I. PENDAHULUAN
Pengorganisasian merupakan lanjutan dari fungsi
Perencanaan dalam sebuah sistem Manajemen. Pengorganisasian bisa dikatakan
sebagai “urat nadi” bagi seluruh organisasi atau lembaga. Oleh karena itu,
pengorganisasian sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya suatu organisasi
atau lembaga, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan.
Pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan atau
pembagian pekerjaan yang dialokasikan kepada sekelompok orang atau karyawan
yang dalam pelaksanaannya diberikan tanggung
jawab dan wewenang, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara
efektif, efisien dan produktif.
Untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, sebuah
organisasi harus melakukan upaya-upaya seperti berikut ini:[1]
1.
Organisasi
tersebut harus memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas yang diarahkan pada upaya mewujudkan
cita-cita bersama.
2.
Organisasi
tersebut harus dipimpin oleh orang yang memiliki visi (gagasan dan imajinasi
yang terus mengalir), capability (kesanggupan untuk mewujudkan visi), loby
(kemampuan berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan berbagai pihak) dan
morality (akhlak yang baik).
3.
Organisasi
tersebut harus memiliki sumber ekonomi yang dihasilkan melalui berbagai usaha
yang mendatangkan profit (keuntungan) bagi kelangsungan organisasi.
4.
Organisasi
tersebut harus mampu membaca peluang yang memungkinkan dapat dilakukan berbagai
kegiatan yang dibutuhkan oleh anggotanya.
5.
Organisasi
tersebut harus didukung oleh sarana dan prasarana pendukung yang baik.
6.
Organisasi
tersebut harus memperoleh legitimasi dari masyarakat dengan cara menciptakan
berbagai kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
II. RUMUSAN MASALAH.
Dari
beberapa penjelasan diatas dalam memahami pengorganisasian masih perlu
penekanan mengenai :
1.
Teori-teori
Organisasi
2.
Struktur
Organisasi
3.
Kultur/Budaya
Organisasi
III.
PEMBAHASAN
A.
TEORI-TEORI
ORGANISASI[2]
1.
Teori
Pendekatan Klasik
Pendekatan
klasik (tradisional) ini didasarkan pada “teori mesin”. Organisasi diibaratkan sama
seperti mesin yang onderdilnya setiap saat dapat diganti dan setiap bagian
mempunyai tugas tertentu sesuai fungsinya.
Pendekatan ini sangat memperhatikan pembagian kerja, spesialisasi, dan standar dalam mendesain
organisasi, sehingga organisasi yang dibentuk dapat efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan. Efisien dan efektif, artinya agar semua unsur manajemen
berdaya guna dan berhasil guna.
2.
Teori Pendekatan Tingkah Laku
Kritik
pendekatan tingkah laku (pendekatan hubungan manusiawi = behavioral approach) terhadap pendekatan
klasik dengan teori mesinnya adalah anggapan bahwa manusia/anggota organisasi
disamakan dengan “onderdil mesin” yang mudah didapat dan diganti, tetapi kita
tidak dapat menguasai sepenuhnya, agar ia berfungsi tepat sesuai dengan
perincian dan keinginan kita.
Pendekatan tingkah laku ini menekankan pentingnya
memperhitungkan aspek manusia secara utuh dalam mendesain suatu struktur
organisasi. Yang menjadi bahan penelitian utama adalah “tingkah laku manusia”
dalam organisasi.
3.
Teori
Pendekatan Struktur
Menurut Peter F. Drucker, organisasi
adalah sarana ke arah ujung prestasi bisnis dan hasil bisnis. Karena itu
masalah utamanya adalah, “Apakah yang sedang kita usahakan dan apa yang
seharusnya kita lakukan?” Dengan demikian, organisasi harus dirancang untuk
mencapai tujuan bisnis.
Drucker
mengemukakan tiga jalan untuk menemukan struktur yang membantu pencapaian
tujuan, yaitu:
a. Analisis kegiatan, mengemukakan
prkerjaan apa yang harus dilaksanakan, pekerjaan macam apa saja yang tergolong
sama yang diberikan kepada setiap kegiatan di dalam struktur organisasi.
b.Analisis keputusan ialah
merancang suatu struktur organisasi, yang juga berkenan dengan keputusan yang
harus dibuat. Dengan menganalisis keputusan demikian, kita dapat menentukan
tingkat bobot keputusan yang diambil.
c. Analisis hubungan, dalam merancang suatu
struktur organisasi juga harus dirumuskan hubunga vertikal (atasan dengan
bawahan) dan hubungan horizontal (hubungan kesamping /sejajar). Tujuan analisis
ini bukan hanya untuk membantu merumuskan struktur saja, melainkan juga untuk
memberikan pedoman penempatan tenaga kerja dalam struktur.
4.
Teori
Pendekatan Sistem
Menurut pendekatan sistem,
organisasi bukanlah suatu “sistem tertutup”, tetapi suatu “sistem terbuka” yang
harus berinteraksi dengan lingkungan. Organisasi adalah suatu sistem terbuka,
karena itu interaksinya mencakup proses produksi dan proses-proses lain yang
bersifat hakiki untuk mempertahankan eksistensinya, menopang fungsi-fungsinya
serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam sistem terbuka terdapat dua
interaksi, yaitu “interaksi internal dan eksternal”.
Interaksi internal ini mengutamakan peningkatan
“efisiensi, produktifitas, dan kerja sama antara subsistem-subsistem” dalam
organisasi. Sedangkan interaksi eksternal adalah interaksi yang terjadi antara
suatu organisasi dengan pihak-pihak luar (lingkungan) yang ada hubungan
ketergantungannya satu sama lain.
B.
STRUKTUR
ORGANISASI
Menurut E. Kast dan James E. Rosenzweig (1974) struktur
diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur
merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasi tugas
orang dan kelompok agar tercapai tujuan.
Struktur
organisasi dimaksudkan untuk menyediakan penugasan kewajiban dan tanggung jawab
kepada personil dan membangun hubungan tertentu diantara orang-orang pada
berbagai kedudukan.
Struktur
dalam organisasi memperlihatkan unsur-unsur administrasi sebagai berikut:[3]
a.
Kedudukan,
struktur menggambarkan letak/posisi setiap orang dalam organisasi.
b.
Hirarki
kekuasaan, struktur digambarkan sebagai suatu rangkaian hubungan antara satu
orang dengan orang lain dalam suatu prganisasi.
c.
Kedudukan
garis dan staf, organisasi garis menegaskan struktur pengambilan keputusan,
jalan permohonan dan saluran komunikasi resmiuntuk melaporkan informasidan
mengeluarkan instruksi, perintah dan petunjuk pelaksana.
C.
KULTUR/BUDAYA
ORGANISASI[4]
1.
Pengertian
Budaya Organisasi
Budaya
organisasi merupakan pola nilai-nilai, kepercayaan, asumsi-asumsi, sikap-sikap
dan kebiasaan-kebiasaan seseorang atau kelompok manusia yang mempengaruhi
perilaku kerja dan cara bekerja dalam organisasi. Dalam pengertian lain juga
dapat dikatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah sistem nilai, kepercayaan
dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
sehingga menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
2.
Fungsi
Budaya Organisasi
Budaya
organisasi mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah:
a.
Memberikan
identitas organisasi kepada anggotanya
b.
Memudahkan
komitmen kolektif
c.
Mempromosikan
stabilitas sistem sosial
d.
Membentuk
perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya
3.
Tipe
Budaya Organisasi
Noe
dan Mondy membedakan tipe budaya organisasi dalam dua kelompok, yaitu:
a.
Open
dan participative culture,
ditandai oleh adanya kepercayaan terhadap bawahan, komunikasi yang terbuka,
kepemimpinan yang suportif dan penuh perhatian, penyelesaian masalah secara
kelompok, adanya otonomi pekerja, sharing informasi dan pencapaian
tujuan yang output-nya tinggi.
b.
Closed
and autocratic culture, ditandai oleh
pencapaian tujuan output yang tinggi, namun pencapaian tersebut mungkin
lebih dinyatakan dan dipaksakan pada organisasi dengan para pemimpin yang
otokrasi dan kuat. Karakteristik ini lebih menekankan pada individual daripada teamwork.
Harrison
dalam Poespadibrata membedakan empat orientasi budaya organisasi yang terpisah
dan bertentangan satu sama lain, yaitu:
a.
Orientasi
Kekuasaan, budaya ini menekankan pada bagaimana
lingkungan eksternal dikuasai dan ditundukkan serta dicirikan oleh norma-norma:
bersaing untuk menjaga wilayah kekuasaannya, berusaha memperluas kekuasaannya,
tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan dan kesejahteraan anggota, hukum rimba
masih berlaku, mengejar keuntungan pribadi diantara para eksekutif organisasi.
b.
Orientasi
Peran, budaya semacam ini sering disebut juga sebagai budaya birokrasi yang
merupakan reaksi terhadap budaya yang berorientasi kekuasaan. Orientasi budaya
ini ditandai antara lain oleh persaingan dan konflik diatur /diganti oleh
kesepakatan/perjanjian, adanya peraturan dan prosedur, hak dan kewajiban
diberikan dan ditaati secara cermat , keterikatan yang besar pada status diubah
menjadi keterikatan pada keabsahan kewenangan dan peraturan, kemantapan dan
kehormatan sering dinilai setara dengan kemampuan.
c.
Orientasi
Tugas, budaya semacam ini didasarkan pada asumsi bahwa pencapaian tujuan yang
paling tinggi merupakan prioritas utama dan dinilai tinggi. Karena itu,
struktur organisasi, fungsi dari kegiatan selalu dinilai berdasarkan
signifikansinya terhadap pencapaian tujuan yang gradasinya paling tinggi.
Budaya semacam ini antara lain ditandai oleh tidak ada yang boleh menghalangi
penyelesaian tugas dalam rangka pencapaian tujuan.
d.
Orientasi
Orang, orientasi budaya ini didasarkan pada asumsi bahwa organisasi dinilai
sebagai sarana bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
yang tak dapat dipenuhi jika dilakukan sendiri.
Ciri budaya ini ditandai oleh,
kewenangan bila diperlukan dapat diserahkan kepada seseorang selama dinilai
cakap dan ahli untuk menjalankan kewenangannya, sebagai gantinya para anggota
diharapkan akan saling mempengaruhi lewat keteladanan, sikap saling menolong
dan kepedulian, metode musyawarah untuk mufakat lebih disukai dalam pengambilan
keputusan.
[1] Abuddin Nata, Manajemen
Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 273
[2]
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, Dan Masalah,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h.161
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !