A. PENDAHULUAN
Penggunaan
metode dalam pendidikan merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan oleh
seorang pendidik, karena salah satu faktor diterimanya pembelajaran dari
seorang Guru adalah penggunaan metode yang tepat dalam menyampaikan pengajaran.
Di
sini metode tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar dalam proses belajar
mengajar bagi seorang guru, tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan
komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang
mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Metode juga bagian dari pembelajaran
yang tujuannya adalah menciptakan suasana belajar.
Dengan
penggunaan metode yang tepat memungkinkan semakin mudah untuk mencapai tujuan
pendidikan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam beberapa cuplikan
hadis dalam makalah yang akan kami sampaikan ini.
Pada makalah ini akan kami paparkan
beberapa hadis yang berkaitan dengan metode pendidikan, yaitu tentang
metode mempermudah pengajaran,
mengulangi ucapan, serta tamsil atau perumpamaan ( Rasulullah dan anak yatim
dalam surga dan seorang laki-laki dan anjing yang kehausan ).
B.
HADIS DAN TERJEMAH
1.
Perintah Mempermudah
dan Mengompakkan Peserta Didik
عن
ابي بُرْدَةَ عن ابي موسى قال كَانَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم اِذَا بَعَثَ اَحَدًا
مِنْ اَصْحَا بِهِ فِي بَعْدِ اَمْرِهِ قال بَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا وَيَسِّرُوْا
وَلَا تُعَسِّرُوْ ( اخرجه مسلم في الجهاد )[1]
“Dari
abi Burdah dari abi Musa ia berkata, Rasulullah SAW jika mengutus salah seorang
sahabatnya dalam suatu perkaranya Nabi bersabda: “ buatlah mereka bahagia dan
jangan kau buat takut, dan permudahlah jangan kau persulit”. ( H.R Muslim dalam
kitab jihad )[2]
2.
Pembicaraan Bila Perlu
Diulang
عن انس بن مالك انّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم
كَانَ اِذَا سَلَّمَ سَلّمَ ثَلَا ثًا وَاِذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ اَعَادَ هَا ثَلَا
ثًا.( اخرجه مسلم فى الاستئذان و الادب ) [3]
“Dari
Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah SAW jika memberi salam Ia memberi salam
tiga kali, dan jika berbicara suatu kalimat nabi mengulanginya tiga kali.
3.
Kedudukan Rasul dan
Penanggung Jawab Anak Yatim di Surga
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم كَا فِلُ الْيَتِيْمِ لَهُ اَوْ لِغَيْرِهِ اَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ
فِي اْلجَنَّةِ وَاَشَارَ مَا لِكٌ بِالسَّبَا بَةِ. ( اخرجه مسلم في الزهد والرقا
ئق )[4]
Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, “orang yang mencukupi anak yatim miliknya atau milik orang lain, Aku
dan orang yang menanggung (mengurusi) anak yatim berada di Surga adalah seperti
ini.’ Imam malik mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari
tengahnya.” (HR. al-Bukhari dari Sahabat Sahl bin Sa’d).
4.
Orang Laki-laki dan
Anjing Kehausan
عن
ابي هريرة رضي الله عنه انّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قا ل: (بيَنَا
رَجُلٍ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَليْهِ اْلعَطَشُ, فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مَنْها,
ثُمَّ خَرَجَ فَاءِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَئْا كُلُ الثَّرَى مِنَ
اْلعَطَشِ, فقال : لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِى بَلَغَ بِيْ. فَمَلَاءَ
خُفَّهُ ثُمَّ اَمْسَكَهُ بِفِيْهِ, ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ, فَشَكَرَالله
لَهُ فَغَفَرَ لَهُ ). قا ل : يا رسول الله وَاِنَّ لَنَا فِي البَهَا ئِمِ
اَجْرًا ؟. قا ل : ( فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ اَجْرًا). (اخرجه البخا ري في
المشقا ت )[5]
“Dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Bersabda: suatu
Ketika seorang lelaki yang melakukan perjalanan pada tengah jalan, seorang laki-laki itu mengalami
kehausan yang sangat. Dia turun ke suatu sumur dan meminum darinya. Tatkala ia
keluar tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan sehingga
menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah yang basah. Orang itu berkata:
“Sungguh anjing ini telah tertimpa (dahaga) seperti yang telah menimpaku.” Ia
(turun lagi ke sumur) untuk memenuhi sepatu kulitnya (dengan air) kemudian
memegang sepatu itu dengan mulutnya lalu naik dan memberi minum anjing
tersebut. Maka Allah berterima kasih terhadap perbuatannya dan memberikan
ampunan kepadanya.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasullulah, apakah kita
mendapat pahala (bila berbuat baik) pada binatang?” Beliau bersabda: “Pada
setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala.” (HR. Al-Bukhari dalam
kitab Musaqat).
C.
PEMBAHASAN
1.
Perintah Mempermudah
dan Mengompakkan Murid
Di dalam hadis tersebut terdapat
perkara yang terkandung di dalamnya berupa memudahkan dalam segala urusan,
meninggalkan sesuatu yang memberatkan.[6]
Teladan penting yang perlu kita teladani
dari seorang pendidik yang diabaikan dalam sirah Nabi kita yang mulia adalah
tidak pernah memberatkan murid. Sebaliknya, beliau selalu memberikan kemudahan
kepada mereka; sebagaimana yang beliau tuturkan sendiri.
Imam Muslim Meriwayatkan dari Jabir bin
‘Abdullah dari Nabi, bahwa beliau bersabda :
عن
جابر ابن عبدالله عن النبى صلى الله عليه وسلم قال: اِنِّ الله َلَمْ يَبْعَثْنِيْ
مُعَنَتِّاً وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا ( رواه مسلم )
Dari Jabir bin Abdullah dari Nabi SAW. “Sesungguhnya
Allah tidak mengutusku sebagai orang yang menyusahkan (hamba-Nya) dan orang
yang mencari-cari kesalahan. Akan tetapi, Dia mengutusku sebagai seorang guru
yang memberi kemudahan”[7]
Imam Muhammad bin Khulaif al-Wasytaany dalam syarah “Mukammilul Ikmalul mu’allim” dalam
Shohih Muslim mengatakan bahwa Dalam hadis tersebut terdapat perkara yang
wajib yang berupa mempermudah dalam berbagai perkara, lemah lembut terhadap
Manusia yang bisa menambahkan iman, dan meninggalkan keberatan yang menyebabkan
takutnya hati. Apalagi kepada orang yang masanya dekat dengan iman.[8]
Dengan demikian dalam menyampaikan
pengajaran yang baik di tuntut untuk
tidak menggunakan metode yang memberatkan dan membuat siswa itu tertekan,
tetapi menggunakan cara/metode yang menyenangkan dan mudah. Abdurrahman Mas’ud
dalam menggagas konsep pendidikan islam
yang lebih maju menunjuk metode reward lebih baik daripada metode punishment.
Karena penggunaan metode ini tidak memberatkan siswa tetapi membuat murid
merasa tertantang dalam meningkatkan prestasi.
Nabi Muhammad adalah sebagai bashir
( pemberi kabar gembira), kehadirannya sebagai bashir dalam proses pendidikan islam tampak lebih
dominan dan signifikan. Sebagai bashir,
yakni tokoh yang membawa berita gembira dan keselamatan lahir batin ,
Nabi tidak menawarkan reward dalam bentuk materi, tetapi merangsang
kecerdasan para murid, memperhalus budi pekerti, dam mempertajam spiritual
keagamaan mereka.
Implikasi status bashir dalam
pendidikan islam adalah bahwa seorang guru, seperti Nabi Muhammad, harus
bertindak sebagai promoter of learning, baik di dalam maupun di luar
kelas, serta harus mampu berinteraksi dengan siswa secara antusias dan penuh
kasih sayang. Dengan prinsip ini , hukuman fisik bagi siswa merupakan hal yang
tidak populer dalam kamus pendidikan islam.[9]
Oleh karena itu dalam melakukan
pengajaran menggunakan metode yang baik dan tidak memberatkan siswa merupakan
metode yang di ajarkan oleh Nabi sesuai dalam banyak hadis yang menyebutkan
tentang metode pengajaran.
2.
Pembicaraan Bila Perlu di
Ulang
Belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya.[10]
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan atau latihan
atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental di mana seseorang
membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata
merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan
orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada
untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik.
Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh
taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan
membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan.
Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang
penting untuk diingat para sahabat.
Pelajaran lain yang kita temukan dalam
sirah Rasul kita yang mulia adalah pada beberapa situasi dan kondisi tertentu,
beliau mengulangi perkataannya saat memberikan pelajaran. Setidaknya ada tiga
bentuk pengulangan yang pernah beliau lakukan:
1.
Mengulangi perkataan
karena adanya permintaan;
2.
Mengulangi perkataan
tanpa adanya permintaan dalam satu kesempatan yang sama;
3.
Mengulangi perkataan
tanpa adanya permintaan dalam kesempatan yang berbeda.[11]
3.
Kedudukan Rasul dan
Penanggung Jawab Anak Yatim di Surga
Orang yang menanggung anak yatim yang menetapi dengan beberapa perkaranya
yakni berupa nafkah, pakaian, perilaku, pendidikan dan yang lainnya, merupakan keutamaan. Dan ini adalah dihasilkan dari
orang yang menanggung anak yatim itu sendiri atau harta anak yatim dengan
kekuasaan syar’iyyah. Yakni orang yang menanggung berupa kerabatnya dan bagi
yang lainnya itu adalah orang lain.
Dalam hal ini Nabi menggambarkan
kedudukan seorang yang menanggung kehidupan Anak yatim akan berada dalam surga
seperti di isyaratkan menggunakan kedua jari beliau.[12]
Adakalanya Nabi yang mulia menyampaikan
pelajaran dan pengajarannya pada para sahabatnya melalui perumpamaan atau tamsil. Adapun tujuan
di buatnya perumpamaan sebagaimana di jelaskan di atas ialah untuk memahamkan
sesuatu yang bersifat abstrak ( kepada orang yang diajak berbicara ) dengan
cara menyerupakan kepada sesuatu yang bersifat konkret. Atau, menyerupakan
sesuatu yang bersifat konkret dengan sesuatu yang bersifat konkret yang lebih
jelas.
Imam Ibnu Qayyim al- Jauziyyah
menjelaskan beberapa manfaat di buatnya perumpamaan sebagai berikut.
“Satu hal yang sudah
disepakati bahwa sebuah tamsil/perumpamaan dapat membuat jiwa lebih dekat dan
lebih cepat dalam menerima sebuah penjelasan, hingga pada gilirannya akan
membuat jiwa tersebut tunduk terhadap kebenaran yang diumpamakan dengan tamsil
tersebut. Semakin lugas sebuah tamsil, semakin jelas pula maksud yang sampai.
Tamsil adalah penguat dan penegas bagi pesan yang ingin di sampaikan. Ia
seperti tanaman yang mengeluarkan tunas, lalu tunas itu menjadikan tanaman
tersebut semakin kokoh, besar, dan tegak di atas batangnya. Tamsil adalah
kekhususan, inti, sekaligus buah dari akal”.[13]
4.
Orang laki-laki dan
anjing yang kehausan
Manusia sering di sebut
mahluk sosial, mahluk ekonomi, mahluk aktualisasi diri, dan mahluk yang
berbicara atau mahluk berfikir. Penyebutan ini sangat bergantung pada berbagai
ilmu yang dipergunakan untuk mengupas makna dan hakikat manusia. Oleh karena itu , sebagai mahluk sosial
manusia adalah mahluk bermasyarakat yang senang berkumpul dan saling
tolong-menolong antara satu dan lainnya.[14]
Cerita termasuk salah
satu media pengajaran yang sukses. Ia merupakan suatu cara pendidikan yang
disenangi anak-anak dan orang dewasa. Murid-murid setiap tingkatan umur
menyukai cerita-cerita tertentu dan senang membacanya. Boleh jadi metode cerita
tersebut merupakan suatu faktor pendidikan yang penting untuk menumbuhkan
sikap, mengubah nilai-nilai, menyeru pada kebaikan, serta menghias diri dengan
akhlak, karena cerita mempunyai daya
kekuatan, pengaruh dan kekuatan bimbingan. [15]
Metode kisah sangat
penting, karena: a. Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau
pendengar untuk mengikuti peristiwanya, selanjutnya akan menimbulkan kesan
dalam hati, b. Mendidik rasa keimanan dengan cara membangkitkan berbagai
perasaan seperti kauf, rido dan cinta, melibatkan pembaca atau pendengar ke
dalam kisah itu sehingga terlibat secara emosional.[16]
[1] Al
Imam Muslim bin Al-hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim,(Semarang:
Maktabah, tp.th), hlm.70.
[2] Al Imam Muslim bin
Al-hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim, ( Beirut: Darul
Kutub Al Alamiyah, 1971), hlm. 101.
[3] Al
Imam Muslim bin Al hajjaj al Qusyairy an Naisabury, Shohih Muslim Juz II, (Bandung
: Syirkah Al- ma’arif, tp.th), hlm. 257.
[4] Al Imam Muslim bin
Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim Juz II, (Beirut:
Darul Kutub Al-Alamiyah, tp.th), hlm. 591.
[5] Al
Imam Abi ‘abdillah Muhammad bin Ismail ibn Ibrahim bin Mughiroh bin Bardizbah
Al- Bukhori, Shohih al Bukhori, ( Beirut: Darul Kutub Al-alamiyah,
1992), hlm. 109.
[6] Muhammad
Ibnu Yusuf As-Sunushi Al-Husaini, Syarah Sahih Muslim Jus 6, (Bairut:
Daruk Kutub Alamiah, tp.th), hlm. 296.
[7] Fadhl Ilahi, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta:
Pustaka Imam Syafi’i, 2010), hlm. 379.
[8] Imam
Muslim ibn Al- Hajjaj al- Qusyairy, Shohih Muslim Juz 6,( Beirut: Daul
Kutub Al alamiyah,tp.th), hlm.296.
[9] Abdurrahman
Mas’ud, Menggagas
Pendidikan Nondikotomik, (
Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm.187.
[10] Indah Komsiyah, Belajar
dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 2.
[11] Fadhl
Ilahi, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta: Pustaka
Imam Syafi’i, 2010), hlm. 141.
[12] Imam
Yahya bin Syarafa An-Nawawi al-Damsyaqy as-Syafi’I, Syarh Sohih Muslim Juz
VII,(Beirut: Darul Kutub
al-Alamiyah, 1995), hlm. 88.
[13] Fadhl Ilahi, Bersama
Rasulullah Mendidik Generasi Idaman,(Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2010),
hlm.141-142.
[14] Atang ABD.
Hakim dan Jaih Mubarok, Metodology Study Islam, ( Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 222
[15] Muhammad
Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2008), hlm. 66.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !