Pendahuluan
Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen
inti kurikulum, kegiatan evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang
amat mendasar bagi
pengembangan kurikulum. Di Indonesia kurikulum
telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu perubahan dari kurikulum 1974
menjadi kurikulum 1984; dari kurikulum 1984 ke kurikulum 1994; dan dari kurikulum
1994 ke kurikulum 2004. Perubahan itu belum didasari oleh hasil evaluasi
kurikulum secara profesional, mendasar, menyeluruh, terpadu, dan bahkan lebih
cenderung bersifat politis (ganti Menteri ganti kurikulum). Tetapi yang terjadi di negara kita adalah bahwa
perubahan itu lebih banyak karena
faktor politisnya ketimbang yang lain. Bahkan yang lebih menyedihkan
kita adalah bahwa perubahan dari suatu kurikulum ke kurikulum berikutnya bukan
pula didasarkan pada hasil evaluasi
kurikulum yang dilakukan secara mendasar, menyeluruh dan terpadu.
Di dalam mengevaluasi kurikulum banyak model yang
ditawarkan oleh pakar evaluasi kurikulum. Menurut Ornstein dan Hunkins
(1985: 261) model evaluasi kurikulum secara garis besarnya ada dua, yakni: (1)
model evaluasi kurikulum yang bersifat kualitatif. Ke dalam model ini termasuk
model studi kasus dan model iluminatif; (2) Model kuantitatif seperti model
evaluasi kurikulum ala Tyler, model teoretik Taylor dan Maguire, model
pendekatan sistem Alkin , model Countenance Stake, dan model CIPP. Untuk
keperluan makalah ini, penulis hanya memilih model evaluasi kurikulum
kuantitatif, khususnya model Context,
Input, Process, Product (CIPP ) yang dikembangkan oleh Daniel
Stufflebeam.
Alasan pemilihan model ini untuk mengevaluasi kurikulum (terutama kurikulum Pendidikan Agama di Kota Padang) adalah karena model ini bersifat mendasar, menyeluruh, dan terpadu. Bersifat mendasar, karena mencakup
objek-objek inti kurikulum yaitu tujuan, materi, proses pembelajaran, dan evaluasi itu sendiri. Menyeluruh karena
evaluasi juga difokuskan pada
seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan dan pengimplementasian kurikulum.
Sedangkan terpadu karena proses evaluasi
ini melibatkan seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan terutama
siswa.
B. Permasalahan
Permasalahan
utama yang diajukan dalam makalah ini adalah "Bagaimana cara menerapan model CIPP dalam
mengevaluasi kurikulum pendidikan
menengah ?
C. Pembahasan
1. Hakikat Kurikulum
Pengertian
kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah "seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan”
Sebagai suatu dokumen tertulis, kurikulum tidak
bersifat menetap atau abadi. Sebagaimana layaknya suatu dokumen yang berisi
rancangan tindakan, maka rancangan-rancangan itu sendiri perlu selalu
disesuaikan dengan berbagai perkembangan
dan perubahan yang terkait dengan siswa, guru, teknologi pembelajaran, tuntutan masyarakat dan
keilmuan. Untuk menentukan karakteristik, kuantitas, dan
kualitas perubahan itulah diperlukan evaluasi.
2.Perkembangan kurikulum di Indonesia
Sejak Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, telah beberapa kali dilakukan
pembaharuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Setidak-tidaknya, menurut
Jasin (1987) telah diadakan empat kali pembaharuan kurikulum. Pembaharuan
pertama dilakukan dengan dikeluarkannya Rencana Pelajaran 1947 yang
menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial Belanda. Semangat proklamasi
kemerdekaan dan revolusi nasional memberikan pengaruh besar dalam pembaharuan
pendidikan setelah masa kolonial berakhir. Dalam konteks sejarah
kurikulum umum, Rencana Pelajaran
1947 berada dalam zamannya "developmental conformism"
(1941-1956). Zaman tersebut menekankan pendidikan kepada pembentukan karakter
manusia.
