengan pemilihan yang berlaku pada pemilihan seni suara. Semula pesertanya banyak yang kemudian dilakukan penyisihan sampai ketingkat semi final dan final. Dengan demikian akan ditemukan wanita tercantik menurut ukuran daerah masing-masing.
Sehubungan dengan perkembangan zaman dan tradisi ini, kontes ratu kecantikan identik dengan hal-hal yang dinilai sudah menyimpang dari syariah Islam dan mempertunjukan bentuk tubuh wanita. Sehingga Islam mencoba untuk mengkaji dan menentukan hukum masalah kontes ratu kecantikan ini berdasarkan al Qur’an dan Hadits, dan juga dilihat dari tujuannya, bagaimana penampilannya, dampak darinya.

II.      LANDASAN HUKUM
A.       Al-Qur’an
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur :31)
B.     Hadits
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال:قال رسول الله عليه وسلم :لَايَنْظُرُ الرَّجُلُ إلَى عَوْرَةِ االرَّجُلُ وَلاَ الْمَرْآَةٌ إلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
Dari Abi Hurairah RA. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan ‘’(Muslim, jilid 4, t.thn: 327)
C.     Pandangan Ulama
Berdasrkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditetapkan dalam keputusan fatwa komisi fatwa MUI nomor 287 tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi.[1] Dan menurut Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya pasal 532 (3) dan pasal 533 (1,2,3,4,5) maka dipidana kurungan selama-lamaya dua bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah.[2]
Dasar-dasar hukum yang digunakan MUI dalam menyusun fatwa adalah ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut :
1.      Surat Al-Isra’ ayat 32 melarang setiap manusia mendekati zina.
Ÿ
 “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu  perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
2.      Surat An-Nur ayat 30 mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum laki-laki.

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.
3.      Surat Al-Ahzab ayat 59 memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar kaum perempuan mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya (tata busana) agar mudah dikenal dan tidak diganggu.
 “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.[3]
III.   ANALISIS
Menutrut etimologi, kontes diartikan dengan pertandingan kecantikan, sedangkan ratu ialah raja perempuan, dan kecantikan ialah keelokan. Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan sebagai raja.
Pagelaran kontes kontes ratu kecantikan bagi kaum perempuan dibolehkan oleh syari’ah Islam bila pelaksanaanya sesuai dengan semangat dan tuntunannya. Dibolehkan ini dimaksudkan karena mereka pantas melakukan pagelaran. Namun dibalik kebolehan melakukan pagelaran itu, Islam melarang pelaksanaan kontes ratu kecantikan, jika dilakukan menyimpang dari tuntunan syari’ahnya.
Bila dilihat dari tujuannya kontes ratu kecantikan kalau dikaitkan dengan agama maka kelihatnnya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi Islam. Jika dilihat dari penampilan seperti pelaksanaannya setengah telanjang, karena pakaian yang dikenakan super mini. Pelarangan ini bukan pada kontesnya, melainkan pada modelnya yang mungkin dapat dikatakan bahwa sebagian besar aurat mereka terbuka. Dan mempertontonkannya baik secara perorangan apalagi dihadapan publik. Rosulullah SAW bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال:قال رسول الله عليه وسلم :لَايَنْظُرُ الرَّجُلُ إلَى عَوْرَةِ االرَّجُلُ وَلاَ الْمَرْآَةٌ إلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa laki-laki tidak melihat aurat laki-laki, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan (HR. Muslim).”[4]
Menurut madhab Maliki, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dan menurut madhab Syafi’i dan Hambali bahwa wajah dan kedua telapak tangan bagian dari aurat, karena wajah merupkan alat ukur ketampanan seorang perempuan, pemikat dan merupkan sumbar fitnah apabila tidak dijaga.
Dan bila dilihat dari dampaknya, kegiatan ini mengundang fitnah dan membangkitkan nafsu birahi. Dilihat dari segi kedudukannya, kontes ratu kecantikan adalah suatu aktifitas yang secara jelas tidak ditemukan dalil yang melarangnya, tetapi cara dan penampilannya dalam kontes tersebut diperhadapkan dengan hukum syri’ah. Kenyataanya implikasi dari kontes harapannya untuk meraih penghargaan yang tertinggi sehingga segala cara dilakukan.
Kontes ratu kecantikan yang dilaksanakan dewasa ini sangat memprihatinkan karena kontrol agama sebagai satu-satunya penangkal agar perempuan menutup auratnya seakan terabaikan begitu saja apalagi kontes ini merupakan even tingkat dunia, yang menurut galibnya memaksakan perempuan muslim berbusana kebarat-baratan sebagai konsekuensi sebuah kontes. Jika asumsi ini benar maka yang demikian itu, sampai kapan pun syariah Islam tidak akan pernah membenarkan untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika asumsi ini salah dan para kontes mengenakan pakaian yang standar sesuai dengan karakteristik Islami maka syari’ah Islam membenarkan.
Mengenai pakaian wanita secara umum telah dikemukakan dalam al-Qur’an dalam surah An-Nuur ayat 31,seperti yang tertera diatas. Ayat-ayat tersebut diatas dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepada siapa saja boleh diperlihatkan perhiasannya itu, selain daripada yang di sebutkan, tentu tidak dibenarkan (mafhum mukhalafah).
Beberapa pemikiran berikut setidaknya menguatkan alasan bahwa miss world bersifat kontraproduktif terhadap usaha pemberdayaan perempuan. Pertama, pada dasarnya miss world adalah icon pelecehan perempuan yang paling utama, namun tidak semua perempuan menyadari hal itu bahkan terkadang perempuan yang menjadi penggagas utamanya, parameter kecantikan yang digunakan adalah dominan kecantikan badani, walaupun ada embel-embel juga mengukur tingkat kecerdasan juga pengetahuan, itu hanya komplemen dan lips service belaka yang didesain untuk meraih dukungan publik. 
Kenyataan tidak mengatakan demikian, ada saat-saat dimana para kontestan harus mempublikasikan tubuh wilayah privasinya kepada publik dan bahkan faktor inilah yang menjadi faktor alasan kemenangan. Dalam konteks kemuliaan perempuan, hal ini sangatlah kontradiktif. Semakin perempuan banyak menggunakan kecantikan badani sebagai kekuatan andalan, maka semakin ia menjadi budak zaman[5].


[1] Fatwa MUI Tentang Pornografi dan Pornoaksi, (Jakarta: Lembaga Informasi Nasional, 2003),  hal.45
[2]R. Sugandhi, SH. KUHP dan penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasionl, 1980),  hal 539-540.
[3] Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta : Teras, 2009), hal. 34.

[4] Hamid Laonso, Hukum Islam Alternatif, (Ternate : Restu Ilahi, tth), hal.85.
[5] Abdul Majid, Ratu kecantikan;http//www.syari’ah online.com, Jum’at 30 November 2012, Pukul 15.30  
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Random Post

 
Support : SMP N 1 Pecangaan | SMA N 1 Pecangaan | Universitas Islam Negeri Walisongo
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Islamic Centre - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template