I.
PENDAHULUAN
Dari tahun ke tahun, pertumbuhan
penduduk di Negara ini semakin bertambah. berdasarkan data dari BKKBN pusat, laju pertumbuhan
penduduk Indonesia mencapai 1,5% pertahun atau sekitar 3,5 juta jiwa. Dan
jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai 245 juta jiwa.
Angka ini sangatlah memprihatinkan bagi Negara ini. Karena jika dibiarkan kelak
akan terjadi peledakan penduduk. Maka pemerintah menganjurkan kepada seluruh
masyarakat Indonesia untuk menjalankan progam KB. Karena progam ini sangatlah
penting untuk menekan pertumbuhan penduduk di Negara ini.
Selain KB, juga
terdapat berbagai alat kontrasepsi lain dalam pelaksanaan keluarga berencana
seperti sterilisasi dan IUD. Kemudian, bagaimanakah hukum dari berbagai alat
kontrasepsi tersebut menurut hukum Islam?
Oleh karena itu
dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana hukum KB, Sterilisasi, dan IUD dalam syari’at Islam.
II.
LANDASAN HUKUM
1) Al-Qur’an
a. KB
Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.(An-Nisa ayat 9)[1]
b.
Sterilisasi
dan IUD
Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.(Al-Isra ayat 36)
2) Hadits
a. KB
إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ
أَغْنِيَاءَ خَيْرٌمِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ(متفق
عليه)
Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu
dalam keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan
orang banyak. (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Saad bin Abi Waqqash
ra)
b.
Sterilisasi dan IUD
لَايَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى
عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَاتَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَايَغُضُّ
الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فىِ الثَّوْبِ الْوَاحِدِ,وَلَاتَغُضُّ الْمَرْأَةُ إِلىَ
الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ.
Bersabda Rasulullah SAW, “janganlah laki-laki melihat
aurat laki-laki lain dan janganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan
laki-laki lain di bawah sehelai selimut, dan tidak pula seorang wanita dengan
wanita lain di bawah satu kain(selimut).” (Hadits riwayat Ahmad, Muslim, Abu
Daud, dan Tirmidzi)[2]
III.
PANDANGAN ULAMA
a)
Mengenai permasalahan KB, kebanyakan ulama/sarjana muslim
sejak dahulu seperti Amr bin Ash (sahabat nabi), Imam Syafi’i, dan Imam Ghazali
sampai abad XX ini seperti Dr. Muhammad Abd. Salam Madkur, dan Dr. Mahmud
Shalthoet, Rektor Universitas Al-Azhar berpendapat bahwa Islam tidak melarang
Keluarga Berencana.[3]
b)
Syekh Syalthut memberikan pendapat bahwa tidak
diizinkanya sterilisasi permanen, kecuali untuk alasan-alasan serius menyangkut
penyakit keturunan atau yang mungkin menular.[4]
c)
Dr. H. Ali Akbar yang dikenal mempunyai keahlian dalam
bidang (kedokteran dan agama) membuat kesimpulan sebagai berikut, “Maka saya
berpihak kepada yang mengharamkan pengguguran, juga mengharamkan pemakaian
spiral ini, karena sifatnya bukan contraseptif, abortif”[5]
IV.
ANALISIS
a) KB
Keluarga Berencana
(KB) adalah istilah resmi yang dipakai di dalam lembaga-lembaga Negara kita
seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Keluarga Berencana
juga mempunyai arti yang sama dengan istilah Arab “تَنْظِيْمُ النَّسْلِ” (pengaturan keturunan/kelahiran), bukan “تَحْدِيْدُ
النَّسْلِ” (Arab) atau Birth Control (Inggris), yang mempunyai
arti pembatasan kelahiran.
KB/family
planning itu menitikberatkan pada perencanaan, pengaturan, dan
pertanggungan jawaban orang terhadap anggota-anggota keluarganya. Sedangkan birth
control artinya pembatasan/penghapusan kelahiran.
Sehubungan dengan
KB, sebagian ulama membuat suatu penegasan, bahwa terlarang memakai sesuatu
yang sama sekali menghentikan kehamilan, akan tetapi apabila hanya memperlambat
kehamilan untuk sementara waktu dan tidak menghentikanya, maka tidaklah
terlarang.[6]
Selanjutnya dasar kebolehan KB dilaksanakan dalam Islam,
beralasan dari keputusan konferensi besar pengurus besar Syuriah Nahdlatul
Ulama ke 1 di Jakarta sebagai berikut:
Kalau dengan ‘azl (mengeluarkan air mani di luar
rahim) atau dengan alat yang mencegah sampainya mani ke rahim seperti kopacis/kondom,
maka hukumnya makruh. Begitu juga makruh hukumnya kalau dengan meminum obat
untuk menjarangkan kehamilan. Tetapi kalau dengan sesuatu yang memutuskan
kehamilan sama sekali, maka hukumnya haram, kecuali kalau ada bahaya. Umpamanya
saja karena terlalu banyak melahirkan anak yang menurut pendapat orang yang
ahli tentang hal ini bisa menjadikan bahaya, maka hukumnya boleh dengan jalan
apa saja yang ada.
Keterangan dalam kitab Asnal Mathalib 186, Fatawi Ibnul
Ziyad 249, al-Bajuri II/93, Ahkamul Fuqaha’ II/231:
وَالْعَزْلِ تَحَرُّزًا مِنَ الْوَلَدِ مَكْرُوْهٌ وَإِنْ أَذِنَتْ
فِيْهِ الْمَعْزُوْلُ عَنْهَا حُرَّةً كَانَتْ أَوْ أَمَةً لِأَنَّهُ طَرِيْقٌ اِلَى
قَطْعِ النَّسَلِ (أسنى المط لب)
Adapun al-azl
(mengeluarkan air mani di luar rahim) adalah makruh walaupun pihak wanita
mengizinkan, baik sebagai wanita merdeka maupun budak karena al-azl tersebut
merupakan cara memutuskan keturunan.
وَكَذَا إِسْتِعْمَالُ الْمَرْأَةِ الشَّيْءَ الَّذِيْ
يُبْطِئُ الْحَبْلَ وَيَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي الْأَوَّلِ وَيَحْرُمُ
فِي الثَّانِي. وَعِنْدَ وُجُوْدِ الضَّرُوْرَةِ فَعَلَى الْقَا عِدَةِ
الْفِقْهِيَّةِ. إذَا تَعَارَضَتْ الْمَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا
ضَرَارًا بِارْتِكَابِ اَخَفِّهِمَا مَفْسَدَةً (البا جوري على فتح القريب في كتاب
النكاح۲/٩۳)
Demikian halnya
wanita ynag mempergunakan sesuatu (seperti alat kontrasepsi) yang dapat
memperlambat kehamilan. Hal ini hukumnya makruh. Sedang memutus keturunan
hukumnya haram. Dan ketika darurat maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah; jika ada
dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya dengan
melaksanakan yang paling ringan bahayanya.[7]
b) Sterilisasi
Sterilisasi ialah
memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada umumnya) agar tidak
dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi berbeda dengan cara-cara/alat-alat
kontrasepsi lainya yang pada umumnya hanya bertujuan menghindari/menjarangkan
kehamilan untuk sementara waktu saja. Sedangkan sterilisasi ini, sekalipun
secara teori orang yang disterilisasikan masih bisa dipulihkan lagi (reversable),
tetapi para ahli kedokteran mengakui harapan tipis sekali untuk bisa berhasil.
Sterilisasi pada
laki-laki disebut vasektomi atau vas ligation, dan sterilisasi
pada wanita disebut tubektomi. Sterilisasi baik untuk lelaki atau perempuan
sama dengan abortus, bisa berakibat kemandulan, sehinga yang bersangkutan tidak
lagi mempunyai keturunan.
Sedangkan menurut
islam, hukum sterilisasi pada dasarnya haram(dilarang), karena ada beberapa hal
yang prinsipal, yaitu:
1.
Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat pemandulan
tetap. Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam,
yakni: perkawinan lelaki dan wanita selain bertujuan untuk mendapatkan
kebahagiaan suami istri dalam hidupnya di dunia dan di akhirat, juga untuk
mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan kelak menjadi anak yang saleh
sebagai penerus cita-citanya.
2.
Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan
menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi(saluran mani/telur).
3.
Melihat aurat orang lain (aurat besar)
Pada prinsipnya Islam melarang orang melihat aurat orang
lain, meskipun sama jenis kelaminya.
Akan tetapi apabila
suami istri dalam keadaan yang sangat terpaksa (darurat), seperti untuk
menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya. Yang
bakal lahir, atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan
bayi, maka sterilisasi diperbolehkan oleh Islam. Hal ini berdasarkan kaidah
hukum Islam yang menyatakan:
الَضَّرُوْرَةُ
تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ.
Keadaan darurat itu membolehkan
hal-hal yang dilarang.
c)
Intra Uterine Device (IUD)
IUD merupakan alat
kontrasepsi yang dipasang pada wanita untuk menghalangi kehamilan dan dipasang
2 atau 3 hari sesudah haid, atau 3 bulan sesudah melahirkan dan pemasangannya
harus dilakukan oleh tenaga yang telah telatih, serta perlu adanya kontrol
sesudah pemasangan.[8]
Sedangkan cara kerjanya yaitu IUD Andalan akan mencegah pelepasan sel telur sehingga tidak akan terjadi
pembuahan. Selain itu mengurangi mobilitas sperma agar tidak dapat membuahi sel
telur serta mencegah sel telur yang telah dibuahi menempel pada dinding rahim.[9]
Bagaimana Pandangan Islam tentang IUD?
IUD menurut pandangan Islam fatwa hukum dari ulama dan
cendikiawan muslim di Indonesia dalam Musyawarah ulama terbatas mengenai “KB
dipandang dari hukum syariat islam” pada bulan juni 1972 yang memutuskan
bahwa, “pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dapat dibenarkan, selama masih
ada obat-obat dan alat-alatalain, karena untuk pemasanaganya atau
pengontrolanya harus dilakukan dengan melihat aurot besar wanita, hal ini
diharamkan dalam sariat islam, kecuali dalam keadaan dorurot”.[10]
Kemudian musyawarah ulama nasional tentang kependudukan, kesehatan, dan
pembangunan memutuskan antara lain “penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
(IUD) dalam pelaksanaan KB dapat dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolanya
dilakukan oleh tenaga medis atau para medis wanita, atau jika terpaksa dapat
juga dilakukan oleh tenaga medis pria dengan didampingi oleh suami atau wanita
lain”.
Menghadapi hal-hal tersebut, yang
kesemuanya masih bersifat subhat atau mutasyabihat artinya yang masih belum
jelas hukumnya, kita harus bersikap hati-hati selama cara kerja IUD belum
jelas. Sepenuhnya ditandai dengan adanya perbedaan pendapat dikalangna ahli
kedokteran yang tidak bisa dikompromikan hingga sekarang. Tentang mekanisme IUD
dan sifatnya apakah abortif atau kontraseptif.[11]
maka IUD sebagai alat kontraseptif tidak digunakan oleh islam kecuali
benar-benar dalam keadaan darurat.
[1]Nazar Bakry, Problematika
Pelaksanaan Fiqh Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994),
hlm.18
[2]
Masjfuk Zuhdi, Masail…, hlm. 38.
[3]
Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan…, hlm. 17.
[4]
Abd Al-Rahim ‘Umran, Islam dan KB, (Jakarta: Lentera, 1997), hlm. 228.
[5]
Masjfuk Zuhdi, Masail…, hlm. 71.
[6]Ali
yafie, Menggagas Fiqh Sosial dari
Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwi, (Jakarta: Mizan, 1995),
hlm.189.
[7] M. Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqaha solusi
problematika actual hukum Islam, keputusan muktamar, munas dan konbes Nahdlatul
Ulama (1926-2004M), (Surabaya: LTNU Jawa timur, 2007), hllm. 278-279.
[8]
Masjfuk Zuhdi, Masail…, hlm. 70.
[9]
http://www.tundakehamilan.com/product_iud.html,
Rabu, 12 September 2012 pukul 17:03.
[10]
Fide H. Isngadi, Penjelasan keputusan musyawarah ulama terbatas mengenai
keluarga berencana, (Malang: inspeksi penerangan Kandepag, 1973), hlm.
19-24.
[11]
Masjfuk Zuhdi, Masail…, hlm. 74-75.
Ustadz ... saya masih bimbang neeh mohon pencerahannya. Istri saya sudah melahirkan 3 anak secara caesar semua dan sekarang sedang mengandung anak ke4 ... apakah saya diperbolehkan untuk sterilisasi istri saya.
ReplyDeleteAlasan saya karena melihat kondisi setelah melahirkan anak ke3 kelihatannya sakit sekali serta susah payah dan berat badan juga sudah terlalu besar serta umur sudah 36th saat ini.
Mohon pandangannya. Apakah haram kalo saya melakukan sterilisasi thd istri saya tsb
Terima kasih
Mow Tidak haram. itu diperbolehkan jika menyangkut kesehatan dan adanya penyakit dalam tubuh pasien. asal adanya persetujuan dari suami istri.
ReplyDelete