A.
Pembagian hukum akal
Para
ahli tauhid (ilmu kalam) membagi yang “maklum“ menjadi tiga bagian yaitu
“mungkin“ bagi dzat-Nya “wajib“ bagi dzat-Nya dan “mustahil“dari dzat-Nya “
mustahil “di sini bisa diartikan sesuatu dzat-Nya memang tidak ada, adapun yang
wajib itu sesuatu dzat-Nya memang ada, sedangkan yang “mungkin“ ialah sesuatu
yang tidak ada wujudnya.
Hukum
mustahil di sini bisa di artikan bahwa tidak mungkin ada bisa terjadi wujudnya
karena “tidak ada“ telah menjadi hakikat sesuatu, di mana sesuatu yang mustahil
itu tidak bisa di wujudkan dan akal itu tidak bisa menggambarkan hakikat
(mahija) sesuatu yang mustahil itu.
Hukum
mungkin di sini diartikan ia tidak mungkin”ada“ kecuali dengan sesuatu sebab.
Bahwa ada hubungan antara hukum mungkin dengan hukum mustahil bahwa “ “tiada“ dan perkara (“ada“ dan “tiada“)
tanpa adanaya sesuatu sebab, apabila tanpa ada alasan yang menguatkannya dan
itu jelas mustahil. Hukum “mungkin“ ialah
bahwa sesuatu yang maujud itu adalah “baharu“ karena pasti dia tidak bisa wujud
(ada), Kecuali kalau adanya sebab. Wujud
itu di dahului oleh “tiada“ (adam)
dalam
martabatnya adanya sebab barang “mungkin“ dalam keadaan “tiadanya” tidak berkehendak kepada sebabnya
yang wujud karena sesuatu yang “tiada“ (adam) tidak bisa mengadakan tetapi
maujud itu ia terjadi dengan “diadaka “ lebih dahulu, “mungkin” itu memerlukan
sebab dalam permulaanya wujudnya. Bisa kita artiakan bahwa yang menciptakan memberikan
wujud. Sebab yang melahirkan, pencipta yang hakiki.
Yang
“mungkin“ itu pasti ada, segala sesuatu yang mempunyai wujud tidak bisa
dikatakan tidak ada, dan tidak pula di dahului oleh tiada, sebagai mana akan
datang penjelasanya dalam menerangkan hukum yang wajib maka yang “mungkin“ itu
pasti ada.
Adanya
yang “mungki “ itu pasti menghendaki akan adanya “yang wajib“ bagi yang
mengadakan dirinya sendiri dan barang yang mendahuluinya juka yang pertama
sudah ada. Hal ini pun terang batalnya maka sebab itu wajiblah ada sebab yang
berdiri di belakang segala yang “mungkin“ dan segala yang wujud terjadi tanpa
sebab yang memungkinkan adalah wajib.bahwa segala yang ada terwujud, pasti ada
yang mewujudkanya yaitu dzat-Nya ada.
B.
Hukum-hukum
wajib
hukum-hukum
wajib di sini dianranya kidam. Bahwa tuhan itu kadim (tidak permulaan) lagi pula azali karena ia
tidak begitui tentu ia menjadi baharu, yang baharu itu sesuatu yang di dahului
oleh tiada, mustahil tidaklah wajib ada itu kadim tentu ia dalam wujudnya
berkehendak adanya yang mewujudkan. Wajib itu mempunyai zat wujudnya sehari.
Diantara
hukum-hukum yang wujuyd di sini bahwa dia tidak akan kenal oleh tiada (adam) maka dengan sendirinya apa yang
melekat pada dzat-Nya. tersusun dari sesuatu zat karena adanya sesuatu unsur
tentulah dari bagian-bagianya mendahului akan wujud jumlahnya yang merupakan
zat baginya. Sedangkan tiap-tiap bagian itu mestilah bukan dzat-Nya maka karena
wujudnya jumlah (zat itu seluruhnya) perlu berkehendak kepada wujud lain.
Kalau
meniadakan zat yang wajib ada itu di namakan “hakikat aklia”(di laur akal)
karena akal tidak bisa menggambarkannya bagaiman dzat-Nya. Hakikat menurut akal
adalah suatu gambaran yang salah, tidak menuruti yang sebenarnya bahwa dzat-Nya
tidak bisa dibagi-bagi artinya tidak berhak untuk di ukur.
Ø
Hidup (al-hayat) arti wujud disini (ada) telah terang bagi akal dan bisa
digambarkan kenyataan tetap dan kekal. Tiap-tiap wujud haruslah diikuti dengan
sifat wujudiah yakni untuk menyempurnakan martabat, sifat yang ada pada tuhan
ialah sifat “hidup“ sifat ini diiringi dengan ilmu dan “iradah“ (kemauan)
karena hidup jelas termaksud sifat kesempurnaan bagi wujudnya.
Ø
Ilmu (maha mengetahui) di maksud terbukanya
tabir bagi zat yang telah tetap sifat itu baginya yang telah menjadi sumber.
Sifat ilmu termaksud kedalam sifat wujud dia yang menjadi ilmu karena tinggi
martabat wujudnya diatas segala yang maujud (ada) di sini di terangkan oleh Allah
SWT dan ilmu Allah SWT tidak akan habis wujud itu sudah kita sangsikan sendiri,
pada struktur alam yang berupa hukum-hukmu dan kerapian sesuai dengan letaknya
bisa kita contohkan ikan tidak bisa hidup dan melaui garis edar apabila keluar
dari garis edar maka akan berantakan susunanya. Hal ini membuktiakan adanya
ilmu yang menciptakanya dan hikmat kebiksanaan zat yang mengaturnya.
Ø
kemauan (al-iradat), “iradat“ di sini adalah
kemauan adalah sifat (atribut) yang dapat menentukan untuk penciptaan alam
dengan salah satu jalan yang mungkin. Zat yang memberikan wujud kepada segala
yang mungkin ada, wajib adanya bahwa ia mengetahui (alim) bahwa ia mengetahui (alim)
bahwa segala yang mewujud tidak mesti dengan ilmunya, bahwa ia mempunyai “
kemauan “ yang berbuat sesuai denagn ilmunya. Iradah menurut oarng islam ialah
bahwa orang yang berkemaun leluasa melaksanakan kehendaknya.
Ø
Kuasa (al-Qudrat) ialah merupakan sifat zat yang
wajib mengadakan dan mewujudkan apa yang di kehendakinya bahwa zat yang wajib
itulah menciptakan alam semesta menurut kehendak ilmu dan iradat-nya bahwa ia
berkuasa dengan pasti.
Ø
Iktiar (kebebasan berbuat) bahwa sifat-sifat
gabungan (ilmu, iradat, kudrat) tidak makna bagi ikhtiar kecuali bekas
perbuatan dengan kudrat kekuasaanya.
Ø
Maha esa (al-wahdah) yakni sifat esa, esa di
dalam dzat-Nya , dalam sifat, dalam wujud dalam perbutan, bahwa zat disini
tidak menerima takrib (tidak tersusun dari berbagai unsure) dalam sifatnya
tidak yang menyamainya dalam sifat-sifat yang tetap baginya di antara yang
maujud ini. Mengenai esa (keesaan tunggal) dalm wujud dan perbuatan, maksudnya
ialah zat-nya sendiri yang wajib wujud (ada) dan ia sendiri (tanpa capur tangan
orang lain) untuk mengadakan segala yang mungkin ada disini. Dia yang maha
agung kedudukanya adalah esa (tunggal) dalam dzat-Nya, dalam sifat-sifatnya,
tidak ada sekuat baginya dalam wujudnya dan
tidak pula dalam segala tindak perbuatannya.
Ø
Sifat-sifat jami’ iyah ialah sifat-sifat Allh
SWT yang tidak dapat di pahami disan di
jangkau dengan kekutan akal-pikiran, tetapi harus melewati dali-dalil dan di
sampaikan kepada rosulullah sendiri kemudian di terima dengan sepenuh iman oleh
para sahabatnya, tetapi akal tidak sanggup memikirkanya. Sifat-sifat ini
diantaranya “sifat kala “ (berbicara, berfirman) yang telah menjadi keyakinan
bahwa Allh berbicara diantara para nabi. Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa
lafal-lafal al-Qur’an sendiri adalah “ kalam Allah SWT ” mak firman (kalam)
yang telah didenagr dari Allah SWT pastilah merupakan sifat dari sifatnya
(adnya tanpa permulaan). Diantara sifat jami’ iyah yang wajib bagi Allah SWT
menurut Nabi adalah sifat “Basha “ (melihat) dengan sifat ini tersingkaplah
segala yang akan dilihat dan sifat “sama “ (mendengar), dan ia maha mendengar
dan melihat.
C.
Perbuatan Allah SWT
Bahwa
segala perbuatan Allah SWT terrbit dari ilmu dan iradatnya, dan berpangkal pula kepada ikhtiar (kebebasan), perbuatan Allah
SWT seperti menciptakan, memberi rizki,menyuruh dan mencegah, mengazab dan
memberi nikmat adalah merupakan suatu yang tetap bagi Allh dengan kemungkinan yangt khusus yang
tidak bisa kita pikirkan dengan akal karena ilmu dan kemauannya Allah SWT
berbuat sesuatu dengan perbuatannya wajib di lakukan oleh dzat-Nya, bahwa
perbuatan-perbuatn Allha SWT tidak lepas dari hikmatnya bahwa Allha bersih dari
kesiasian dalam segala perbuatnya dan bersih dari dusta dalkm perkataanya.
Perbuatan-perbuatan
tidak akan lahir kalau tidak ada tujuanya, dalam nikmatnya itu terletak dasar
kejadian lagit dan bumi dan apa-apa yang tedapat antara keduanya, dalam
nikmatnya terletak kemaslahatan segala yang maujud itu menurut batas-batas yang
telah di tentukan, terutama wujud hayati seperti tumbuh tumbuhan dan binantang-binantang yang tidaklah memperhatiakan nikmat-nikmat
yang indah mengagumkan ini, tidaklah mudah bagi kita untuk membutikan ilmu Allah
SWT.
Hukmat
kebiksanaan ini di kenal dengan sebutan meletakkan sesuatu pada tempatnya
masing-masing dan memberikan kepada tiap-tiap yang berkehendak akan apa yang di
kehendakinya. Ada di daalm firman Allah SWT di surat al-ambiya’ ayat 16 yang
artinya “dan tidak kami jadikan dan bumi apa-apa yang tempat diantara keduanya
dengan percuma”.
D.
Perbuatan manusia
Orang
yang mempunyai akal dan perasaan (pancaindera) yang sehat mengakui dengan
menyaksikan bahwa dirinya sendiri maujud (ada). Perbuatan manusia bisa di
contohkan menyengkan hati kawan, dia membanting tulang untuk mencari rizki, dan
mencari kebahagian, tetapi mendapatkan sebaliknya, maka itu akan di jadikan
suatu pengalaman dan manusia juga bersyukur dia telah mendapatkan karunia tuhan
sesuai dengan maksud nikmat itu dijadikan oleh tuhan, manusia juga melakukan
apa yang di perintahkan oleh tuhan, dan tidak melakukan apa yang dilanggarnya.
Menurut
ketetapan agama, ada dua perkara besar yang merupakan tiang kebahagiaan dan
pembimbing segala amal perbuatan manusia diantaranya:
1.
Bahwa manusia mempunyai usaha yang bebas dengan kemauan
dan kehendaknya untuk jalan yang dapat membawa kebahagiaan.
2.
Bahwa kudrat Allah SWT tempat kembalinya segala mahluk,
di mana ia sanggupmemisahkan manusia dari apa yang di maunya, dan seorang pun
yang sanggup menolong manusia.
Tuhan
memerintahkan untuk menghadapkan himmah (cita-citanya) untuk memanjatkan
permohonan kepada sang kholik yang maha tunggal. Dan mengharamkan bagi manusia
memunta pertolongan selain dari tuhan.
Manusia
sangatlah berbeda dengan hewan, manusia di berikan Allh akal sehingga bisa
berfikir, mempunyai ikhtiar (usaha) dalam alam perbuatnya menurut petunjuk
pikirannya, begitualah wujud yang diberikan kepada tuhan untuk umatnya. Hewan
juga diberikan Allah SWT yang berupa insting yang mana insting tidak bisa
berkembang seperti manusia, hewan hanya bisa makan dan minum saja, beranak
itulah suatu yang ada sejak ia kecil sampai dewasa. Kalau manusa instingnya
melaui perkembangan yang secara
beransur, pada saat bayi manusia hanya bisa nangis dan mintak makan, lama kelamaan
manusia itu bisa makan sendiri tanpa bantuan orang lain begitu pun dengan cara
dia berfikir semakin matang umur
seseorang maka semakin matang pula pikiranya.
Semau
gerak-gerik manusia dilihat oleh Tuhan, baik atau buruk, kalau melakukan
perbuatan baik maka dia akan mendapat pahala sedangkan kalau dia mengerjakan
perbuatan jelek maka dia akan mendapat dosa.
Perbuatan
manusia timbul dari usaha dan iktiar sendiri
tidak ada ilmu yang merintangi manusia untuk beriktiar dalam usahanya.
E.
Perbuatan baik dan buruk
Di dalam diri kiat pasti kita temui
sesuatu kodrat yang dapat membedakan antara yang indah dan yang jelek,
perbautan buruk bisa menjadi baik denagn melihat bekas-bekas yang
baik.sebaliknya yang baik bisa menjadi jelek karena melihat yang buruknya. Perbuatan
manusai yang di ikhtiari ada yang mempunyai daya penarik pada dirinya, di mana
hati tertarik kepadanya seperti kita melihat parade militer yang teratur,
bersenam, yang menujukkan keberanian bermain., maka kita tertarik ingin
melakukanya.
Perbuata
yang di ikhtiari itu ada yang buruk pada dirinya dan menimbulkan perasaan yang
tidak enak bagi siapa yang melihat sepeti:
bila kita melihat orang yang panic, pekik-teriak orang yang ketakutan
dan ada pula perbuatan ikhtiari yang jelek karena akibat menyakiti dan ada pula
yang tidak baik seperti seperti memukul, melukai.
Pengertian
baik dan buruk menurut 2
makan ini dapat membedakan antara manusia dan binantang dalam sisilah wujudnya,
kecuali terletak dalam kekuatan wujudan (perasaan) dan pembatasan nilai (martabat)
baik dan biruk. Perbuatan-perbuatan manusia yang di ikhtiarai itu yang baik apa
bila mengandung manfaat kalau perbuatn buruk karena melihat kerusakan yang di
timbulkanya.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !