Headlines News :
Home » » METODOLOGI PENGEMBANGAN AGAMA DAN AFEKTIF

METODOLOGI PENGEMBANGAN AGAMA DAN AFEKTIF

Written By Figur Pasha on Monday, March 18, 2013 | 10:13 PM

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

             I.      PENDAHULUAN

Perkembangan rohani si anak dikembangkan sejak dari rumah. Pelajaran agama memang telah diajarkan disekolah. Namun dasar pelajaran paling kuat yaitu orang tuanya. Bagaimana orang tua menanamkan pendidikan agama pada kehidupan anak dirumah?
Untuk anak-anak sediakan secara kusus yang bersifat agama, yaitu buku-buku cerita. Bacakanlah buku- buku cerita itu pada saat tertentu. Usahakan buku agama jangan diperlakukan dengan buku yang lain yang dapat diambil dengan sembarang waktu. Tanamkan sejak dini rasa hormat dan menghargai dalam diri anak itu terhadap buku bacaan agama melebihi dari buku bacaan yang lain.
Dengan dikenalkanya konsep- konsep keagamaan kepada anak maka otomatis akan mempengaruhi segi perkembangan afektifnya, kemudian anak akan akan mempunyai sikap yang baik dalam melakukan keseharianya. Anak- anak pun akan mengetahui hal apa yang harus dilakukan, dan menjauhi perbuatan yang negative.

          II.      RUMUSAN MASALAH

A.    Konsep dasar metode pengembangan agama dan afektif
B.     Teori pendidikan afektif
C.     Pendekatan dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan praktis, doa, nyanyian religius untuk anak usia dini
D.    Permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada anak usia dini

       III.      PEMBAHASAN

A.    Konsep dasar metode pengembangan agama dan afektif
Pendidikan adalah tejadinya pergaulan antara orang dewasa dengan anak-anak. Pergaulan yang dimaksud adalah pergaulan yang dapat menolong anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup memenuhi tugas hidupnya atas tanggungjwab sendiri[1].
Sedangkan pendidikan juga bisa disebut bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam perttumbuhan jasmani, rohani, akhlak maupun kepribadian diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani ini, rohani, akhlak maupun kepribadian untuk mencapai tingkat kedewasaan disini yang menonjolkan adalah pemberian bantuan secara sengaja atau secara sadar kepada anak dengan tujuan agar anak tersebut dapat mencapai tingkat kedewasaannya.
Jika pendidikan itu ditinjau dariu sudut hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa : hakekatnya pendidikan agama adalah usaha orang tua dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan agama, formal dan nonfomal.
Perkembangan agama pada anak dapat melalui beberapa fase, yakni:
1.      the fairy tale stage( tingkatan dongeng)
pada tingkat ini dimulai pada usia 3-6 tahun. Pada anak dalam tingkatan ini konsep mengenai ketuhanan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.konsep ini sesuai tingkat perkembangan intelektualnya.
2.      the realistic stage( tingkatan kenyataan)
tingkat ini dimulai sejak SD hingga keusia adolesense( masa usia). Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan. Konsep ini timbul melalui lembaga keagamaan dan pembelajaran agama.
3.      the individual stage( tingkatan individu)
pada tingkat ini anak memiliki kepekaan emosi yang tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai- nilai agama kepada anak usia dini, yaitu anak mulai punya minat, semua perilaku anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai individu makhluk social dan hamba allah. Agar pengembangan agama pada anak tumbuh subur, harus dilatih dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan[2].

         Sesuai cirri yang anak miliki, ide keagamaan anak hamper sepenuhnya autoritas, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka.bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut.   

Perilaku adalah cerminan kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, masa usia dini adalah masa yang peka untuk menerima pengaruh dari lingkungan

Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan oleh anak. Dengan kata lain yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau bagaimana afeksi ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan demikian pendekatan yang dipakai adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari bagaimana metode pengajarannya), karena mengutamakan aspek transfer of values.
Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa pentingnya peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah bahwa subjek didik mampu dan mau mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasional/ pengajuan alasan bagi kurikulum dengan pengutamaan pengembangan sikap didasarkan pada”kematangan normative” atau pandangan analisis kejiwaan (psikoanalitik) tentang perkembangan anak, dan filosofi humanistic pendidikan. Karya para ahli- ahli seperti Sigmun Frued, Anna Frued, Erik Erikson, Arnold Gessell, dan Jonhn Dewey, telah mempengaruhi perkembangan pendekatan ini yang mengtamakan ranah (domain)afektif.[3]
Pusat pendekatan ini ada empat area dasar perkembangan individual: kekuatan ego, kemandirian (otonom), kreatifitas, dan komunikasi antar pribadi. Pembentukan pencitraan diri yang kuat dan positif secara langsung berhubungan dengan kekuatan ego. Tiap anak harus memperhatikan kemampuan- kemampuanya sebagai anak-anak yang benar abasah, sehingga ia dapat menggunakan kemampuan- kemampuanya itu dalam bekerja dan bermain dengan anak- anak sesamanya.
Hubungan langsung akan kesadaran ego ini adalah kesadaran dirinya selaku pribadi sebagai suatu yang unik, berperasaan, berpikiran, pribadi yang responsive. Ini mencakup kemampuan tiap individual anak untuk bertindak secara otonom.
Dengan pengembangan afektif maka anak akan mengembangkan konsep diri yang positif, anak akan mengembangkan kreatifitasnya, anak akan mengembangkan kesadaran dan akan menerima perbedaan- perbedaan individual anak- anak. Komunikasi merupakan sumber pengertian kesamaan perassaan dan konflik antar manusia, demikian juga sebagai alat untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman.

B.     Teori pendidikan afektif
1.            classical conditioning theory
teori kondisi klasik ini memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku. Belajar pada prinsipnya mengikuti suatu hokum yang sama untuk semua manusia, bahkan semua makhluk hidup. Meskipun diakui ada makhluk hidup yang dapat belajar lebih baik dari makhluk hidup yang lain. Teory ini dikembangkan melalui observasi terhadap perilaku belajar yang tampak( observable behavior). Pencetus teori ini ialah Ivan P. Pavlove( 1849-1936). Pavlove seorang berkebangsaan Rusia. Ia memberi daging secara periodic pada anjing yang didahului dengan membunyikan bel. Setiap kali daging akan diberikan bel dibunyikan. Setelah beberapa lama setiap kali bel dibunyikan anjing mengeluarkan air liur. Ketika bel dibunyikan tanpa membunyikan bel anjing juga mengeluarkan air liur. Kesimpulanya ialah anjing mampu menghubungkan bunyi bel dengan daging ketika mendengar bunyi bel, anjing membayangkan datangnya daging sehingga air liurnya keluar. Proses keluarnya air liur seperti itu disebut belajar[4].
Bagaimana aplikasi dari teori ini dalam pembelajaran? Banyak hal yang dapat diterangkan dengan teori tersebut, terutama yang berkaitan dengan perilaku, penanaman disiplin, dan sikap. Dalam menanamkan aturan, disiplin, dan moral hendaknya dipasangkan dengan suatu ganjaran dan hukuman. Setiap memperkenalkan aturan hendaknya diperkenalkan pula hadiah juga sangsinya. Misalnya untuk menanamkan disiplin tepat waktu, anak-anak diberi tahu harus masuk tepat waktu, missal jam 07.00. bagi anak yang tiga kali datang tepat waktu diberi hadiah permen gratis sedangkan yang terlambat tiga kali sanksinya disuruh menyanyi. Dengan demikian anak akan dating tepat waktu bias karena hadiah atau hukumannya. Dengan demikian pula perlahan anak- anak akan datang tepat waktu karena telah terbiasa.    
2.            operant conditioning theory
Edward L. Thorndike (1874-1949) merupakan salah satu pencetus teori belajar ini. Ia melakukan percobaan menggunakan seekor kucing yang diletakan didalam kotak. Kucing mencari jalan keluar dari kotak dengan cara mencoba- coba. Menurutnya, binatang dan manusia tidak selalu memecahkan masalah dengan cara memikirkan caranya secara algoritmik, tetapi banyak pula yang memecahkan masalah dengan cara mencoba- coba( trial and eror). Hasil penelitian melahirkan apa yang disebut law of effect( hokum akibat), yaitu apabila sesuatu respons dari sesuatu stimulus diikuti dengan kepuasan, maka respon tersebut cenderung diulang. Sebaliknya suatu respon yang diikuti hal yang tidak menyenangkan, respon tersebut tidak dilaukan lagi. Dengan begitu konsekuensi memegang peranan penting terhadap muncul atau tidaknya suatu respon.  
Hasil kerja Torndike dilanjutkan oleh Clark L. Hulk(1884-1952)dan Burrhus Frederic Skinner (1904- 1990). Menurut Hull, teori SR (setimulus respon) ditentukan oleh kondisi individu, sehingga menjadi S-O-R. S adalah stimulus, R adalah respons, dan O adalah kondisi internal organisme. Jadi pada intinya individu melakukan proses berfikir terlebih dahulu sebelum menentukan respon dari suatu stimulus.
Sejalan dengan hull, bf. Skinner menerjemahkan konsekuensinya yang dimaksud dengan teori torndik sebagai hadiah dan hukuman. Jika suatu perilaku mendapat hadiah, perilaku itu cenderung diulang dan meningkat, sebaliknya jika perilaku itu mendapat hukuman , perilaku tersebut cenderung ditinggalkan atau menurun.
Pada teori ini , meskipun konsekuensi penting, tetapi organisme memegang peranan lebih penting terhadap munculnya suatu perilaku. Perilaku bukan semata- mata dintentukian oleh konsekuensinya, tetapi bagaimana individu tersebut memandang konsekuensi tersebut. Konsekuensi bias berubah hadiah atau hukuman. Dalam teori ini perilaku bukan semata ditentukan oleh stimulus, tetapi bagaimana individu memandang bentuk hadiah dan hukuman tersebut. Seorang siswa yang nakal akhirnya dihukum oleh gurunya keluar kelas karena tidak mau mengerjakan tugas. Apakah ia akan menghentikan perilku buruknya? Belum tentu. Karena hal itu sangat tergantung siswanya. Bagi siswa yang masih ingin belajar ia mungkin tidaka mau lengah lagi, ia mungkin akan selalu mengerjakan tugas karena takut dikeluarkan dari kelas. Bagi siswa yang ingin keluar kelas, ia akan dengan senang hati mengulang kesalahanya yaitu tidak mengerjakan tugas, karena ia berharap dikeluarkan dari kelas sehingga dapat bermain diluar. Jadi sesuatu yang oleh guru dianggap hukuman, boleh jadi dianggap hadiah bagi siswa. Oleh karenanya muncul istilah hadiah positif dan hadiah negative, serta hukuman positif dan hukuman negative. Bagi siswa pertama hukuman tersebut bersifat negative karena membuatnya jera dan bagi siswa kedua hukuman tersebut bersifat positif karena membuatnya senang.

