I.
Pendahuluan
Kehidupan
manusia di dunia ini di kepung oleh beragam ancaman bahaya yang selalu
memancing rasa takut dan histeria. Manusia selalu dicekam kegelisahan atas
rezeki dan ajalnya, khawatir terhadap makanan dan minumannya, gamang dengan
sandang papannya, mencemaskan keluarganya, dan segala bentuk kepanikan lainnya.
Dalam mengarungi kehidupan manusia selalu berhadapan dengan beragam situasi dan
ancaman bahaya yang membuat takut dan
cemas misalnya, khawatir kekurangan rizki, khawatir kehilangan kekayaan,
khawatir di celakai orang lain dan lain sebagainya. Ancaman-ancaman bahaya
seperti ini selalu datang silih berganti dan sulit di kalkulasi.
Namun
bagaimanapun hal itu merupakan realitas yang melingkupi manusia. Sehingga
manusia pun terus memeras otak dan menciptakan inovasi-inovasi untuk
mendapatkan rasa aman dan tenteram dan menghindari mara bahaya yang mengintai
dan menyelimuti kehidupan mereka. Salah satunya dengan mendirikan
perusahaan-perusahan jasa asuransi. setelah terbentuknya perusahaan-perusahaan
asuransi timbul berbagai macam pertanyaan, bagaimana hukum asuransi itu?
Dalam makalah
ini akan dijelaskan secara singkat berkaitan hukum asuransi, apa saja landasan
hukum yang dipakai, bagaimana pendapat para Ulama tentang hukum asuransi, dan
bagaimana menganalisanya tentang hukum tersebut.
II.
Landasan
Hukum
A.
Al Qur’an
Tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS. Al Maidah: 2)
Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Luqman: 34)
B.
Hadis
قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَاأَوْلٰى بِكُلِّ مُسْلِمٍ
مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَا لًا فَلِوَرَثَتِهِ، وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا
أَوْضَيَاعًا( أَيْ أُسْرَةً أَوْلَادًا صِغَارًا) فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ. (متفق
عليه(
“Nabi Mhammad
SAW bersabda: Saya lebih berhak mengurus setiap muslim dari pada dirinya
sendiri, barang siapa meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya,
dan barang siapa meninggalkan hutang atau kebangkrutan, maka untuk saya dan
menjadi tanggungan saya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
C.
Pandangan
Ulama
وَأَمَّاالتَّأْمِيْنُ
عَلَى الْأَمْوَالِ فَقُرُوْعُهُكَثِيْرَةٌ جِدًّا. وَلِتَكَلَّمَ عَلَى فَرْعٍ وَاحِدٍ
مِنْهَا وَهُوَ فَرْعُ الْبُيُوْتِ... إِلَى أَنْ قَالَ... وَلَكِنَّ هذَا التَّعَاقُدُ
قِمَارٍ وَلَا نِزَاعَ.وَهُوَ أَشْبَهَ بِأَوْرَاقِ يَا نَصِيْبٌ الَّتِيْ تَمْكُثُ
الْمَرْءُ طُوْلَ حَيَاتِهِ يَشْتَرِيْ مِنْهَا دُوْنَ أَنْ يُصَادِفُ وَرَقَةَ رِبْحٍ
Adapun asuransi harta kekayaan, maka
cabangnya banyak sekali, dan kita berbicara satu cabang saja yaitu asuransi
rumah... asuransi ini di sepakati merupakan transaksi judi. Iya menyerupai
pembelian kupon ‘ya nashib’ di mana seseorang yang membelinya selama hidupnya
menunggu tanpa memperoleh kemenangan.
III.
Analisis
Kata asuransi
berasal dari bahasa inggris, Insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah
menjadi bahasa populer dan di adopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan
padanan kata “pertanggungan”.[1]
Menurut wirjono
prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai asuransi
sebagai: “suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak
yang di jamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian
yang mungkin akan diderita oleh yang di jamin, karena akibat dari peristiwa
yang belum jelas.[2]
Asuransi
ada dua yaitu asuransi (ta’min) ta’awuni
dan asuransi konvensional (biasa) dan Majelis Lembaga Para Ulama Besar
telah mempelajarinya sejak beberapa tahun yang lalu dan menerbitkan keputusan
tentang hal tersebut. Akan tetapi kebanyakan manusia menjadi samar atasnya di
antara yang boleh dan haram, atau sengaja membolehkan
terhadap yang diharamkan sehingga menjadi samar terhadap manusia.[3]
Asuransi
ta'awuni (tolong menolong) yang boleh seperti, sekelompok orang
berkumpul dan memberikan sejumlah harta tertentu untuk sedekah, atau membangun
masjid, atau menolong orang-orang fakir. Kebanyakan orang menggunakan ini sebagai dasar dan menjadikannya
sebagai hujjah bagi mereka dalam asuransi konvensional. Dan ini merupakan
kesalahan mereka dan menyamarkan kebenaran terhadap manusia.
Dan
contoh asuransi konvensional adalah seseorang mengasuransikan mobilnya atau
barangnya (dari kecelakaan, musibah) atau yang lainnya. Terkadang tidak terjadi
sesuatu, maka hartanya diambil (tanpa imbalan apa-apa).
Fatwa
Majelis Ulama Indonesia yang di tanda tangani oleh Ketua Umum K.H. Sahal
Mahfudh dan sekretaris Umum H.M. Din Syamsudin, pada prinsipnya menolak
asuransi konvensional, tetapi menyadari realita dalam masyarakat bahwa asuransi
tidak dapat di hindari. Oleh karena itu, DSN MUI dalam fatwanya memutuskan
tentang pedoman umum Asuransi Syariah, antara lainn tidak boleh mengandung
gharar, (penipuan), maisir (perjudian), riba (bunga), zhulm (penganiyayaan),
risywah (suap), barang haram, dan maksiat.[4]
[1] Ali hasan, Asuransi
dalam Perspektif Hukum Islam, (jakarta: Kencana, 2004), hlm. 57
[2] Ali hasan, Asuransi
dalam Perspektif..., hlm. 58-59.
[3] http://artikel-mak.blogspot.com/2009/06/asuransi-menurut-islam.html, di akses pada
10 November 2012.(10:51).
[4] Ahmad Wardi
Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah , 2010 ), hlm. 549
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !