I.
PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan
sunatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya, baik pada manusia,
hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT
sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan
hidupnya.
Di
Indonesia hukum perkawinan sudah disusun sedemikian rupa agar masyarakat dalam
hidup tentram, aman dan damai. Adakalanya masyarakat sendirilah yang
membuat-buat hukum yang belum dicantumkan dalam UU perkawinan seperti nikah
dengan gadis dibawah umur, nikah siri dan sebagainya.
Namun seiring berjalannya waktu,
syariat yang sedah dilakukan manusia berabad-abad ini mengalami perkembangan.
Begitu juga dengan keganjalan-keganjalan yang terdapat didalamnya. Makalah ini
akan membahas tentang akad nikah lewat telephon, INTERNET dll, dan memindahkan sperma ke perempuan lain
atau hewan.
II. LANDASAN HUKUM
A.
Al-Qur’an
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar Rum :
21
B.
Hadits
عَنْ
اَبِيْ سَعيد سعد بن مَا لِكٍ بِنْ سِنَا نٍ الخُدْرِيًّ رَضِيَ ا لله عنه اَنَّ رَ
سُوْ ل الله صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ قَا لَ لاَ ضَرَرَ وَلا ضِرَا رَ حَدِ
يْثٌ حَسَنٌ رَ واهُ ابن مَا جَه وَ الدَّ ر قَطنى وَ غَيْرُ هُمَا مُسْنَدٌ او رَوَا
هُ ابْنُ مَا جَه
“Dari Abi Said Saad bin Malik bin Sinan al-Khudriyi r.a.,
sesungguhnya Nabi saw bersabda : “tidak boleh membuat mudaratkepada diri
sendiri dan kepada orang lain.” Hadits hasan (H.R. Ibnu
Majah dan ad-daruquthni).[1]
C.
Pandangan
Ulama
Pandangan ulama dalam
kitab kifayatul akhyar karangan Imam
Taqiyuddin
menjelaskan bahwa :
يُشْتَرَطُ فِي صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَاحِ حُضُوْرُ اَرْبَعَةٍ
: وَلِيِّ, وَزَوْجٍ,وَشَا هِدَي عَدْلٍ,وَ يَجُوْ زُ اَنْ يُوْكِلَ الْوَلِىُّ وَالزَّ
وْجُ,فَلَوْ وَكَلَ الْوَ لِىُّ وَالزَّوْجُ اَوْاِحْدًا هُمَااَوْ حَضَرَ الْوَلِىُّ
وَوَكِيْلُهُ لَمْ يَصِحُّ النِّكَاحُ لِاَنَّ الْوَكِيْلَ نَا ئِبُ الْوَلِىِّ.
والله اعلم.
“disyari’atkan
sahnya akad nikah hadirnya empat orang, yaitu wali, suami, dan dua orang saksi
yang adil. Dan boleh saja wali dan suami atau salah seorang dari keduanya sudah
mewakilkan, Wallahu ‘alam.”[2]
Syarah
diatas sudah jelas
menjabarkan tentang akad nikah. Bahwasanya akad nikah harus di laksanakan dalam
satu waktu dan satu majelis(فِىْ مَجْلِسٍ وَا حِدٍ)
III.
ANALISIS
Menurut
ulama Hanafiyah hukum nikah itu adakalanya mubah, mandub, wajib, fardu, makruh,
dan haram. Sedangkan ulama madzhab-madzhab lain tidak membedakan antara wajib
dan fardu.[3]
Dalam
pernikahan terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1. Suami
(زوج)
2. Istri
(زوحة) dengan beberapa kriteria yaitu : tidak mahramnya sendiri,
ta’yin, suci dari pernikahan, tidak dalam masa iddah, dan perempuan asli.[4]
3.
Wali nikah (ولى نكاح). Harus memiliki beberapa persyaratan :
islam, baligh, berakal, sifat merdeka, laki-laki, dan sifat-sifat lainnya. Tapi
untuk pernikahan kafir dzimmi tidak memerlukan islamnya wali, dan untuk
pernikahan amah tidak memerlukan syarat sifat adlnya tuan.[5]Bagi
fuqaha yang memegangi adanya wali, maka macam-macam wali itu ada tiga, yaitu:
wali nasab (keturunan), wali penguasa, dan wali bekas tuan yang jauh dan yang
dekat.[6]
4. Dua
orang saksi (شا هدان) Nabi Muhammad bersabda :
لَا
نِكَا حَ اِلَّا بِوَ لِيٍّ وَشَا هِدَي عَدْلٍ
Artinya: “ Perkawinan tidak sah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”
( H.R. Addaruquthni)[7]
5. Shigat
Nikah
Lewat Telephon Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
Menentukan
sah atau tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhinya atau tidaknya
rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah lewat telepon
dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi,
wali pengantin putri, ijab qabul. Namun, jika dilihat dari syarat-syarat dari
tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada kelemahan atau kekurangan untuk dipenuhi.
Misalnya identitas calon suami istri perlu dicek ada atau tidaknya hambatan
untuk nikah (baik karena adanya larangan
agama atau peraturan perundangan-undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari
kedua belah pihak. Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah
cukup sukar. Demikian pula pengecakan tentang identitas wali yang tidak bisa
tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon.
Juga para saksi yang hanya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan
pengantin putera lewat telepon dengan bantuan mikrofon, tetapi mereka tidak
bisa melihat apa yang disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula ijab
qabul yang terjadi di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat
berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang berbeda
waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang dilakukan oleh Prof. Baharudin yang
menikahkan puterinya di Jakarta (Dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarto yang
sedang belajar di Universitas Indianna AS pada hari sabtu tanggal 13 Mei 1989 pukul
10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indianna AS.
Karena
itu, menikah lewat telepon itu tidak diperbolehkan dan tidak sah menurut hukum
islam, karena selain terdapat kelemahan atau kekurangan dan keraguan dalam
memenuhi rukun-rukun nikah lewat dan syarat-syaratnya sebagaimana diuraikan
diatas, juga berdasarkan dalil-dalil syar’i sebagai berikut :
a)
Nikah itu termasuk
ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan sunah Nabi yang shahih, berdasarkan kaidah hukum :
الْاَصْلُ فِي ا لْعِبَا
دَةِ حَرَ ا مٌ
“pada
dasarnya ibadah itu haram.”
Artinya, dalam masalah
ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat (merekayasa) aturan sendiri.
b) Nikah
merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu bukanlah
sembarang akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang sakral dan
syiar islam serta tanggung jawab yang berat bagi suami istri, sebagaimana
firman Allah dalam surat An-nisa :21
“...dan
mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S
An-nisa : 21)
c)
Nikah lewat telepon dan
internet mengandung resiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau
penipuan (gharar atau khida’), dan dapat pula menimbulkan keraguan (cafused
atau syak), apakah telah terpenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat
nikahnya dengan baik. Salah satu syarat yang harus dipenuhi yaitu hadir dalam
tempat yang sama (حضور
فِى مَجْلِسٍ وَا حِدٍ)
{فَرْعٌ}
يُشْتَرَطُ فِيْ صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَا حِ حُضُوْرٌ اَرْ بَعَةٍ : وَلِىِّ
وَزَوْجٍ وَشَا هِدَي عَدْل{فى كفا يت الا خيا ر الجز :٢,الصفة :٥۱}[8]
(cabang) dan
disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang : wali, calon
pengantin dan dua orang saksi yang adil.( Kifayatul Akhyar juz 2 hal. 51)
وَمِمَّا تَركهُ مِنْ شُرُوْطِ الشَّا هِدَ يْنِ السَّمْعَ
وَالْبَصَرُ وَالْضَّبْطُ.{ قَوْ لُهُ وَ الضَّبْطُ} اَيْ لالفَا ظِ وَلِىّ الزَّوْ
جَة وَ الزَّوْجُ فَلَا يَكْفِى سَمَا ع الفَا ظهُمَا فِي وَظلمَة لِاَنَّ الْاَ صْوَات
تَشْبِيْه{ فى بجير مى على الخطيب الجز :٣,الصفة : ٣٣٥ }
Mendengar, melihat dan (dlobith) membenarkan adalah
bagian dari syarat diperkenankannya dua orang saksi. (pernyataan penyusun ‘wa
al dlobthu) maksudnya lafadz (pengucapan) dari wali pengantin putri dan
pengantin pria, maka tidaklah cukup mendengar lafadz (perkataan) mereka berdua
dikegelapan, karena suara itu (mengandung) keserupaan.(Hasiyah Al-Bujairomi
‘Ala al-Khottib juz 3, hal. 335)[9]
Dikhawatirkan jika akad
dilaksanakan jarak jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suaranya di
dubbing ataupun gambarnya dan backgroundnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal
ini akan merugikan pihak perempuan. Karena perempuan harus dihormati, islam
mengajarkan itu.
Dan
yang demikian itu tidak sesuai
dengan hadits Nabi atau kaidah fiqih.
Hadits Nabi saw
دَعْ
مَا يَرِ يْبُكَ اِلَى مَا لَا يَرِ يْبُكَ
“Tinggalkanlah
sesuatu yang merugikan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak
merugikan engkau.”
Dan tidak sesuai dengan kaidah fiqih :
دَرْعُ ا لْمَفَا سِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ ا لْمَصَا
لِحِ
“menghindari mafsadah (resiko) harus
didahulukan atas usaha menarik (mencari) maslahah.”
d) Dampak
negatif yang akan timbul juga akan lebih berbahaya lagi jika sudah punya anak.
Hak waris ataupun hadlonahnya akan memberatkan dan juga membingungkan.[10]
[1] Al Imam Yahya
Syarifuddin An-nawawi, Matan Al-Arba’in
An-nawawiyyah, (Surabaya: Al Fatah, tth), hlm. 25.
[3] Abdul
Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah, nikah dan talak, (Jakarta: Amzah, 2009),
hlm. 44.
[4] Sayyid Ahmad bin Umar
asy- syathiry, Al Yaqutun Nafis fi
Madzhab Ibnu Idris, (Beirut : Haramain, tth),
hlm. 142-144
[5] Imam
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Khifayatul Akhyar(Kelengkapan
Orang Saleh), (Mesir: Maktabah al-Imam, 1996), hlm. 104-105.
[6] Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid juz 2, (
Semarang: Asy-Syfa, 1990), hlm. 374.
[7] H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam,
(Jakarta: Pustaka Amani, 1983), hlm. 41.
[8] Musthafa
Abu Sulaiman an-Nadwy, Kifayatul Akhyar fy Ghayat al Ikhtishar, (Mesir :
Maktabah Iman, 1996), hlm. 346.
[9] Ahmad Masduqi Mahfud, Bahsul
Masa’il, Tuhfatul Habib ala Syarhi al-Khatib, ( Ahhabul Royi
Press-HTTP://AHHABUL-ROYI. BLOGSPOT. COM), hlm. 335.
[10] Masjfuk Zuhdi, Masail Diniyah Ijma’iyah, (Jakarta: CV
Haji Masagung, 1994), hlm. 208-211.
nice info om, keren artikelnya
ReplyDeleteSouvenir Murah Kediri