I.
PENDAHULUAN
Saat ini, masyarakat mulai meminati homeschooling sebagai
sarana pengembangan pendidikan bagi anak-anaknya. Walaupun homeschooling atau
sekolah rumah baru berkembang akhir-akhir ini, homeschooling memiliki akar
dalam pengembangan pendidikan di masyarakat Indonesia dalam model-model
pendidikan otodidak serta pendidikan keluarga sebagaimana yang dilakukan para
Ulama terhadap pendidikan anak-anaknya di pesantren yang dipimpinnya sendiri. Media
massa, baik media cetak maupun media elektronik cukup gencar memberitakan home schooling.
Beberapa tokoh publik dan artis memilih home schooling sebagai jalur pendidikannya
atau jalur pendidikan putra-putrinya.
II.
PERMASALAHAN
A.
Pengertian Home Schooling
B.
Sejarah Home Schooling
C.
Dasar Hukum Home Schooling
D.
Kurikulum Dan Materi Home Schooling
E.
Kelebihan Dan Kekurangan Home Schooling
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Home Schooling
Istilah home schooling berasal dari
bahasa Inggris yang berarti sekolah rumah. Home schooling dikenal juga dengan
nama homeschooling, home-based education, home education, home-schooling,
unschooling, deschooling, a form of alternative education, sekolah mandiri atau
sekolah rumah.[1]
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan
yang biasanya yang digunakan untuk home schooling adalah “sekolah rumah”. Istilah
ini dipakai secara resmi oleh departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk
menyebutkan home schooling. Selain sekolah rumah, home schooling kadangkala
juga diterjemahkan dengan istilah mandiri.[2]
Salah satu pengertian umum home
schooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri
atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada home
schooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas pendidikan anak,
sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan
sistem sekolah.
Walaupun orang tua menjadi
penanggung jawab utama home schooling, tetapi pendidikan home schooling tidak
hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri orang tua dapat
mengindang guru privat,melibatkan anak pada kursus dan sebagainya.[3]
Jadi home
schooling atau home education adalah pendidikan yang dilakukan secara mandiri
oleh keluarga, dimana materi-materinya dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan
anak.[4]
B.
Sejarah Home Schooling
Menurut John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi berdirinya
home schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,
kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah
orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh
filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadi perbincangan dan perdebatan luas
mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak
dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak
ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh
sistem sekolah itu sendiri.[5]
Pada waktu yang hampir
bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor
melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih
awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa
memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya
tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya
anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono dalam
Simbolon, 2008).
Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah
mendapat tanggapan luas, kemudian Holt menerbitkan karyanya yang lain Instead
of Education dan Ways to Help People Do Things Better pada tahun 1976. Buku ini mendapat sambutan hangat
dari para orangtua pendukung home schooling di berbagai penjuru Amerika
Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di
rumah yang diberi nama Growing Without Schooling. Serupa dengan Holt, Ray dan
Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting home schooling.
Setelah itu, home schooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain
karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan home schooling juga banyak
dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.[6]
C.
Dasar Hukum Home Schooling
Keberadaan home schooling legal di
mata hukum Indonesia. Home
schooling termasuk kategori pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Negara tidak mengatur
proses pembelajarannya, tetapi hasil pendidikan informal diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan. Hal ini termuat dalam Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai pendidikan informal.
Selanjutnya, ketentuan mengenai kesetaraan diatur dalam
UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (6): “Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.”. Siswa yang mengikuti home schooling akan memperoleh ijazah
kesetaraan yang dikeluarkan oleh Depdiknas yaitu Paket A setara SD, Paket B
setara SMP, dan Paket C setara SMU. Ijazah ini dapat digunakan untuk meneruskan
pendidikan sekolah formal yang lebih tinggi.[7]
Dalam bagian yang secara khusus menjelaskan
mengenai pendidikan informal, UU 20/2003 tentang sisitem Pendidikan Nasional
pasal 27 menegaskan kembali pengkuan terhadap eksisitensi home schooling yang
merupakan model pendidikan yang dilakukan oleh keluarga ”kegiatan pendidikan
informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri”[8]
Sedangkan jika keluarga home schooling (pendidikan
informal) ingin beralih ke sekolah (jalur pendidikan formal), secara prinsip UU
NO.20/2003 menjamin hak untuk berpindah jalur, bahkan secara eksplisit UU
20/2003 pasal 12 ayat 1, butir ”e”, menyatakan bahwa: ”Setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak pindah ke program pendidikan pada jalur
dan satuan pendidikan lain yang setara”.
Dukungan pemerintah terhadap keberadaan homeschooling juga ditunjukkan
melalui penandatangan Nota Kesepahaman antara Depdiknas dan Asosiasi
Sekolahrumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (Asah Pena) pada 10 Januari
2007 yang berisi pengakuan Komunitas Sekolahrumah sebagai salah satu bentuk
Satuan Pendidikan Kesetaraan. [9]
D.
Kurikulum Dan Materi Home Schooling
Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang
didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum nasional. Penelitian yang
dilakukan oleh Dr. Bryan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%)
memilih sendiri materi pembelajaran dan kurikulum dari kurikulum yang tersedia,
kemudian melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan
keadaan keluarga. Selain
itu, 24% diantaranya menggunakan paket kurikulum lengkap yang dibeli dari lembaga
penyedia kurikulum dan materi ajar. Sekitar 3% menggunakan materi dari sekolah
satelit (partner home schooling) atau program khusus yang dijalankan oleh
sekolah swasta setempat.[10]
Selain pendekatan dan metode yang digunkan dalam balajar, setiap
keluarga home schooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum yang diacu
dan bahan ajar yang digunakan. Kurikulum berisi sasaran-sasaran pengajaran yang
ingin dicapai di dalam rentang waktu tertentu, sedangkan bahan ajar adalah
materi praktis yang digunakan untuk pengajaran sehari-hari.
Untuk memilih kurikulum dan bahan ajar, keluarga home schooling dapat
memilih apakah mereka menggunakan bahan paket (bundle) atau bahan-bahan
terpisah (unbundle).
Pada bahan terpaket (bundle), keluarga home schooling
menggunakan kurikulum dan bahan-bahan pelajaran yang sudah disediakan oleh
lembaga yang menyediakan layanan tersebut. Sedangkan pilihan kedua yang dapat
dilakukan oleh keluarga home schooling adalah memberi secara terpisah, baik
kurikulum maupun bahan ajar. Dengan resiko menambah kompleksitas, keluarga home
schooling dapat memilih materi-materi yang benar-benar dibutuhkannya dan
membelinya secara terpisah.[11]
Selain kedua pilihan tersebut, keluarga home schooling dapat
mengembangkan kreatifitasnya untuk menentukan kurikulum dan materi-materi yang digunakannya. Keluarga
home schooling dapat menggabungkan antara membeli bahan pengajaran dan
penggunaan dan penggunaan materi yang ada di rumah, atau membuat sendiri materi
pengajaran yang dibutuhkannya.[12]
E. Kelebihan Dan Kekurangan Home Schooling
Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan home schooling:
a.
Kelebihan
home schooling:
ü Sesuai kebutuhan anak dan kondisi
keluarga
ü Lebih memberikan peluang untuk
kemandirian dan kreatifitas individual yang tidak didapatkan dalam model
sekolah umum[13]
ü Memberi banyak keleluasaan bagi
anak untuk menikmati proses belajar tanpa harus merasa tertekan dengan
beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum.
ü Menyediakan pendidikan moral atau
keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
ü Menghindari penyakit sosial yang
dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja
(bullying), narkoba dan pelecehan.
ü Memberikan keterampilan khusus
yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni,
olahraga, dan sejenisnya.
ü Memberikan kehangatan dan proteksi
dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat.[14]
b.
Kekurangan
home schooling
ü
Tidak
adanya suasana kompetitif sehingga anak tidak bisa membandingkan sampai dimana
kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
ü Keterampilan dan dinamika bersosialisasi
dengan teman sebaya relatif rendah.
ü Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim
(team work), organisasi dan kepemimpinan.
ü Proteksi berlebihan dari orang tua
dapat memberikan efek samping ketidak mampuan menyelesaikan situasi dan masalah
sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.[15]
ü Ketidak mampuan orang tua dalam
menguasai materi ajar dalam home schooling, sehingga harus mendatangkan tutor
dari luar, maka kondisi ini akan memperbesar biaya home schooling.[16]
ü Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari
orang tua[17]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !