I.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an
secara harfiah berarti “bacaan yang mencapai puncak kesempurnaan”.
Kemahamuliaan dan kemahaasempurnaan “bacaan” ini agaknya tidak hanya dapat dipahami
oleh para pakar, tetapi juga oleh semua orang yang menggunakan “sedikit”
pikirannya.[1]
Al
Qur’an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali sisi
keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah
kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad ke-20
ternyata telah dinyatakan Al Qur’an sekitar 1400 tahun lalu.
Tetapi,
Al Qur’an tentu saja bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah
ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan
benar yang baru dapat ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini
belum dapat diketahui di masa Al Qur’an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan
bahwa Al Qur’an adalah firman Allah.
Ditinjau
dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan”
atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata
benda (masdar) dari kata kerja ”qara’a” yang artinya membaca. Konsep pemakaian
kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada
ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah:
“Sesungguhnya
mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada
lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah
membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan
tentang hukum menulis Al-Qur’an di koran?
2. Jelaskan
tentang hukum menulis Al-Qur’an dengan huruf ‘Azam?
3. Jelaskan
tentang hukum membakar Al-Qur’an?
III.
PEMBAHASAN
A. Hukum
Menulis Al-Qur’an di Koran
Hukum
menulis Al-Qur'an dengan tulisan indonesia, dengan di tulis dengan tulisan Indonesia
seperti "bismillahir rohmanir rohim" atau langsung dibaca
dengan bahasa indonesia seperti "dengan menyebut nama allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang".
Hal
ini hukumnya sangat jelas tidak boleh, sudah banyak kitab kitab dan para ulama
yang menegaskan keharamannya. Diantara dalil dalil yang ada yang dipakek adalah
sebagai berikut:
1.
Hadits RASULULLAH SAW
أعربوا القرأن والتمسواغرائبه
Dan
firman allah swt:
قرءانا عربيا غير ذي عوج لعلهم يتقون
Dalil
lainnya:
لا يقرء القران بالعجمية
“Janganlah membaca al qur'an dengan bahasa
ajam”
Dalil
yang lain juga adalah sebaagai berikut:
Syeh
Yasin bin Isa Al-padangi menjelaskan hal ini dalam Faidul khobir.
فائدة
الران قال ان ا لترجمة هو تبيين الكلا م اواللغة بلغة اخرى
اى
تحرم ترجمة القران بغير اللسان العربي بمعنى نقله الى لغة غير عربية مع الوفاء بجميع
معا ثيه مقا صده فالمراد بالترجمة المحرمة هى الترجمة العرقية سواء كانت ترجمة حرفية
ام تفسيرية فيحرم على الشخص مجاولتها.
Maksudnya
adalah menjelaskan ucapan atau bahasa dengan bahasa yang lain. Diharamkan menterjemahkan
Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa arab dengan tanpa mengurangimakna dan
maksud dari ayat tersebut,baik terjemahan yang berupa harfiyah atau tafsiriyah
.
Harus
dibedakan antara kata Tadwin Qur’an (membukukan Quran menjadi satu buku utuh)
dan Kitabah Al-Qur”An (catatan Quran/penulisan quran) . Tadwin Quran berarti
membukukan Quran menjadi satu buku seperti Quran yang sekarang ini dan itu
belum dilakukan di masa Nabi. Yang ada di era Nabi adalah Kitabah Quran. Yaitu
Qur’an dicatat di serpihan kayu., kulit atau media tulisan lainnya, baik
dilakukan oleh sekertaris Nabi yang diperintahkan langsung oleh Nabi. Atau oleh
beberapa sahabat yang sudah bisa membaca dan menulis.
Dengan
demikian catatan Quran (Kitabah) sudah ada sejak zaman Nabi Saw dan yang belum
ada adalah penyusunan Quran (Tadwin) menjadi satu buku utuh.
Al-Qur’an
sendiri di masa Nabi dihafal oleh para sahabat meskipun sahabat itu menulis
juga dalam bentuk catatan pribadi, terkecuali para sahabat yang ditugaskan Nabi
untuk mencatat. Dengan demikian penyampaian Al-Qur’an dari masa ke masa
sebenarnya berlanjut melalui para Hufaz (para penghafal Qur’an).
Nabi
ketika menerima wahyu langsung disampaikan kepada sahabat, dan sahabat
menerimanya sambil dihafal. Sahabat yang tidak hadir ketika itu diberitahu oleh
sahabat lainnya sambil juga menghafalnya dan begitu seterusnya. Sehingga ketika
misalnya satu ayat datang, hari itu juga sahabat menghafalnya dan hampir
seluruh sahabat di Madinah hafal. Sahabat yang ada di luar kota, dalam
perjalanan, atau yang ketika itu tidak hadir akan bertanya, atau diberitahu
oleh sahabat lainnya. Terkadang hafalan yang diterima dari sahabat lainya
dicocokan dengan hafalan sahabat lainnya agar sesuai.
Sebelum
Nabi Saw wafat, dan wahyu tidak turun lagi, letak susunan ayat atau surat sudah
ditertib, dan para sahabatpun mengetahuinya. Karena satu berita dari Nabi
apalagi yang berkenaan dengan Qur’an langsung tersebar diantara para sahabat.
Sahabat yang berada di luar kota, dalam perjalanan atau di tempat jauh akhirnya
pun mengetahuinya. Karena antara sahabat dengan sahabatpun ada kalanya seperti
guru dan murid. Sahabat besar (Kibar Sohabat) terkadang atau bahkan sering
mengajar sahabat lainnya.
Hampir
semua sahabat hafal Qur’an, ada yang hafal seluruhnya ketika Nabi masih hidup,
seperti khalifah empat, Ibnu Masud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin tsabit dan
lainnya. Ada pula yang menghafal sedikit-sedikit dan hafal seluruhnya ketika
Nabi sudah wafat. Namun ada pula sahabat yang tidak semuanya hafal Qur’an dan
biasanya adalah sahabat yang terakhir masuk Islam. Jadi kesimpulannya hampir 90
persen sahabat hafal Qur’an. Dan proses pengajaran dan kesinambungan sampainya
bacaan Qur’an pada generasi selanjutnya, yaitu dari generasi sahabat kepada
tabi’in, kemudian tabi’in kepada generasi selanjutnya dan begitu seterusnya
adalah dengan proses hafalan Qur’an. Proses belajar Islam ketika itu adalah
menghafal Qur’an dan ada pula sambil menulisnya. Selain mempelajari
hadist-hadist Nabi Saw.
Proses
pembukan Quran (era dimulainya Tadwin Quran) di era Abu Bakar adalah mencatat
kembali dari beberapa catatan Qur’an yang ada di tangan sahabat lainnya menjadi
satu catatan utuh. Namun bacaan Quran sendiri dengan dilengkapi letak surat dan
ayat sudah dihafal oleh sahabat semuanya. Artinya Mushaf Abu Bakar itu
mensikronkan hafalan dangan catatan Quran yang pernah ditulis untuk dijadikan
satu buku.
Dengan
demikian Al-Qur’an meskipun belum tercatat secara utuh dalam bentuk buku/mushaf
, Namun setelah meninggalnya Nabi Saw bacaan quran sudah lengkap & tertib,
seperti yang biasa kita baca hari ini.
Jadi
Al-Quran itu sebelum dijadikan mushaf di masa Abu Bakar, sudah tertib susunan
ayatnya atau suratnya dan yang belum ketika itu hanyalah membukukan Qur'an itu
saja. Itulah sebabnya timbul perdebatan panjang antara Abu Bakar dan Umar bin
Khattab pentingnya Qur’an dicatat dan bukan dihafal saja. Karena banyak para
Hufaz yang wafat dan takut nantinya generasi berikutnya, yang bisa dikatakan
tidak kuat menghafal Qur;an dapat membaca Qur’an melalui Mushaf.
B. Hukum
Menulis Al-Qur’an dengan Bahasa ‘Ajam
Banyak
sekali orang muslim tapi membaca atau menulis al qur'an dan hadits hanya dengan
bahasa ajam saja,pelaku terbanyak adalah mereka yang menulis di majalah majalah
dan di website ataupun blog.
Saya
juga pernah menegur beberapa admin situs karna menulis Al-Qur’an maupun hadits
dengan bahasa ajam saja,namun sayangnya tidak ada yang meresponnya,entah setan
apa yang hinggap dihatinya atau sekeras apa hatinya saya sendiri tidak tahu.
Padahal
seorang muslim itu selalu bisa menerima peringatan apalagi peringatan itu
didasari dengan dalil dalil yang diambil dari Al-Qur’an maupun hadits sebagaimana
firman Allah SWT
“Dan
memberilah peringatan, karna peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang
beriman” (Adz-Dzariyat: 55)
Dilihat
secara dhahir maupun makna mafhum ayat diatas jelas menunjukkan bahwa kita
wajib memberi peringan kepada sesama muslim.
Anda
juga bisa melihat tafsirannya surah al'ashr sebagai tawkid atau muwaqqad ayat
diatas secara mafhum muwafaqah ayat diatas menjelaskan bahwa seharusnya orang
mukmin selalu bisa menerima peringatan muslim yang lain (sesama muslim).
Sekarang
kita kembali kepada pembahasan hukum membaca dan menulis Al-Qur’an dan alhadits
dengan bahasa ajam saja. Adapun hukum membaca dan menulis al-qur’an dan
alhadits dengan bahasa ajam saja itu haram. Coba anda baca ayat diatas baik
baik,anda lihat tafsirannya,anda renungkan,anda hayati dengan hati yang bersih
dan pastinya anda juga harus faham ilmu ilmu tafsir dan ummul qur'an,kalau
perlu juga qawaidul qur'an dan balaghahnya insya allah anda akan merasa sangat
sayang untuk tidak menulis Al-Qur’an lengkap dengan arabnya dan anda tidak akan
berani menulis Al-Qur’an atau membacanya dengan bahasa ajam saja.[2]
Adapun
ayat Al-Qur’an yang banyak dipakai untuk menjelaskan keharaman membaca dan
menulis Al-Qur’an dengan bahasa ajam saja adalah ayat Al-Qur’an dalam surat
azzumar ayat 28:
“(Ialah)
Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya
mereka bertakwa.”
Anda
juga bisa lihat di kitab Zubdatul Itqan.al ustadz m.ma'shum juga
berkata,sungguh kasian orang islam yang membaca dan menulis Al-Qur’an dan
alhadits dengan bahasa ajam saja,dia menyatakan dirinya islam tapi tidak tahu
ilmu islam sampai merubah apa yang sudah qad'iyah dalam islam.
Dalam
kitab asasu ta'limil ahadits juga dijelaskan keharaman menulis dan membaca Al-Qur’an
dan alhadits dengan bahasa ajam saja
يحرم قراءة الحديث بالعجمية كتحريم قراءة القران بالعجمية
“haram
membaca hadits dengan bahasa ajam saja seperti haramnya membaca Al-Qur’an
dengan bahasa ajam saja.”
C. Hukum
Membakar Al-Qur’an
Sebagian
orang menuliskan ayat Al-Qur`an atau ucapan Bismillahir rahmanir rahim di
kartu undangan pernikahan atau yang lainnya. Padahal kartu ini bisa saja
dibuang di tempat sampah setelah dibaca, terinjak, atau menjadi mainan anak
kecil. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ra menjawab:
“Si
penulis telah melakukan perkara yang disyariatkan yakni menuliskan ucapan
tasmiyah (bismillah). Bila ia menyebutkan ayat Al-Qur`an yang sesuai di
kartu/surat undangan tersebut maka tidak menjadi masalah. Orang yang menerima
kartu/surat undangan tersebut wajib untuk memuliakannya, karena di dalamnya ada
ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan dibuang di tempat sampah atau di
tempat hina lainnya. Kalau sampai kartu/surat undangan bertuliskan ayat
Al-Qur`an itu ia hinakan maka ia berdosa. Adapun si penulisnya tidaklah
berdosa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan sahabatnya
untuk menuliskan ‘Bismillahir rahmanir rahim’ pada surat-surat yang beliau
kirimkan. Dan terkadang beliau memerintahkan untuk menulis beberapa ayat
Al-Qur`an dalam surat tersebut.
Dengan
demikian, orang yang menulis hendaklah menuliskan bismillah sesuai dengan yang
disyariatkan, dan ia menyebutkan beberapa ayat berikut hadits-hadits ketika
dibutuhkan. Sedangkan orang yang menghinakan tulisan tersebut atau surat
tersebut, ia berdosa. Semestinya ia menjaganya, atau bila ingin membuangnya
(karena sudah tidak terpakai) hendaknya ia bakar atau dipendam. Bila dibuang
begitu saja di tempat sampah, menjadi mainan anak-anak, menjadi pembungkus
barang atau yang semisalnya, ini tidaklah diperbolehkan.
Sebagian
orang menjadikan surat kabar dan lembaran (yang di dalamnya ada ucapan basmalah
atau ayat-ayat Al-Qur`an) sebagai alas untuk makanan atau pembungkus barang
yang dibawa ke rumah. Semua ini tidak diperbolehkan karena ada unsur penghinaan
terhadap surat kabar/majalah/lembaran tersebut sementara di dalamnya tertulis
ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semestinya lembaran tersebut disimpan di perpustakaannya, atau di tempat mana
saja, dibakar atau dipendam di tempat yang baik. Demikian pula mushaf Al-Qur`an
bila telah sobek tidak bisa lagi digunakan, maka mushaf tersebut dipendam di
tanah yang bersih atau dibakar, sebagaimana dahulu ‘Utsman bin ‘Affan
radhiyallahu ‘anhu membakar mushaf-mushaf yang tidak lagi diperlukan.
Kebanyakan
manusia tidak memerhatikan perkara ini, sehingga harus diberi peringatan.
Sekali lagi untuk diingat, lembaran dan surat-surat (yang ada ayat Al-Qur`an)
yang tidak lagi dibutuhkan, hendaknya dipendam dalam tanah yang bersih atau
dibakar. Tidak boleh digunakan sebagai pembungkus barang atau yang lainnya,
dijadikan alas makan, atau dibuang di tempat sampah. Semuanya ini merupakan
kemungkaran yang harus dicegah. Apakah boleh disobek-sobek?
Maka
jawabannya, kalau cuma disobek dikhawatirkan masih tertinggal nama Allah atau
nama Ar-Rahman atau nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain, ataupun
tertinggal beberapa potong ayat yang tidak ikut tersobek.
Banyak
kita temui sobekan- sobekan al-Qur’an tercecer disana sini. Bahkan tidak jarang
kita temui di pasar-pasar lembaran sobekan al-Qur’an dipakai untuk membungkus
sayuran maupun buah-buahan. Perbuatan menyia-nyiakan sobekan al-Qur’an
seperti itu tidak akan terjadi kecuali
dari golongan orang-orang fasiq yang tidak mengetahui keagungan dan kemulyaan
surah-surah maupun ayat-ayat al-Qur’an yag diturunkan Allah SWT.Maka apabila
anda menemukan sobekan al-Qur’an seperti kasus diatas, segera kumpulkan dan
simpan ditempat yang mulya. Jika anda khawatir tidak dapat menjaganya maka
diperbolehkan untuk membakarnya dengan tujuan untuk menjaga kemulyaan
al-Qur’an.
Diterangkan
dalam kitab Syarwani juz I hal.155 yaitu:
ويكره حرق ما كتب عليه
إلا لغرض نحو صيانة (قوله إلا لغرض نحو صيانة) أى فلا يكره بل قد يجب إذا تعين
طريقا لصونه وينبغي أن يأتي مثل ذلك فى جلد المصحف أيضا عش.
Bahwa
diperbolehkan untuk membakar sobekan maupun lembaran-lembaran al-Qur’an
tersebut dengan tujuan untuk menjaga kemulyaan al-Qur’an. Bahkan hukumnya
menjadi wajib ketika tidak ditemukan lagi cara lain, selain dengan cara
membakar sobekan al-Qur’an tersebut.
Apabila
lembaran-lembaran tulisan al-Qur’an sudah rusak dan sobek karena sering dibaca,
atau sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi atau ada tulisan yang salah dan tidak
dapat diperbaiki, maka boleh dipendam tanpa dibakar dan boleh juga dibakar terlebih
dahulu kemudian dipendam ditempat yang jauh dari kotoran dan pijakan kaki
manusia untuk menjaga lembaran tulisan al-Qur’an tersebut dari buang begitu
saja dan agar tidak terjadi perubahan atau perselisihan dengan tersebarnya
mushhaf yang ada kesalahan dalam penulisannya atau pencetakkannya, berdasarkan
apa yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam bab Pengumpulkan al-Qur’an bahwa
Utsman bin Uffan radhiyallahu ‘anhu memerintahkan empat orang dari para
shahabat yang terbaik hapalan dan bacaan al-Qur’an-nya memindahkan
kumpulan-kumpulan al-Qur’an yang dikumpulkan berdasarkan perintah Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhu dan ketika mereka telah selesai memindahkannya, Utsman
mengirimkan mushhaf tersebut keseluruh kota-kota Islam dan memerintahkan untuk
membakar mushhaf-mushhaf selain mushhaf yang dikirim olehnya dan tidak ada dari
para shahabat yang mengingkari pembakaran tersebut kecuali apa yang
diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tidak menyetujui mewajibkan
kaum muslimin untuk hanya menggunakan mushhaf yang dikirim oleh Utsman
radhiyallahu ‘anhu dan dia tidak mengingkari pembakaran mushhaf.
Tulisan yang bagus.
ReplyDeletenamun sepertinya referensinya ada yang kurang
Terima Kasih atas infonya, nanti saya cek kembali.
ReplyDelete