C.    Pendekatan dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan  praktis, doa, nyanyian religius untuk anak usia dini
Pendidikan harus diberikan sejak dini oleh orang tua, seperti sabda nabi Muhammad SAW, tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai keliang lahat. Selanjutnya memori yang dimiliki seorang anak masih sangat jernih belum dipenuhi berbagai macam pikiran ataoupun pertimbangan seperti layaknya seorang dewasa, daya ingat seorang anak sangat luar biasa, tidak mudah lupa walaupun hafalan tersebut belum disertai pemahaman.[5]
1.      Doa dan dzikir
Bagaimana cara mengajarkan anak berdoa? Mendidik anak saat berdoa sangat penting karena kita sendiri sudah menanamkan manfaatnya berdoa. Oleh karena itu, perlu dibiasakan dari kecil untuk berdoa. Pertama- tama, yang perlu kita perhatikan adalah contoh dari orang tua. Meskipun anak-anak tidak mengerti berdoa, berkata- kata terhadap sesuatu pribadi yang tidak kelihatan langsung, tetapi sikap berdoa mungkin itu yang perlu diajarkan.
Yang penting orang tua menamkan sikap berdoa dulu sedari kecil. Dan ada baiknya ketika anak- anak mulai bisa berkomunikasi dan berkata- kata, anak diajak untuk menghafal doa. Mulanya, barang kali menghadapi hambatan, sebab anak masih dalam proses perkembangan. Jadi biasakan anak berdoa dengan kata-kata yang sederhana dirumah. Disekolah guru juga mengajarkan sikap doa yang dan dilatih untuk maju kedepan memimpin doa secara bergiliran  agar anak tidak merasa minder. Orang tua harus membiasakan anak untuk berdoa secara bebas.
Kemudian perlu ditegaskan pada anak bahwa tuhan( allah) sangat mengasihi anak- anak. Dengan demikian anak- anak yang polos selalu berdoa dengan kejujuran, hatinya merasa dikuatkan, dan anak akan lebih berani untuk mengucap doa, meskipun dengan kesalahan harus dimaklumi.
Jangan tertawa bila anak salah mengucap doa, sebab celaan akan menyebabkan anak tidak mau memimpin doa lagi. Anak selalu diajarkan untuk selalu bersyukur  dan berterima kasih. Dan anak jadi menyadari selain membangun hubungan antar sesama anak juga harus berkomunikasi dengan yang diatas(allah)
Seperti doa hendak makan, masuk kamar mandi, hendak tidur, bangun tidur, naik kendaraan dan bacaan- bacaan salat seperti sujud, rukuk, serta dzikir dipagi hari dan sore hari. Inilah yang selalu dihafalkan oleh para sahabat dan salihin diwaktu kecil mereka. Syair- syair yang manis yang menenangkan hati adalah cara yang cukup efektif untuk membantu anak dalam memahami banyak hal.
Kemudian menurut Arnol Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan. Perasaan ini sangat memegang peranan penting dalam diri pribadi anak seiring dengan perkembangan kognisi, emosi dan bahasa anak.
 Maka untuk membantu perkembangan kesadaran beragamanya, salah satunya yaitu orang tua harus mengenalkan konsep- konsep atau nilai- nilai agama kepada anak melalui bahasa seperti (1) pada saat memberi makan atau menyusui, memandikan, membedaki, dan memakaikan pakaian kepada anak, bacakanlah basmalah(bismillahirrahmaanirrohiim= dengan menyebut nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang) pada saat mulainya dan bacakanlah hamdalah( alhamdulillaahirabbil’alamiin= segala puji bagi allah tuhan sekalian alam) pada saat selesai;( 2) pada saat menggendongnya atau meninabobokanya menjelang tidur, bacakanlah kalimat toyibah( dzikir kepada allah), yaitu bacaan tasbih ( subhanallah= maha suci allah),( alhamdulillah= segala puji bagi allah), (allahu akbar= allah maha agung), dan tahlil( lailahaillallah= tiada tuhan selain allah). Juga memberikan contoh mengamalkan ajaran agama secara baik. Meskipun anak belum mampu meniru perbuatan itu secara utuh, namun perilaku orang tua diatas merupakan iklim yang sangat kondusif bagi perkembangan kesadaran beragama anak[6].

·          Nyanyian religius
Bekerjasama sambil berdendang sudah menjadi kebiasaan para sahabat pada zaman rasullullah SAW baik dalam sebuah perjalanan, perang maupun dalam acara pernikahan. Rasullullah juga membolehkan anak- anak perempuan untuk menyanyi seperti disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa rasullullah pernah melihat seorang anak perempuan yang mendendangkan sebuah lagu pada hari raya sambil memukul rebana dan beliau tidak melarangnya. Bahkan ketika anak tersebut bernadzar untuk memukul rebananya lagi jika beliau pulang dari medan pertempuran dengan selamat, maka beliau mengijinkannya untuk melakukan nadzar itu[7].

Sebagian besar anak kecil cenderung untuk menyukai lagu- lagu yang indah  dan suara yang merdu, terutama jika menggunakan kata- kata yang mudah dihafal. Lagu- lagu tersebut dapat diperoleh dengan cara lisan atau melalui kaset. Adapun tema dari lagu tersebut adalah tema- tema yang dapat membantu dan memudahkan sianak dalam memperoleh pengetahuan, seperti kisah yang terdapat dalam alqur’an, dan perbuatan- perbuatan yang baik seperti jujur, membaca alqur’an dan ketulusan.
Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah lagu tersebut harus menggunakan nada yang enak didengar dan kata- kata yang sesuai dengan usia maupun akal mereka[8].
D.    Permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada anak usia dini
Anak datang dari berbagai macam lingkungan keluarga, masyarakat dengan pola sikap orang tua dan anak yang berbeda pula. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan tingkah laku anak. Terkadang anak menunjukan tingkah laku yang menyimpang, misalnya ada yang selalu menyendiri, membuat keributan, agresif, dan bosan bermain. Jadi harus dicari penyebabnya jika demikian.
Anak memiliki dasar atau bibit sifat perilaku yang sangat beragam. Jika tidak diarahkan secara tepat, bisa saja bibit mendasar itu berubah menjadi sifat negative dan nanti akan merubah sikap anak menjadi hal yang negative pula, seperti pemalas cuek, dan egois.
Mengenali lebih dini bibit sifat itu memudahkan orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak untuk mengembangkan diri kearah yang lebih positif.
Beberapa sikap anak yang perlu diluruskan sejak dini.
·         Anak egois
Hal utama yang terlihat dari anak seorang yang egois adalah sikap keras kepala. Biasanya, orang cepat cepat kehilangan kesabaran saat menghadi anak seperti ini. Anak cenderung ingin menang sendiri, tidak mau mendengarkan orang lain dan harus dituruti keinginanya. Bila tidak, biasanya anak akan mengeluarkan berbagai ancamanya, seperti mogok makan, menangis, berteriak- teriak, berguling- guling dan ada yang membenturkan dirinya sendiri misalnya membenturka badan dan kepalanya. Jika menemukan hal ini bagamana cara menanganinya?
Janganlah panic saat anak berulah. Hadapilah anak secara sabar. Hal yang penting yang ingin didapatkan oleh anak seperti itu adalah perhatian. Jadi saat ia berubah pastikan saja bahwa anak sedang diperhatikan.
·         Anak perajuk
Sikap yang seperti ini adalah cepat ngambek dan cenderung cengeng. Hamper mirip dengan anak egois. Hanya saja, anak perajuk tidak menunjukan sikap yang keras. Padahal ini disebabkan karena anak merasa tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Jadi untuk menghadapinya orang tua dan guru harus memperhatikanya.
·         Anak pemalas
Adalah anak yang enggan melakukan kewajibanya. Anak cenderung mengendalikan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Cara mengatasinya yaitu memberikan contoh sekaligus pengertian secara konsisten. Beri ia tanggung jawab sejak dini. Contoh, merapikan mainan.
·         Anakm pendendam
Pada usia dini, anak yang bersifat pendendam cenderung terlihat membalas perlakuan padanya secara kasar demi memuaskan kekesalanya. Jika tidak ditangani secara tepat, sikap yang seperti ini bisa terbawa hingga dewasa dan anak merasa hal yang dilakukan itu benar.
·         Pemalu
Cirri anak pemalu adalah jarang memulai pembicaraan sebelum diajak berbicara, anak pemalu cenderung menutup diri, sehingga sulit ditebak keinginanya selain itu anak terkesan kurang sosialisasi. Sebagai pendidik, kususnya diusia dini harus dengan sabar melatih anak agar tidak takut mengemukakan pendapatnya. Ajaklah anak untuk berpartisipasi setiap kegiatan diluar rumah sehingga terbuka peluang bagi anak[9].


[1] Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2009 hlm 47
[2] Ibid hlm 48
[3] Imam Chousman, M. Ed, Pendekatan- pendekatan Alternative Pendidikan Anak Usia Dini, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2011 hlm 45
[4] Ibid hlm 46
[5]Ibid  hlm 95
[6] Syamsu Yusuf LN, M. Pd, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010 hlm 161
[7] Ibid hlm 145
[8] Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, Arroyan, Jakarta 2001, hlm 144.
[9] Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini Antara Teory Dan Praktek, PT Indeks, Jakarta Barat 2009 hlm 81
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Random Post

 
Support : SMP N 1 Pecangaan | SMA N 1 Pecangaan | Universitas Islam Negeri Walisongo
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Islamic Centre - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template