Pembaharuan kedua terjadi dengan dikeluarkannya Rencana
Pendidikan 1964. Pemikiran dan usaha pembaharuan yang mendorong lahirnya
rencana tersebut antara lain adalah tentang perlunya Indonesia mengejar
ketinggalannya di bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu-ilmu alam (science)
dan matematika. Pemikiran dan usaha tersebut didasari oleh gagasan Bruner
(1960). Ia salah seorang tokoh "scholarly structuralism" (1957-1967)
dan reformis pendidikan yang mengawali usaha perbaikan program pelajaran
science dan matematika dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Amerika
Serikat.
Pembaharuan ketiga terjadi dengan dikeluarkannya
Kurikulum 1968. Pergantian kurikulum tersebut ditandai oleh keadaan politik,
yaitu alih orde dari Orde Lama menjadi Orde Baru pada tahun 1966. Keadaan
politik pada waktu itu menuntut adanya perubahan radikal pemerintahan Orde Lama
dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan.
Pembaharuan keempat terjadi dengan diterbitkannya
Kurikulum 1975/1976/1977. Lahirnya kurikulum tersebut ditandai dengan
usaha-usaha yang sistematis dalam penyusunannya. Bahan-bahan masukan yang
bersifat empiris telah dijadikan dasar dalam penyusunan kurikulum tersebut.
Berkenaan dengan hal di atas Jasin
(1987) mengemukakan bahwa bahan-bahan empiris tersebut adalah :
a.
Laporan Proyek Penilaian Nasional
Pendidikan (PPNP) tentang hasil penelitian (survey) yang mengungkapkan beberapa
masalah pendidikan dam saran-saran alternatif pemecahannya. (Laporan Badan
Pengembangan Pendidikan, 1971).
b.
Uji coba kurikulum melalui Sekolah
Laboratorium IKIP Malang selama Pelita I/1969-1974 dan hasil suatu team dari
badan Pengembangan Pendidikan yang bertugas menganalisa kurikulum yang berlaku.
c.
Seminar identifikasi problema
pendidikan pada tahun 1969 yang membahas segala segi dan permasalahan
pendidikan seperti tujuan pendidikan, relevansi kurikulum dengan kepentingan
anak, metodik, persyaratan guru dan usahausaha untuk memenuhi persyaratan itu,
demokratisasi kurikulum dan evaluasi.
Sejak diberlakukannya Kurikulum 1975,
berbagai usaha inovatif telah banyak dilakukan dalam rangka menunjang
pelaksanaan dan mencari alternatif lain yang dapat digunakan dalam pengembangan
kurikulum tersebut, antara lain meneruskan uji coba kurikulum melalui Sekolah
Labolatorium di sepuluh IKIP Negeri, uji coba belajar tuntas (mastery
learning), penggunaan modul dan sekolah-sekolah terbuka.
Pembaharuan kelima terjadi dengan diterbitkannya
Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1984, Kurikulum Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah Pertama 1975 Yang Disempurnakan, dan Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja dan industri.
Pembaharuan keenam terjadi dengan diterbitkannya
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah 1994 yang disesuaikan dengan tuntutan
dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
beserta peraturanperaturan pelaksanaannya.
Pembaharuan ketujuh terjadi pada saat Bangsa Indonesia
sedang dilanda krisis multidimensi, yaitu dengan dikembangkannya Kurikulum
Pendidikan Dasar dan Menengah 2004 yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Kurikulum ini disesuaikan dengan tuntutan dari Undang-Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan
pelaksanaannya.
Pembaharuan kedelapan terjadi setelah terbentuknya Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2004. Pengembangan kurikulum
dilakukan oleh sekolah dengan berpatokan pada Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan yang ditetapkan oleh BSNP. Kurikulum ini selanjutnya dikenal
sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
3. Model evaluasi kurikulum
Model evaluasi
kurikulum jenisnya cukup banyak, tetapi dari sejumlah teori dapat dikelompokkan
atas dua model yaitu model kuantitatif dan kualitatif (Hasan, 1988). Model kuantitatif merentang dari
Model Tyler, model Sistem Alkin, Model Countenance Stake, model CIPP (Context,
Input, Process, dan Product), dan model ekonomio mikro. Sebaliknya,
menurut Sukmadinata (2004) terdapat empat
jenis model yang paling menonjol
yaitu model: (1) Discrepancy evaluation Model, yaitu pendekatan yang
membandingkan pelaksanaan dengan standar baik disain, pelaksanaan program,
biaya dan lain-lain, (2) Contingency Congruence Model, yaitu menilai
kesesuaian antara rancangan, pelaksanaan dan hasil ideal dengan yang
nyata/teramati, (3) EPIC (Evaluation Programs fot Innovative Curriculum),
dan (4) model CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Model
yang cukup terbuka dalam mengevaluasi kurikulum yang akan dikembangkan di masa
depan adalah model CIPP. Sesuai dengan namanya, model ini terbentuk dari 4
jenis evaluasi yaitu evaluasi Context, Input, Process, dan
Product yang dikembangkan kali pertama oleh
Stufflebeam.
4. Hakikat Evaluasi Kurikulum Model CIPP
Inti evaluasi
adalah untuk mengambil keputusan tentang kurikulum dalam arti luas.
Daniel Stuffbeam (dalam Ornstein dan Hunkins, 1985: 252) mendefinisikan evaluasi sebagai "... proses menggambarkan,
mendapatkan, dan mengembangkan informasi
yang berguna bagi penetapan alternatif-alternatif
keputusan". Pakar ini membagi tiga tipe keputusan yang dapat diambil
sebagai tindak lanjut evaluasi. Keputusan tersebut adalah: (1) keputusan-keputusan yang terkait dengan pengembangan
pembelajaran, (2) keputusan-keputusan
yang terkait dengan para individu seperti guru dan siswa, serta (3) keputusan-keputusan yang terkait dengan
peraturan administratif sekolah,
misalnya bagaimana sistem sekolah yang baik, serta bagaimana perituran-peraturan tentang warga sekolah.
Dalam evaluasi model CIPP,
dievaluasi pengaruh keputusan-keputusan manajemen yang terkait dengan kurikulum. Proses
utama pengevaluasian ada tiga, yaitu: (1) pengungkapan informasi yang dibutuhkan, (2) pengumpulan
data, dan (3) pengembangan informasi terhadap hal-hal
penting. Berdasarkan pengevaluasian, ada empat jenis keputusan yang dapat dirumuskan yaitu:
(1) keputusan tentang perencanaan, (2) keputusan
tentang penstrukturan, (3) keputusan tentang pengimplementasian, dan (4)
keputusan tentang proses pengulangan.
Sesuai dengan jenis keputusan
yang diambil, diklasifikasikan empat tipe pengevaluasian. Tipe-tipe tersebut adalah: (1)
konteks, (2) masukan, (3) proses, dan (4) produk.
Evaluasi tentang konteks dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang cermat tentang lingkungan pembelajaran siswa. Berdasarkan hal itu, dapat ditetapkan serangkaian
tujuan, termasuk di dalamnya tujuan pelaksanaan evaluasi. Evaluasi tentang
input atau masukan dimaksudkan untuk
mengembangkan informasi bagaimana pengembangan sumber-sumber pembelajaran yang relevan
dengan tujuan-tujuan program yang ditetapkan. Evaluasi tentang proses dimaksudkan untuk
mengembangkan pengawasan dan pengelolaan program pembelajaran sebagai hasil pengimplementasian kurikulum. Evaluasi
tentang produk dimaksudkan untuk menetapkan apakah keluaran atau hasil pembelajaran itu sesuai
dengan apa yang diharapkan dan digariskan dalam rumusan-rumusan tujuan.
3. Langkah-Langkah Penerapan
Model CIPP dalam Mengevaluasi Kurikulum
Langkah-langkah penerapan model CIPP dalam mengevaluasi kurikulum
adalah sebagai berikut:
a) Perencanaan Evaluasi
Pada tahap ini direncanakan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan evaluasi. Perencanaan tersebut mencakup bidang
(1) man atau orang-orang yang akan dilibatkan dalam evaluasi, (2) money,
anggaran yang dibutuhkan dan harus disediakan dalam pelaksanaan evaluasi, (3) management, pengorganisasian pelaksanaan
evaluasi, baik penetapan struktur organisasi, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab maupun
pendelegasian kewenangan, serta (4) time, yaitu waktu mulai dari perencanaan evluasi serta pelaporan dan perekomendasian hasil.
b) Pelaksanaan
Evaluasi
Ada beberapa langkah yang
dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi kurikulum berdasarkan model CIPP ini,
yakni:
1). Pemfokusan
terhadap Fenomena Kurikulum yang akan Dievaluasi
Pada tahap ini, para evaluator menetapkan apa yang
akan dievaluasi dan apa desain yang digunakan.
Untuk itu, dilakukan uji-coba pelaksanaan kurikulum di suatu lembga pendidikan atau beberapa sekolah yang
ditetapkan sebagai pilot-proyek. Dalam
tahap ini, ditetapkan fokus evaluasi: apakah keseluruhan sekolah, ataukah sekolah tertentu. Apakah sekolah itu merupakan
sekolah induk atau inti dan yang lain merupakan
sekolah imbas.
2). Pengumpulan Informasi
Pada tahap ini
para evaluator mengidentifikasikan sumber-sumber informasi yang esensial serta alat-alat (instrumen) yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi tersebut.
Sesudah semuanya disiapkan, evaluator melaksanakan pengumpulan informasi. Informan yang diharapkan
adalah pihak-pihak yang terutama
terkait langsung dengan proses pembelajaran, misalnya siswa, guru, pimpinan
sekolah, tata usaha, komite sekolah, dan wakil-wakil masyarakat yang mewakili orang tua siswa maupun profesi
tertentu yang menonjol. Informasi
juga dikaitkan dengan deskripsi tentang content atau materi
pembelajaran, input terutama
kesiapan dan peran serta input, process,
terutama terkait dengan kesesuaian proses dengan materi dan input
serta aspek sarana dan prasarana
lainnya, serta product. Jika product
belum dihasilkan, tidak mungkin dilaksanakan evaluasi kurikulum.
3). Pengorganisasian Informasi
Para pengevaluator mengorganisasikan informasi agar mudah diinterpretasikan dan dimanfaatkan oleh audiens
(dalam hat ini kelompok evaluator). Pengorganisasian informasi mencakup pengodean,
pengorganisasian, penyimpanan,
dan penyiapan untuk saji-ulang informasi.
4) Penganalisisan Informasi
Pada tahap ini, evaluator memilih
dan mengembangkan teknik-teknik analisis informasi yang memadai. Spesifikasi teknik yang digunakan
tergantung pada fokus evaluasi dan alat
evaluasi yang digunakan.
c)
Pelaporan Informasi Hasil Evaluasi
Pada tahap ini, para evaluator
menetapkan cara terbaik untuk melaporkan hasIL evaluasi. Pada tahap ini ditetapkan apakah akan digunakan cara
formal maupun informal. Selain itu, laporan akhir hendaknya memuat rincian data statistik.
d) Pendaur-ulangan Informasi
Keberlanjutan informasi dan evaluasi sangat diperlukan dalam pengembangan
kurikulum. Meskipun berdasarkan hasil evaluasi ternyata kurikulum tersebut sudah memadai, namun pemberian
umpan batik, pemodifikasian, dan
penyesuaian tetap diperlukan sebab berbagai kekuatan yang mempengaruhi
sekolah selalu menghendaki adanya perubahan.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !