I.
PENDAHULUAN
Zaman penjajahan,
bangsa Indonesia telah memiliki hukum pemilikan dan penguasaan tanah
berdasarkan hukum adat. Konsep hak milik rakyat atau warga Negara sebagai
individu atas tanah dan pembatasannya, menurut konsepsi Hukum Pertanahan
Indonesia secara jelas diatur dalam pasal-pasal UUPA dalam pasal 9 ayat 2 yang
isinya “ Tiap-tiap warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah, serta
untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya”.
Meskipun pemilik secara
pribadi berhak menggunakan hak atas tanah miliknya, tetapi ia dibatasi oleh
hak-hak masyarakat.hal ini disebabkan oleh struktur kepemilikan hak atas tanah
dalam konsepsi UUPA, baik langsung maupun tidak langsung. Hak menguasai dari
Negara atas tanah didasarkan pada kewenangan pemerintah sebagai lembaga public
untuk mengatur tatanan sosial masyarakat.
Oleh karena itu Islam
melarang melakukan praktekmonopoli asset/harta.Demikian pemilikan harta oleh
seseorang haruslah disertai dengan pertanggungjawaban secara moral.Kepemilikan
seseorang atas tanah, sebagaimana kepemilikan atas harta benda lainnya, dalam
penggunaanya haruslah mempertimbangkan aspek-aspek yang bersifat sosial.
II.
LANDASAN HUKUM
A. Al-Qur’an
Q. S. An Nisa’: 29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q. S. An Nisa :29)
B. Hadits
لاَضَرَارَوَلاَضِرَارَ
Artinya: Tidak boleh merugikan diri sendiri
dan merugikan orang lain.
C. Pendapat Ulama’
Kaidah Fiqh
الظرارشرط
لوجوب ضمان
Artinya: “ kerugian adalah
syarat terhadap keharusan ganti rugi
Untuk
tindakan pemerintah yang membeli tanah rakyat harus sesuai dengan harga yang
pantas atau memadai, dan itu semua dilakukan demi kepentingan umum, dalam kitab
Al
Asybah wan Nadhair, hlm. 83, dijelaskan:
إذا كا ن فعل الا مام مبنيّا
على المصلحة فيما يتعلّق بالا مو ر العا مّة لم ينفّذ امره شرعا إلاّ إذا وافقه
فإن خالفه لم ينفّذ. ولهاذا قال الا مام ابو يوسف في كتاب الخراج من باب إحيا ء
الموات: وليس للإ مام أن يخرج شيئا من يد أحد إلاّ بحقّ ثا بت معروف.
“Jika tindakan
imam itu didasarkan kepada kepentingan umum, maka secara syar’I perintahnya
tidak boleh dilaksanakan kecuali sesuai dengan kepentingan umum tersebut. Dan
jika bertentangan, maka tidak boleh dilaksanakan. Oleh karenanya, Imam Abu
Yusuf dalam kitab Al Kharraj min babi ihyail mawat menyatakan, imam tidak boleh
mengeluarkan apapun dari tangan siapapun kecuali dengan hak yang (berkekuatan
hukum) tetap dan ma’ruf”.[1]
III.
ANALISIS
Beberapa tahun
belakangan ini banyak terjadi pembebasan tanah milik rakyat, baik oleh
pemerintah maupun oleh swasta yang disokong pemerintah, baik untuk kepentingan
umum, seperti pelebaran jalan raya atau pembuatan jalan tol, maupun untuk
bisnis semata, misalnya untuk kawasan perumahan atau pembangunan pusat-pusat
perbelanjaan. Akan tetapi biasanya yang terjadi, dalam pembebasan tanah ini,
ganti rugi yang ditawarkan oleh pihak pemerintah tidak memadai, sehingga rakyat
menolak ganti rugi tersebut.Pembebasan tanah dengan harga yang tidak memadai
dan tidak dengan kesepakatan kedua belah pihak, tergolong perbuatan zalimdan
hukumnya haram serta tidak sah. Apabila pembebasan tanah tersebut dilakukan
oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang dibenarkan menurut sayara’, dengan
harga yang memadai, maka hukumnya boleh sekalipun tanpa kesepakatan[2]
Pengakuan dan
penghormatan Islam terhadap hak milik telah menempatkan posisi hak milik
sebagai salah satu hak dasar manusia yang wajib dilindungi keberadaanya. Dalam
kaitan dengan konsep kepemilikan atas tanah, para ulama membagi jenis hak milik
menjadi tiga yaitu :
·
Hak milik
individu (al milkiyat al khassah)
·
Hak milik
kolektif (al milkiyyah al ammah)
·
Hak milik Negara
(milkiyyat al dawlah)
Islam memandang Negara
sebagai institusi yang mengelola masyarakat suatu Negara. Atas dasar inilah
islam memberikan hak sekaligus kewajiban kepada institusi tersebut untuk
mengatur relasi antar individu dengan masyarakat, serta hubungan individu dan
masyarakat dengan Negara. [3]
Perolehan seseorang hak
atas tanah dalam hukum islam dilakukan melalui upaya pembukaan lahan baru atas
lahan yang kosong. Kepala Negara berhak untuk memberikan tanah kepada seseorang
secara individual sesuai dengan pertimbangannya sendiri yaitu kepada seseorang
yang dikenalnya dan mempunyai kemampuan untuk mengolah tanah.
Hukum pertanahan
Indonesia mengatur hapusnya hak milik sebagaimana disebutkan dalam UUPA Pasal
27 yang menyatakan bahwa hak milik atas tanah akan dihapus karena dua sebab
yaitu, Pertama tanahnya jatuh kepada Negara dan kedua tanahnya musnah. Ketentuan
pencabutan hak milik atas tanah dalam UU No.20 Tahun 1961 juga didiringi dengan
ketentuan pemberian ganti rugi sebagaimana dinyatakan dalam pasal 8. Jika
pemilik tanah tidak puas dengan jumlah ganti rugi, pemilik tanah dapat
mengajukan banding ke Peradilan Tinggi yang daerah kekuasaanya meliputi tanah
atau benda-benda yang haknya dicabut selambat-lambatnya dalam waktu sebulan
sejak tanggal keputusan Presiden itu sampai kepada pihak yang haknya dicabut.
Dalam konsep hokum
islam ada beberapa kondisi yang menjadikan alasan bagi pencabutan hak milik. Pertama, pencabutan hak milik karena
pertimbangan kemaslahatan umum.Kedua penvabutan hak kepemilikan untuk pengembalian
hutang yang tidak dibayar oleh si penghutang yang tidak mempunyai I’tikad baik
untukmengembalikan hutangnya.[4]
[1]Mahmoed Syaikh S dan Syaikh M.Ali as-Syais,Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqih,(Jakarta:PT.
Bulan Bintang,1993)hlm.300.
[2]http//wordpress.com-hukum-pembebasan-tanah-dengan-harga-rendah.
Rabu 10 oktober 2012, 19:30.
[3] Ridwan.Pemilikan
Rakyat dan Negara Atas Tanah Menurut Hukum Pertanahan Indonesia dalam
Perspektif Hukum Islam,(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,2010)hlm129-132.
[4] Ridwan.Pemilikan Rakyat dan Negara Atas Tanah
Menurut Hukum Pertanahan Indonesia dalam Perspektif Hukum Islam,(Badan
Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,2010)hlm129-132.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !