1. Pengertian
Orientalisme
Orientalisme berasal dari kata orient
bahasa Prancis yang berarti timur, dan isme (Belanda) yang menunjukan pengrtian
tentang suattu paham. Jadi orientalisme bermakna sesuatu paham atau aliran,
yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di
Timur.[1]
Pengertian secara umum orientalisme yaitu
metode berfikir secara barat. Metode inilah yang menjadi landasan dalam menilai
dan memperlakukan segala sesuatu, bahwa di sana ada perbedaan yang fundamental
antara Barat dan Timur, baik dalam eksistensi ataupun teknologi.
Pengertian secara khusus. Yaitu
orientalisme merupakan studi akademis yang dilakukan oleh bangsa Barat dari
negara-negara imperialis mengenai dunia Timur dengan segala aspeknya, baik
mengenai sejarah, pengetahuan, baahasa, agama, tatanan sosial politik, hasil
bumi serta potensinya.[2]
2. Sejarah
Orientalisme.
Orang-orang barat mulai berkecimpung
dalam studi tentang dunia Timur adalah pada permulaan abad kesepuluh Masehi.
Yaitu ketika beberapa orang pendeta-pendeta Barat Khususnya di Andalusia
(Spanyol), ingin memperlihatkan kebolehan dan kemampuannya setelah menyelesaikan
pendidikan di sekolah-sekolah studi ketimuran. Pada saat itulah beberapa utusan
dari berbagai negara mendatangi ibu kota negara-negara islam. Mereka menimba
ilmu dan seni terbaik apa saja yang mereka inginkan, kemudian kembali ke negara
masing-masing dengan membawa obor-obor ilmu pengetahuan yang akan membuat
meraka bangkit menuju kehidupan yang lebih baik.
Setelah para pendeta tadi kembali ke
negara masing-masing, mereka menyebarkan kebudayaan dan ilmu-ilmu pengetahuan
yang diperolehnya. Para cendikiawan bangsa eropa tidak ketinggalan juga untuk
mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari di institut-institut islam
Andalusia. Yaitu berupa ilmu-ilmu yang merupakan asas bagi kebangkitan baru.
Usaha mereka itu mulai kelihatan hasilnya yang gemilang pada abad ke-18 M.
Kemudian bersinar terang pada abad ke-20 M.[3]
Munculnya
Orientalisme tidak terlepas dari beberapa factor yang melatarbelakanginya,
antara lain akibat perang salib atau ketika dimulainya pergesekan politik dan
agama antara Islam dan Kristen salama pemerintahan Nuruddin Zanki dan
Shalahuddin al-Ayyubi, karena kekalahan demi kekalahan yang dialami pasukan
Kristen semangat membalas dendam tetap membara selama berabad-abad.
Karena
kekalahan demi kekalahan yang dialami pasukan kristen maka semangat membalas
dendam tetap membara selama berabad-abad. Faktor yang lainnya juga bahwa
orientalisme muncul untuk kepentingan penjajahan Eropa terhadap negara-negara
Arab dan Islam timur, afrika utara dan dan asia tenggara, serta kepentingan
mereka dalam memahami adat istiadat dan agama bangsa-bangsa jajahan itu demi
memperkokoh kekuasaan dan dominasi ekonomi mereka pada pada bansa-bangsa
jajahan. Faktor tersebut mendorong mereka menggalakkan studi orientalisme dalam
berbagai bentuknya di perguruan-perguruan tinggi dengan perhatian dan bantuan
dari pemerintah mereka.
Kedengkian
ini semakin memuncak setelah mereka menyaksikan keberhasilan dan kecermelngan
ekspansi islam yang mampu menunudukan Eropa selatan dan pulau-pulau lautan
Mediteraania. Bahkan ekspansi islam berhasil menguasai jalan masuk berbagai dan
daerah-daerah besarnya, sebagian kerajaan-kerajaan kecil yang merupakan tempat
kelahiran agama Nasrani dan tempat-tempat yang di agungkan oleh mereka seperti
Syam dan Mesir memeluk agama islam.[4]
3. Fakto-faktor
Pendorong Gerakan Orientalisme
Faktor-faktor pendorong yang memotifasi
para orientalis untuk berkecimpung dalam studi ketimuran adalah sebagai berikut
:
a. Faktor
Agama
Faktor agama merupakan motif utama bagi
para orientalis dalam menjalankan misi mereka. Yaitu, ketika para pendeta
melihat umat Nasrani dalam jumlah besar masuk agama islam, dan kemudian melihat
kemajuan dan keunggulan militer kaum muslimin, peradaban yang dimiliki umat
islam yang mempunyai pengaruh dalam merongrong akidah maka mereka memandang
islam sebagai musuh satu-satunya bagi agama Nasrani.
Mereka menggambarkan agama islam dalam
bentuk agama yang apatis dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Para
orientalis juga bertujuan untuk menciptakan jiwa yang lemah dan merasa
pesimisdalam probadi-pribadi umat islam dan bangsa timur lainnya. Mereka juga
selalu memilih lingkungaan umat islam yang arah dan bobrok untuk dijadikan
contoh tentang kenyataan dari hasil ajaran islam.[5]
b. Faktor
Imperialisme
Orang-orang
Eropa tidak putus asa dengan kekalahan yang mereka derita dalam perang salib
untuk kembali menjajah bangsa Arab selaku negara yang identik dengan islam.
Oleh karena itu, mereka berkecenderungan untuk mempelajari hal-hal yang
menyangkut dengan negara-negara tersebut, baik dari segi akidah, kesusateraan,
etika dan sumber-sumber kekayaan alam, agar mereka bisa mengetahui titik-titik
kekuatan negara islam yang harus dilumpuhkan.[6]
Agar
impian mereka benar-benar terwujud, para orientalis mulai berusaha menghidupkan
nilai-nilai sejarah kebangsaan. Hal ini digunakan untuk mempermudah dalam memecah
belah persatuan kita selaku umat islam dan guna mengetahui sejauh mana
ketangguhan kita dalam mempertahankan kemerdekaan, ras, persatuan tanah airdan
kekayaan alam kita.
c. Faktor
Politik
Imperialisme
melihat bahwa kebutuhan politiknya menginginkan agar konsul dan dutanya yang
memilki bekal yang mapan tentang kajian yang berhubungan dengan dunia timur.
Dengan cara demikian mereka akan dapat menjalankan kepentingan-keppentingan
politik bagi mereka.
d. Faktor
keilmuan
Hanya segolongan kecil dari para
orientalis yang menekuni kajian ini. Karena faktor keilmuan tentu berarti
bertujuan mempelajari kebudayaan manusia, agama, bahasa, dan ilmu pengetahuan
mereka pula sehingga presentase salah pahaman mereka ini terhadap islam lebih
sediit dari pada golongan orientalis lainnya.
4. karakteristik
Orientalisme
Dalam kajian orientalisme mempunyai
karakter khusus yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pemahaman orientalisme itu sendiri. Adapun karakteristik orientalisme adalah
sbb :
a. Orientalisme
adalah satu kajian yang mempunyai ikatan yang sangat erat hubungannya dengan
kolonial Barat. Jadi fenomena orientalisme berkaitan erat dengan kolonialisme. Semua negara barat yang
penjajah, mempunyai organisasi orientalisme.
b. Orientalisme
merupakan gerakan yang mempunyai ikatan yang sangat kuatdengan gerakan kristenisasi. Hal ini teerbukti
dengan membengkaknya jumlah kaum nasrani yang menspesialisasikan dirinya dalam
sekolah kepasturan untuk mengkaji kitab-kitab.
c. Orientalisme
merupakan kajian gabungan yang kuat antara gerakan kolonialisme dengan
kristenisasi yang validitas ilmiah dan obyektifitasnya tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara mutlak, khususnya dalam mengutarakan kajian
tentang islam.
d. Orientalisme
merupakan bentuk kajian yang dianggap paling potensial dalam politik barat
untuk melawan islam dan kaum muslimin. Hal ini banyak sekali kita saksikan
dengan mata terbuka dimana para oreintalis bekerja sebagai konsultan bagi
negaranya dalam merencanakan politik mereka guna diterapkan pada satu wilayah
jajahan yang dibarenngi dengan gerakan kristenisasi di seluruh wilayah yang
penduduknya beragama islam.[7]
5.
Usaha Umat Islam Menangkis Serangan
Orientalisme
Juru-juru
Da’wah dan Organisasi Da’wah untuk menghimpun dan mengatur kerjasama dan
mengatur kerjasama dan mengatur taktik dan strategi Islam. Tabligh memelukan
adanya juru Dakwah yang militant dan ulet, berilmud an mengerti betul tentang
islam, cerdas dan tergabung dalam kelompok mubaligh guna menghadapi lawan-lawan
Islam dalam segala bentuk, nama dan tindakan serta serangannya seperti
dijelaskan di atas. Ingatlah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.”
Surat
As-Shaf ayat 14:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ
قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ
طَائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا
ظَاهِرِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong
(agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada
pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut
yang setia itu berkata: "Kami lah penolong-penolong agama Allah",
lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka
kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh
mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang
[1] H.M. Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,
1985), hlm 1
[2] A. Abdul Hamid G, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarrta : Pustaka
Al-Kautsar, 1992), hlm 18
[3] Dr. Hasan Bathh, Anatomi Orientalisme Menguak Tujuan dan Bahaya
Orientalisme serta Cara Umat Islam Menghadapinya, (Menara kudus jogjakarta
: Jogjakarta, 2004), Hlm 30
[4] Ibid, hlm 32
[5] Dr. Hasan Bathh, Anatomi Orientalisme Menguak Tujuan dan Bahaya
Orientalisme serta Cara Umat Islam Menghadapinya, (Jogjakarta :Menara kudus
jogjakarta, 2004), Hlm 46
[6] Ibid, hlm 52
[7] A. Abdul Hamid G, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarrta : Pustaka
Al-Kautsar, 1992), hlm 21
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !