I.
PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan
sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhlukNya, baik pada
manusia,hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Pernikahan merupakan suatu cara yang
dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan
melanjutkan keturunan, dan melestarikan hidup.
Pernikahan dengan orang
non-muslim maksudnya pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki muslim dengan
perempuan non-muslim, ataupun sebaliknya yaitu pernikahan yang dilakukan wanita
muslim dengan laki-laki non-muslim.
Dalam makalah ini,akan
di bahas mengenai
Bagaimana hukum pernikahan orang muslim
dengan orang non-muslim.
II.
LANDASAN HUKUM
A. Al-Qur’an
Surat
al-baqarah: 221
Artinya : ”Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran”.(al-Baqarah: 221)[1]
B. Hadis
عن
أبي هريرة رضى الله عنه قال عن النبى صلى الله عليه و سلم قال : تَنْكِحُ
الْمَرْأَةُ لآَرْبَعٍ, لِمَا لِهَا, وَلِنَسَبِهَا , وَلِجَمَلِهَا,
وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخاري في
كتاب النكا ح)
Artinya: dari Abi Hurairah R.A. Berkata, Rasulullah S.A.W
bersabda : "wanita
itu boleh dinikahi karena empat hal: 1. karena hartanya. 2. karena
asal-usul(keturunan)nya, 3. Karena kecantikannya, 4. Karena agamanya. Maka
hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam,
(jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu (hadits riwayat Bukhari di dalam
kitab Nikah).[2]
C. Pandangan
Ulama'
دَرْءُ
الْمَفَا سِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبٍ الْمَصَالِح
Artinya
: mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada menarik
kemaslahatan.
Berdasarkan
fatwa MUI tentang perkawinan Beda Agama hukumnya adalah haram dan tidak sah. Sedangkan
perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab menurut qaul
mu’tamad adalah haram dan tidak sah.[3]
Para ulama dari ke empat madzhab Hukum Islam telah
membahas masalah perkawinan dengan wanita ahlul kitab, diantaranya:
Menurut Madzhab Hanafi,
haram hukumnya menikahi wanita ahli kitab bila si wanita itu sedang berada di
negeri yang sedang berkecamuk perang dengan kaum muslimin, karena hal itu dapat
menimbulkan kerugian.
Sedangkan Madzhab
Maliki sebaliknya, memiliki 2 pendapat, yang pertama bahwa menikah dengan Ahli
Kitab hukumnya makruh sama sekali, apakah dia seorang dzimmi ataukah penduduk
dalam wilayah perang. Pendapat ke dua, hukumnya tidak makruh, karena al-Qur’an
telah mendiamkannya sebagai persetujuan.
Adapun madzhab Syafi’i
dan Hambali meyakini bahwa kedua orang tua si wanita haruslah Ahli Kitab,
sedangkan ibunya seorang penyembah berhala. Maka perkawinan itu tidak
diperkenankan(haram)sekalipun wanita itu telah dewasa dan menerima agama
ayahnya.[4]
III.
ANALISIS
A. Perkawinan Antar
Orang yang berlainan Agama.
Yang
dimaksud perkawinan antar orang yang
berlainan agama disini adalah perkawinan antar orang Islam( pria/wanita) dengan
orang bukan Islam(pria/wanita). Mengenai masalah ini, islam membedakan hukumnya
sebagai berikut:
1. Perkawinan
antar seorang pria Muslim dengan wanita musyrik.
kebanyakan
ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah
baik dari bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, selain Ahlul Kitab, yakni
Yahudi(Yudaisme) dan Kristen tidak boleh dikawin. Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan Islam, dan bukan pula
Yahudi/kristen tidak boleh dikawini oleh pria Muslim, apapun agama ataupun
kepercayaannya, seperti Budha, Hindu, Konghucu, Majusi/Zoroaster, karena
pemeluk agama selain Islam, kristen, dan yahudi itu termasuk kategori “musyrikah”.
2. Perkawinan
antar seorang pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab.
Kebanyakan
ulama berpendapat, bahwa seorang pria Muslim boleh kawin dengan Ahlul
Kitab(yahudi/kristen), berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 5:
Artinya:
“....(dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu.............”( al-Maidah: 5).
Namun
demikian, ada sebagian ulama yang melarang perkawinan antara seorang pria
Muslim dengan wanita Kristen/yahudi, karena pada hakikatnya doktrin dan praktik
ibadah kristen dan yahudi itu mengandung unsur syirik yang cukup jelas,
misalnya ajaran trinitas dan mengkultuskan Nabi Isa dan ibunya Maryam bagi umat
Kristen, dan kepercayaan Uzair putra Allah dan mengkultuskan Haikal Nabi
Sulaiman bagi umat Yahudi.[5] Ajaran tersebut sangat bertentangan dengan perintah
Allah. Dan Allah berfirman dalam surat Al-mujadilah ayat 22:
22. kamu tak akan
mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang
itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka . . .( al-mujadilah:22).
Ayat di atas menguatkan tentang dilarangnya perkawinan
dengan orang yang berlainan agama, karena orang-orang yang beriman tidak akan
menjalin cinta kasih dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.[6]
3. Perkawinan
antara seorang wanita Muslimah dengan pria non-Muslim.
Ulama
telah sepakat, bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang wanita Muslimah
dengan pria non-Muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang
mempunyai kitab suci, seperti Kristen dan yahudi, ataupun pemeluk agama yang
mempunyai kitab serupa kitab suci, seperti Budha, Hinduisme, maupun pemeluk
agama atau kepercayaan yang tidak punya kitab serupa kitab suci dan juga kitab
yang serupa kitab suci. Termasuk pula disini penganut Animisme, Ateisme,
Politeisme, dan sebagainya.[7]
Dan
jika ada seorang muslimah mengawini laki-laki ahli kitab maka wanita itu
menjadi murtad, yaitu keluar dari agama
Islam.[8]
B.
Hikmah dilarangnya
perkawinan antara orang Islam(pria/wanita) dengan orang non Islam.
Adapun
hikmah dilarangnya perkawinan antara orang Islam(pria/wanita) dengan orang yang
bukan Islam(pria/wanita, selain Ahli Kitab), ialah bahwa antara orang Islam
dengan orang kafir selain Kristen dan Yahudi itu terdapat way of life dan
filsafat hidup yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada
Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para nabi, kitab suci,
malaikat, dan percaya pula pada hari kiamat, sedangkan orang musyrik/kafir pada
umumnya tidak percaya pada semuanya itu. Kepercayaan mereka penuh dengan
kufarat dan irasional. Bahkan mereka selalu mengajak orang-orang yang telah
beragama/beriman untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak mengikuti
kepercayaan/ideologi mereka.
Mengenai
hikmah diperbolehkannya perkawinan antar seorang pria Muslim dengan wanita
Kristen/Yahudi yaitu agar seorang wanita kristen/yahudi kawin dengan pria
Muslim yang baik, yang taat pada ajaran agamanya, dapat diharapkan atas
kesadaran dan kemauannya sendiri masuk Islam, karena ia dapat menyaksikan dan
merasakan kebaikan dan kesempurnaan ajaran agama Islam, setelah ia hidup di
tengah-tengah keluarga Islam. Sebab agama Islam mempunyai panutan/pedoman hidup
yang lengkap, mudah/praktis, flexible, demokratis, menghargai kedudukan wanita
Islam dalam keluarga, masyarakat, dan negara, toleran terhadap
agama/kepercayaan lain yang hidup di masyarakat, dan menghargai pula hak-hak
asasi manusia terutama kebebasan beragama, serta ajaran-ajarannya yang
rasionable.
Namun,
kalau pemuda Muslim itu kualitas iman dan islamnya masih belum baik, misalnya
Islamnya masih Islam ktp atau Islam abangan,
maka seharusnya ia tidak berani kawin dengan pemudi Kristen/Yahudi yang
militan, karena ia dapat terserat kepada agama istrinya.
Adapun
hikmah dilarangnya perkawinan antar seseorang wanita Islam dengan pria
Kristen/yahudi, karena dikhawatirkan wanita Islam itu kehilangan kebebasan
beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kemudian terseret pada agama
suaminya. Demikian pula anak-anak yang
lahir dari hasil perkawinannya dikhawatirkan pula mereka akan mengikuti
agama bapaknya, karena bapak sebagai kepala keluarga terhadap anak-anak
melebihi ibunya. Dalam hal ini, fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa tiada
sesuatu agama dan sesutau ideologi dimuka bumi ini yang memberikan kebebasan
beragama dan bersikaptoleran terhadap agama/kepercayaan lain.
Firman
Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 120 mengingatkan kepada umat Islam,
hendaknya selalu berhati-hati dan waspada terhadap tipu muslihat orang-orang
kafir, termasuk yahudi dan kristen, yang selalu berusaha melenyapkan Islam dan
umat Islam dengan berbagai cara. Dan hendaknya umat islam tidak memberi
jalan/kesempatan kepada mereka untuk mencapai maksudnya. Misalnya dengan jalan
perkawinan seorang wanita Islam dengan pria non-Muslim.
Menurut
Prof. Dr. H.Masfuk Zuhdi, perkawinan antara orang Islam(pria/wanita) dengan
orang non Islam, yang dilaksanakan di kantor Catatan Sipil, tidaklah sah
menurut hukum Islam, karena perkawinannya tidak dilangsungkan menurut ketentuan
syari’at Islam, sebab tidak memenuhi syarat dan rukunnya, antara lain tanpa
wali nikah dan mahar/ mas kawin serta tanpa ijab Qabul menurut tata cara Islam.[9]
[1]
Abdul Muta’al al-Jabri, Apa Bahayanya Menikah dengan Wanita Muslimah
Tinjauan Fiqih dan Politik, (Jakarta: Gema Insani,2003), hlm.21.
[2]
Ma’ruf Mu’in dkk, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, ( Jakarta: Erlangga,2011), hlm.481
[3]
Ma’ruf Mu’in dkk, Himpunan Fatwa MUI . . . , hlm.481
[4]
Abdul Rahman , Perkawinan Dalam Syari’at Islam, ( Jakarta: PT Rineka
Cipta,1996), hlm.35.
[5]
Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta:CV
Haji Masagung, 1991), Cet. 1991, hlm.4-5.
[6]Abdullah
bin Muhammad bin Abdurrahman bin Isyhaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir jilid
9,
( Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, 2008), hlm.351.
[7]
Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah . . ., hlm.4-6.
[8]
Husein Bahreisy, Himpunan Fatwa,(Surabaya:Al-Ikhlas,1987), hlm. 297.
[9]
Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah . .
., hlm. 6-9.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !