A. Pengangkatan
Utsman bin Affan menjadi khalifah
Menjelang wafat, khalifah Umar bin
Khattab tidak menunjuk calon utama penggantinya, karena diliputi rasa keraguan
untuk menetapkan salah satu diantara enam tokoh besar yang selama ini
mendampingi dan menjadi penasehat beliau.
Oleh karena itu khalifah Umar membentuk tim formatur untuk memilih calon
khalifah penggantinya. Orang yang berenam itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad Abi Waqash dan Abdurrahman bin
Auf. Keenam orang itu merupakan orang–orang yang paling baik, khalifah Umar
meminta kepada ke enam orang itu agar memilih salah satu diantara mereka.
Setelah
khalifah Umar bin Affan wafat, sahabat-sahabat yang berenam itu berkumpul untuk
bermusyawarah. Abdurrahman bin Auf mengusulkan agar dia diperkenankan
mengundurkan diri. Sikapnya itu diikuti oleh tiga tokoh lainnya, hingga tinggal
dua calon saja, yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib [1]
Abdurrahman
bin Auf mengusulkan agar diadakan musyawarah
dengan segenap kaum muslimin, usulnya itu pun disetujui oleh ketiga
calon lainnya. Setelah diadakan musyawarah, akhirnya terpilihlah Utsman bin
Affan, karena Utsman lebih tua dari Ali.[2]
Sewaktu
keputusan itu di umumkan, keputusan itu menjadi bahan kritik dari pihak
pendukung Ali, karena Abdurrahman bin Auf itu adalah ipar bagi Utsman bin
Affan. Keduanya sama-sama dari keluarga
Umayyah dan Ali bin Abi Thalib dari keluarga Hasyimi. Tetapi Abdurrahman
berusaha meyakinkan Ali bahwa selain Utsman lebih tua dari Ali, pilihannya itu
berdasarkan suara terbanyak dari
penduduk Madinah, bukan karena sebab yang lain. Akhirnya Ali bin Abi
Thalib ikut melakukan bai’at kepada Utsman bin Affan.
Khalifah
Utsman bin Affan lahir di Thalif pada tahun 576 M. Beliau menjabat khalifah
pada usia 70 tahun, dan berkuasa selama
12 tahun (23-35 H/ 644-656 M).
Pemilihan
terhadap dirinya itu berlangsung pada bulan Zulhijjah tahun 23 H/644 M dan
diresmikan pada awal Muharram 24 H/644 M.[3]
B.
Pemerintahan
dimasa Utsman bin Affan
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Utsman
sebagai khalifah adalah memeriksa
kasus Ubaidillah ibn Umar, Putra khalifah Umar bin Khttab yang
telah membunuh Hurmuzan ( bekas panglima Imperium Parsi) karena
didesas-desuskan terlibat dalam pembunuhan
bapaknya.
Ubaidillah ibn Umar diadili dan terbukti
bersalah. Ali bin Abi Thalib menganjurkan supaya dijatuhi hukuman mati,
Tetapi panglima Amru bin Ash mengajukan
pendapat yang berbunyi: “Bapaknya Umar baru saja mangkat. Apakah puteranya pada
hari ini akan dibunuh pula?”
Pendapat Amru bin Ash menimbulkan kesan
kuat. Khalifah Utsman pada akhirnya
memutuskan hukuman Diyat ,yaitu hukuman Denda yang harus dibayar kepada keluarga korban. Karena hukuman Diyat
itu terlalu berat, sepanjang ketentuan di dalam syari’at Islam, sedangkan
khalifah Umar mangkat tanpa meninggalkan
harta warisan, maka khalifah Utsman mengumumkan dirinya sebagai wali dari
Ubaidillah ibn Umar ,lalu membayarkan hukuman Diyat itu dari hartanya sendiri.
Roda pemerintahan Utsman pada dasarnya
tidak berbeda dari pendahulunya.
Pemegang kekuasaan tertinggi berada ditangan khalifah, pemegang dan pelaksana
kekuasaan eksekutif. Pelaksanaan tugas eksekutif dipusat dibantu oleh
sekretaris Negara dan dijabat oleh Marwan bin Hakam, anak paman Kholifah.
Jabatan ini sangat strategis, karena mempunyai wewenang untuk memengaruhi
keputusan kholifah selain sekretaris Negara, kholifah Utsman juga dibantu oleh
pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan atau baitul mal. Untuk
pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, Kholifah Utsman
mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi.
Pada masanya,wilayah kekuasaan Negara Madinah dibagi menjadi 10 provinsi.
Setiap Amir atau gubernur adalah wakil
kholifah di daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan
bertanggung jawab kepada kholifah karena diangkat dan diberhentikan oleh
kholifah. Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh dewan penasihat atau
majelis syuro. Majelis ini memberikan saran usul dan nasihat kepada kholifah
tentang masalah penting yang dihadapi Negara. Akan tetapi pengambil keputusan
terakhir berada di tangan kholifah.[4]
Pemerintahan khalifah Utsman bin Affan
berlangsung Selama 12 tahun.Selama pemerintahan Khalifah Utsman dibagi dalam
dua periode, yaitu periode Kemajuan dan periode Kemunduran. Pada periode
pertama pemerintahan Utsman mengalami kemajuan yang luar biasa,berkat jasa para
panglima yang ahli dan berkualitas,dimana Armenia,Tunisia,Cyhprus,Rhodes,dan
bagian yang tersisa dari Persia,Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut.[5]
Selain itu ia berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan
menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara
Byzantium dengan kemenangan pertama kali dalam sejarah Islam.
Khalifah Utsman terkenal sebagai seorang
khalifah yang dermawan, ia menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan
kaum muslim. selain menyumbang biaya-biaya perang dengan angka yang sangat
besar,ia juga menyumbangkan hartanya untuk pembangunan kembali masjidil Haram(
Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah). [6]
Prestasi terbesar yang dilakukan khalifah
Utsman adalah menulis kembali Al-Qur’an
yang telah di awali pada zaman
Khalifah Abu Bakar atas inisiatif
Khalifah Umar bin Khattab .[7]
Namun, periode II kekuasaan Utsman identik
dengan kemunduran dengan huru-hara dan kekacauan yang luar biasa. Sebagian ahli
sejarah menilai ,bahwa Utsman melakukan Nepotisme. Ia mengangkat sanak
saudaranya dalam jabatan-jabatan
strategis yang paling besar dan yang paling banyak menyebabkan suku-suku
dan kabilah lainnya kecewa. Hampir semua pejabat yang menjabat pada era Utsman
I dipecat, dan kemudian khalifah Utsman mengangkat sanak saudaranya yang tidak
mampu dan tidak cakap sebagai pengganti mereka. Tetapi terdapat beberapa alasan
yang bisa membuktikan bahwa khalifah Utsman bin Affan sebenarnya bukanlah
nepotisme. Karena pengangkatan sanak
saudaranya itu berangkat dari profesionalitas kinerja mereka di lapangan, dan
Utsman tetap menghukum sanak saudaranya yang telah terbukti bersalah, contohnya
seperti Walid bin Uqbah, karena terbukti bersalah ,ia tetap mendapat hukuman.
Akan tetapi, memang pada masa akhir kepemimpinan Utsman, para gubernur yang diangkat tersebut
bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka di luar kontrol
Utsman yang memang sudah berusia lanjut sehingga rakyat menganggap hal ini
sebagai kesalahan khalifah Utsman.[8]
C.
Proses
Pembukuan Al-Qur’an
Prestasi
terpenting bagi khalifah Utsman ialah menulis kembali Al-Qur’an yang telah di awali pada zaman Abu Bakar atas inisiatif Umar bin Khattab. Sebagai telah disinggung bahwa pengumpulan al-Qur’an yang
dilakukan pada zaman Abu Bakar dilatar belakangi oleh peristiwa syahid 70 sahabat yang hafal al-Qur’an dalam perang Yamamah,
sedangkan latar belakang pembukuan
al-Qur’an pada zaman Utsman adalah perbedaan qira’at(bacaan) Qur’an yang
menimbulkan percekcokan antara murid dan gurunya.
Pada
saat penyalinan al-Qur’an yang kedua kalinya. Panitia penyusunan mushaf yang dibentuk oleh Utsman bin Affan
melakukan pengecekan ulang dengan
meneliti kembali mushaf yang disimpan di rumah Hafshah dan membandingkanya
dengan mushaf-mushaf lain. Ketika itu terdapat empat mushaf Qur’an yang
merupakan catatan pribaadi. Pertama, mushaf
Qur’an yang ditulis oleh Ali bin Abi
Thalib. Mushsaf Ali terdiri dari 111
surat. Surat pertama al -Baqarah dan surat terakhir adalah al-M’wadzatayn. Ke dua mushaf Al-Qur’an yang disusun oleh Ubay ibn Ka’b. Mushaf Ubai terdiri dari 105 surat. Surat pertamanya
adalah al-Fatihah dan yang terakhir adalah an-Nas. Ketiga, mushaf yang ditulis
oleh Ibn Mas’ud. Mushaf Ibn Mas’ud terdiri dari 108 surat. Surat yang pertama
adalah surat al-Baqarah dan yang
terakhir adalah surat al-Ikhlas. Dan keempat , mushaf yang di tulis oleh Ibn
Abbas. Mushaf ini terdiri atas 114
surat. Surat yang pertama adalah “ Iqra”
dan yang terakhir surat an-Nas.
Selain
itu tugas utama panitia adalah menyalin mushaf
Qur’an yang disimpan di rumah
Hafsah binti Umar dan menyeragamkan qira’at atau bacaanya, yaitu
dialek Quraisy. Setelah berhasil membuat
salinannya, Zaid Ibn Tsabit mengembalikan naskah yang disalinnya kepada Hafsah.
Khalifah Utsman memerintahkan kepada
Zaid Ibn Tsabit agar membuat sejumlah salinan mushaf dan dikirim ke Mekkah,
Madinah, Basrah ,Kuffah, dan Syiria, dan salah satunya disimpan oleh Utsman bin Affan yang kemudian disebut
mushaf al-Imam. Sedangkan mushaf
lain selain mushaf yang telah disusun
oleh panitia yang dipimpin Zaid Ibn Tsabit diperintahkan untuk dibakar.
Penyusunan
mutshaf Utsmani telah berhasil mengeluarkan umat Islam dari kemelut karena perbedaan qiraat.[9]
Manfaat
dibukukan al-Qur’an adalah:
1.
Menyatukan kaum muslimin
pada satu macam mushaf yang seragam ejaaan tulisannya.
2.
Menyatukan bacaan
walaupun masih ada perbedaan, namun harus tidak berlawanan dengan ejaan mushaf
ustman.
3.
Menyatukan tertib
susunan surat-surat menurut tertib urut yang kelihatan pada mushaf sekarang
ini.[10]
D.
Peran
Utsman bin Affan dalam Kemajuan Islam
Peran Utsman bin Affan dalam kemajuan Islam
sangatlah besar,diantaranya yaitu Proses penaskahan kitab suci al-Qur’an yang
dilakukan pada tahun 30 H/651 M. Tujuan penaskahan al-Qur’an yaitu untuk
menghindari kemungkinan pemalsuan isi dari kitab suci al-Qur’an, dan untuk
menyelaraskan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
Selain itu jasa besar khalifah Utsman lainnya
yaitu perluasan mesjid Nabawi di Madinah
al-Munawarah dan Masjidil Haram di Mekkah al-Mukarramah.
Bukan itu saja, khalifah Utsman juga meresmikan
pemindahan pelabuhan wilayah Hijaz ke Bandar Jeddah pada tahun 26 H/647
M,karena pelabuhan Hijaz dirasakan sudah tidak sesuai bagi penampungan lalu
lintas armada dagang.[11]
[1]Joesoef Sou’yb,
Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, ( Jakarta: Bulan Bintang, Cet.I, 1979), hlm.320.
[2]Prof.Dr.A.Syalabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, ( Jakarta : Pustaka Al-Husna, Cet.VIII 1994), hlm.268.
[4] Dedy Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV
Pustaka Setia, Cet.X,
2008),
hlm.91-92.
[5] Drs. Badri Yatim, M. A. dan
H.A.Hafiz Anshari AZ, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Cet.III,
1995),
hlm. 38.
[6]M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran DanPeradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2007), hlm.91.
[7] Dr. Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, Cet.II, 2005), hlm.80.
[10]H. fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam,
(Cet.III: Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra, 2011), hlm.57.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !