I.
PENDAHULUAN
Perkembangan rohani si anak
dikembangkan sejak dari rumah. Pelajaran agama memang telah diajarkan
disekolah. Namun dasar pelajaran paling kuat yaitu orang tuanya. Bagaimana
orang tua menanamkan pendidikan agama pada kehidupan anak dirumah?
Untuk anak-anak sediakan secara kusus
yang bersifat agama, yaitu buku-buku cerita. Bacakanlah buku- buku cerita itu
pada saat tertentu. Usahakan buku agama jangan diperlakukan dengan buku yang
lain yang dapat diambil dengan sembarang waktu. Tanamkan sejak dini rasa hormat
dan menghargai dalam diri anak itu terhadap buku bacaan agama melebihi dari
buku bacaan yang lain.
Dengan dikenalkanya konsep- konsep
keagamaan kepada anak maka otomatis akan mempengaruhi segi perkembangan
afektifnya, kemudian anak akan akan mempunyai sikap yang baik dalam melakukan
keseharianya. Anak- anak pun akan mengetahui hal apa yang harus dilakukan, dan
menjauhi perbuatan yang negative.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Konsep
dasar metode pengembangan agama dan afektif
B.
Teori
pendidikan afektif
C.
Pendekatan
dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan praktis, doa,
nyanyian religius untuk anak usia dini
D.
Permasalahan
dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada anak usia dini
III.
PEMBAHASAN
A. Konsep
dasar metode pengembangan agama dan afektif
Pendidikan adalah tejadinya pergaulan
antara orang dewasa dengan anak-anak. Pergaulan yang dimaksud adalah pergaulan
yang dapat menolong anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup memenuhi
tugas hidupnya atas tanggungjwab sendiri[1].
Sedangkan pendidikan juga bisa
disebut bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam perttumbuhan
jasmani, rohani, akhlak maupun kepribadian diberikan dengan sengaja kepada anak
dalam pertumbuhan jasmani ini, rohani, akhlak maupun kepribadian untuk mencapai
tingkat kedewasaan disini yang menonjolkan adalah pemberian bantuan secara
sengaja atau secara sadar kepada anak dengan tujuan agar anak tersebut dapat
mencapai tingkat kedewasaannya.
Jika pendidikan itu ditinjau dariu sudut hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa : hakekatnya pendidikan agama adalah usaha orang tua dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan agama, formal dan nonfomal.
Jika pendidikan itu ditinjau dariu sudut hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa : hakekatnya pendidikan agama adalah usaha orang tua dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan agama, formal dan nonfomal.
Perkembangan agama pada anak dapat melalui beberapa
fase, yakni:
1.
the fairy
tale stage( tingkatan dongeng)
pada tingkat ini dimulai pada usia 3-6 tahun. Pada anak
dalam tingkatan ini konsep mengenai ketuhanan lebih banyak dipengaruhi oleh
fantasi dan emosi.konsep ini sesuai tingkat perkembangan intelektualnya.
2.
the
realistic stage( tingkatan kenyataan)
tingkat ini dimulai sejak SD hingga keusia adolesense(
masa usia). Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep
yang berdasarkan pada kenyataan. Konsep ini timbul melalui lembaga keagamaan
dan pembelajaran agama.
3.
the
individual stage( tingkatan individu)
pada tingkat ini anak memiliki kepekaan emosi yang
tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai- nilai
agama kepada anak usia dini, yaitu anak mulai punya minat, semua perilaku anak
membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai individu
makhluk social dan hamba allah. Agar pengembangan agama pada anak tumbuh subur,
harus dilatih dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa
dalam melakukan kegiatan[2].
Sesuai
cirri yang anak miliki, ide keagamaan anak hamper sepenuhnya autoritas,
maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar
diri mereka.bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa
walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut.
Perilaku adalah cerminan kepribadian
seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap orang lain dalam
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, masa usia dini adalah masa yang peka
untuk menerima pengaruh dari lingkungan
Penekanan perkembangan afektif adalah
pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan oleh anak. Dengan
kata lain yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau emosi
berubah atau bagaimana afeksi ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan
demikian pendekatan yang dipakai adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari
bagaimana metode pengajarannya), karena mengutamakan aspek transfer of values.
Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa
pentingnya peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya
dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah bahwa subjek didik mampu dan mau
mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Rasional/ pengajuan alasan bagi
kurikulum dengan pengutamaan pengembangan sikap didasarkan pada”kematangan
normative” atau pandangan analisis kejiwaan (psikoanalitik) tentang
perkembangan anak, dan filosofi humanistic pendidikan. Karya para ahli- ahli
seperti Sigmun Frued, Anna Frued, Erik Erikson, Arnold Gessell, dan Jonhn
Dewey, telah mempengaruhi perkembangan pendekatan ini yang mengtamakan ranah
(domain)afektif.[3]
Pusat pendekatan ini ada empat area
dasar perkembangan individual: kekuatan ego, kemandirian (otonom), kreatifitas,
dan komunikasi antar pribadi. Pembentukan pencitraan diri yang kuat dan positif
secara langsung berhubungan dengan kekuatan ego. Tiap anak harus memperhatikan
kemampuan- kemampuanya sebagai anak-anak yang benar abasah, sehingga ia dapat
menggunakan kemampuan- kemampuanya itu dalam bekerja dan bermain dengan anak-
anak sesamanya.
Hubungan langsung akan kesadaran ego
ini adalah kesadaran dirinya selaku pribadi sebagai suatu yang unik,
berperasaan, berpikiran, pribadi yang responsive. Ini mencakup kemampuan tiap
individual anak untuk bertindak secara otonom.
Dengan pengembangan afektif maka anak
akan mengembangkan konsep diri yang positif, anak akan mengembangkan
kreatifitasnya, anak akan mengembangkan kesadaran dan akan menerima perbedaan-
perbedaan individual anak- anak. Komunikasi merupakan sumber pengertian
kesamaan perassaan dan konflik antar manusia, demikian juga sebagai alat untuk
memperluas pengetahuan dan pengalaman.
B. Teori
pendidikan afektif
1.
classical
conditioning theory
teori kondisi klasik ini memandang
bahwa belajar adalah perubahan perilaku. Belajar pada prinsipnya mengikuti
suatu hokum yang sama untuk semua manusia, bahkan semua makhluk hidup. Meskipun
diakui ada makhluk hidup yang dapat belajar lebih baik dari makhluk hidup yang
lain. Teory ini dikembangkan melalui observasi terhadap perilaku belajar yang
tampak( observable behavior). Pencetus teori ini ialah Ivan P. Pavlove(
1849-1936). Pavlove seorang berkebangsaan Rusia. Ia memberi daging secara
periodic pada anjing yang didahului dengan membunyikan bel. Setiap kali daging
akan diberikan bel dibunyikan. Setelah beberapa lama setiap kali bel dibunyikan
anjing mengeluarkan air liur. Ketika bel dibunyikan tanpa membunyikan bel
anjing juga mengeluarkan air liur. Kesimpulanya ialah anjing mampu
menghubungkan bunyi bel dengan daging ketika mendengar bunyi bel, anjing
membayangkan datangnya daging sehingga air liurnya keluar. Proses keluarnya air
liur seperti itu disebut belajar[4].
Bagaimana aplikasi dari teori ini
dalam pembelajaran? Banyak hal yang dapat diterangkan dengan teori tersebut,
terutama yang berkaitan dengan perilaku, penanaman disiplin, dan sikap. Dalam
menanamkan aturan, disiplin, dan moral hendaknya dipasangkan dengan suatu
ganjaran dan hukuman. Setiap memperkenalkan aturan hendaknya diperkenalkan pula
hadiah juga sangsinya. Misalnya untuk menanamkan disiplin tepat waktu, anak-anak
diberi tahu harus masuk tepat waktu, missal jam 07.00. bagi anak yang tiga kali
datang tepat waktu diberi hadiah permen gratis sedangkan yang terlambat tiga
kali sanksinya disuruh menyanyi. Dengan demikian anak akan dating tepat waktu
bias karena hadiah atau hukumannya. Dengan demikian pula perlahan anak- anak
akan datang tepat waktu karena telah terbiasa.
2.
operant
conditioning theory
Edward L. Thorndike (1874-1949)
merupakan salah satu pencetus teori belajar ini. Ia melakukan percobaan menggunakan
seekor kucing yang diletakan didalam kotak. Kucing mencari jalan keluar dari
kotak dengan cara mencoba- coba. Menurutnya, binatang dan manusia tidak selalu
memecahkan masalah dengan cara memikirkan caranya secara algoritmik, tetapi
banyak pula yang memecahkan masalah dengan cara mencoba- coba( trial and eror).
Hasil penelitian melahirkan apa yang disebut law of effect( hokum akibat),
yaitu apabila sesuatu respons dari sesuatu stimulus diikuti dengan kepuasan,
maka respon tersebut cenderung diulang. Sebaliknya suatu respon yang diikuti
hal yang tidak menyenangkan, respon tersebut tidak dilaukan lagi. Dengan begitu
konsekuensi memegang peranan penting terhadap muncul atau tidaknya suatu
respon.
Hasil kerja Torndike dilanjutkan oleh
Clark L. Hulk(1884-1952)dan Burrhus Frederic Skinner (1904- 1990). Menurut
Hull, teori SR (setimulus respon) ditentukan oleh kondisi individu, sehingga
menjadi S-O-R. S adalah stimulus, R adalah respons, dan O adalah kondisi
internal organisme. Jadi pada intinya individu melakukan proses berfikir
terlebih dahulu sebelum menentukan respon dari suatu stimulus.
Sejalan dengan hull, bf. Skinner
menerjemahkan konsekuensinya yang dimaksud dengan teori torndik sebagai hadiah
dan hukuman. Jika suatu perilaku mendapat hadiah, perilaku itu cenderung
diulang dan meningkat, sebaliknya jika perilaku itu mendapat hukuman , perilaku
tersebut cenderung ditinggalkan atau menurun.
Pada teori ini , meskipun konsekuensi
penting, tetapi organisme memegang peranan lebih penting terhadap munculnya
suatu perilaku. Perilaku bukan semata- mata dintentukian oleh konsekuensinya,
tetapi bagaimana individu tersebut memandang konsekuensi tersebut. Konsekuensi
bias berubah hadiah atau hukuman. Dalam teori ini perilaku bukan semata
ditentukan oleh stimulus, tetapi bagaimana individu memandang bentuk hadiah dan
hukuman tersebut. Seorang siswa yang nakal akhirnya dihukum oleh gurunya keluar
kelas karena tidak mau mengerjakan tugas. Apakah ia akan menghentikan perilku
buruknya? Belum tentu. Karena hal itu sangat tergantung siswanya. Bagi siswa
yang masih ingin belajar ia mungkin tidaka mau lengah lagi, ia mungkin akan
selalu mengerjakan tugas karena takut dikeluarkan dari kelas. Bagi siswa yang
ingin keluar kelas, ia akan dengan senang hati mengulang kesalahanya yaitu
tidak mengerjakan tugas, karena ia berharap dikeluarkan dari kelas sehingga
dapat bermain diluar. Jadi sesuatu yang oleh guru dianggap hukuman, boleh jadi
dianggap hadiah bagi siswa. Oleh karenanya muncul istilah hadiah positif dan
hadiah negative, serta hukuman positif dan hukuman negative. Bagi siswa pertama
hukuman tersebut bersifat negative karena membuatnya jera dan bagi siswa kedua
hukuman tersebut bersifat positif karena membuatnya senang.
C. Pendekatan
dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan praktis, doa, nyanyian religius untuk anak
usia dini
Pendidikan harus diberikan sejak dini
oleh orang tua, seperti sabda nabi Muhammad SAW, tuntutlah ilmu sejak dari
buaian sampai keliang lahat. Selanjutnya memori yang dimiliki seorang anak masih
sangat jernih belum dipenuhi berbagai macam pikiran ataoupun pertimbangan
seperti layaknya seorang dewasa, daya ingat seorang anak sangat luar biasa,
tidak mudah lupa walaupun hafalan tersebut belum disertai pemahaman.[5]
1.
Doa dan
dzikir
Bagaimana cara mengajarkan anak
berdoa? Mendidik anak saat berdoa sangat penting karena kita sendiri sudah
menanamkan manfaatnya berdoa. Oleh karena itu, perlu dibiasakan dari kecil
untuk berdoa. Pertama- tama, yang perlu kita perhatikan adalah contoh dari
orang tua. Meskipun anak-anak tidak mengerti berdoa, berkata- kata terhadap
sesuatu pribadi yang tidak kelihatan langsung, tetapi sikap berdoa mungkin itu
yang perlu diajarkan.
Yang penting orang tua menamkan sikap
berdoa dulu sedari kecil. Dan ada baiknya ketika anak- anak mulai bisa
berkomunikasi dan berkata- kata, anak diajak untuk menghafal doa. Mulanya,
barang kali menghadapi hambatan, sebab anak masih dalam proses perkembangan.
Jadi biasakan anak berdoa dengan kata-kata yang sederhana dirumah. Disekolah
guru juga mengajarkan sikap doa yang dan dilatih untuk maju kedepan memimpin
doa secara bergiliran agar anak tidak
merasa minder. Orang tua harus membiasakan anak untuk berdoa secara bebas.
Kemudian perlu ditegaskan pada anak
bahwa tuhan( allah) sangat mengasihi anak- anak. Dengan demikian anak- anak
yang polos selalu berdoa dengan kejujuran, hatinya merasa dikuatkan, dan anak
akan lebih berani untuk mengucap doa, meskipun dengan kesalahan harus
dimaklumi.
Jangan tertawa bila anak salah
mengucap doa, sebab celaan akan menyebabkan anak tidak mau memimpin doa lagi.
Anak selalu diajarkan untuk selalu bersyukur
dan berterima kasih. Dan anak jadi menyadari selain membangun hubungan
antar sesama anak juga harus berkomunikasi dengan yang diatas(allah)
Seperti doa hendak makan, masuk kamar
mandi, hendak tidur, bangun tidur, naik kendaraan dan bacaan- bacaan salat
seperti sujud, rukuk, serta dzikir dipagi hari dan sore hari. Inilah yang
selalu dihafalkan oleh para sahabat dan salihin diwaktu kecil mereka. Syair-
syair yang manis yang menenangkan hati adalah cara yang cukup efektif untuk
membantu anak dalam memahami banyak hal.
Kemudian menurut Arnol Gessel, anak
pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan. Perasaan ini sangat memegang
peranan penting dalam diri pribadi anak seiring dengan perkembangan kognisi,
emosi dan bahasa anak.
Maka untuk membantu perkembangan kesadaran
beragamanya, salah satunya yaitu orang tua harus mengenalkan konsep- konsep
atau nilai- nilai agama kepada anak melalui bahasa seperti (1) pada saat memberi
makan atau menyusui, memandikan, membedaki, dan memakaikan pakaian kepada anak,
bacakanlah basmalah(bismillahirrahmaanirrohiim= dengan menyebut nama allah yang
maha pengasih lagi maha penyayang) pada saat mulainya dan bacakanlah hamdalah(
alhamdulillaahirabbil’alamiin= segala puji bagi allah tuhan sekalian alam) pada
saat selesai;( 2) pada saat menggendongnya atau meninabobokanya menjelang
tidur, bacakanlah kalimat toyibah( dzikir kepada allah), yaitu bacaan tasbih (
subhanallah= maha suci allah),( alhamdulillah= segala puji bagi allah), (allahu
akbar= allah maha agung), dan tahlil( lailahaillallah= tiada tuhan selain
allah). Juga memberikan contoh mengamalkan ajaran agama secara baik. Meskipun
anak belum mampu meniru perbuatan itu secara utuh, namun perilaku orang tua
diatas merupakan iklim yang sangat kondusif bagi perkembangan kesadaran
beragama anak[6].
·
Nyanyian
religius
Bekerjasama sambil berdendang sudah
menjadi kebiasaan para sahabat pada zaman rasullullah SAW baik dalam sebuah
perjalanan, perang maupun dalam acara pernikahan. Rasullullah juga membolehkan
anak- anak perempuan untuk menyanyi seperti disebutkan dalam sebuah riwayat
bahwa rasullullah pernah melihat seorang anak perempuan yang mendendangkan
sebuah lagu pada hari raya sambil memukul rebana dan beliau tidak melarangnya.
Bahkan ketika anak tersebut bernadzar untuk memukul rebananya lagi jika beliau
pulang dari medan
pertempuran dengan selamat, maka beliau mengijinkannya untuk melakukan nadzar
itu[7].
Sebagian besar anak kecil cenderung
untuk menyukai lagu- lagu yang indah dan
suara yang merdu, terutama jika menggunakan kata- kata yang mudah dihafal.
Lagu- lagu tersebut dapat diperoleh dengan cara lisan atau melalui kaset.
Adapun tema dari lagu tersebut adalah tema- tema yang dapat membantu dan
memudahkan sianak dalam memperoleh pengetahuan, seperti kisah yang terdapat
dalam alqur’an, dan perbuatan- perbuatan yang baik seperti jujur, membaca
alqur’an dan ketulusan.
Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah lagu
tersebut harus menggunakan nada yang enak didengar dan kata- kata yang sesuai
dengan usia maupun akal mereka[8].
D. Permasalahan
dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada anak usia dini
Anak datang dari berbagai macam
lingkungan keluarga, masyarakat dengan pola sikap orang tua dan anak yang
berbeda pula. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan tingkah laku
anak. Terkadang anak menunjukan tingkah laku yang menyimpang, misalnya ada yang
selalu menyendiri, membuat keributan, agresif, dan bosan bermain. Jadi harus
dicari penyebabnya jika demikian.
Anak memiliki dasar atau bibit sifat
perilaku yang sangat beragam. Jika tidak diarahkan secara tepat, bisa saja
bibit mendasar itu berubah menjadi sifat negative dan nanti akan merubah sikap
anak menjadi hal yang negative pula, seperti pemalas cuek, dan egois.
Mengenali lebih dini bibit sifat itu
memudahkan orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak untuk mengembangkan
diri kearah yang lebih positif.
Beberapa sikap anak yang perlu
diluruskan sejak dini.
·
Anak egois
Hal utama yang terlihat dari anak
seorang yang egois adalah sikap keras kepala. Biasanya, orang cepat cepat
kehilangan kesabaran saat menghadi anak seperti ini. Anak cenderung ingin
menang sendiri, tidak mau mendengarkan orang lain dan harus dituruti keinginanya.
Bila tidak, biasanya anak akan mengeluarkan berbagai ancamanya, seperti mogok
makan, menangis, berteriak- teriak, berguling- guling dan ada yang membenturkan
dirinya sendiri misalnya membenturka badan dan kepalanya. Jika menemukan hal
ini bagamana cara menanganinya?
Janganlah panic saat anak berulah. Hadapilah anak secara
sabar. Hal yang penting yang ingin didapatkan oleh anak seperti itu adalah
perhatian. Jadi saat ia berubah pastikan saja bahwa anak sedang diperhatikan.
·
Anak
perajuk
Sikap yang seperti ini adalah cepat
ngambek dan cenderung cengeng. Hamper mirip dengan anak egois. Hanya saja, anak
perajuk tidak menunjukan sikap yang keras. Padahal ini disebabkan karena anak
merasa tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Jadi untuk menghadapinya
orang tua dan guru harus memperhatikanya.
·
Anak
pemalas
Adalah anak yang enggan melakukan
kewajibanya. Anak cenderung mengendalikan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Cara mengatasinya yaitu memberikan contoh sekaligus pengertian
secara konsisten. Beri ia tanggung jawab sejak dini. Contoh, merapikan mainan.
·
Anakm
pendendam
Pada usia dini, anak yang bersifat
pendendam cenderung terlihat membalas perlakuan padanya secara kasar demi
memuaskan kekesalanya. Jika tidak ditangani secara tepat, sikap yang seperti
ini bisa terbawa hingga dewasa dan anak merasa hal yang dilakukan itu benar.
·
Pemalu
Cirri anak pemalu adalah jarang
memulai pembicaraan sebelum diajak berbicara, anak pemalu cenderung menutup
diri, sehingga sulit ditebak keinginanya selain itu anak terkesan kurang
sosialisasi. Sebagai pendidik, kususnya diusia dini harus dengan sabar melatih
anak agar tidak takut mengemukakan pendapatnya. Ajaklah anak untuk
berpartisipasi setiap kegiatan diluar rumah sehingga terbuka peluang bagi anak[9].
[1] Mansur, MA,
Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam,
Pustaka Pelajar, Jogjakarta,
2009 hlm 47
[2] Ibid hlm 48
[3] Imam Chousman, M. Ed, Pendekatan-
pendekatan Alternative Pendidikan Anak Usia Dini, PT Rineka Cipta, Jakarta,
2011 hlm 45
[4] Ibid hlm 46
[6] Syamsu Yusuf LN,
M. Pd, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010 hlm 161
[7] Ibid hlm 145
[8] Muhammad Sa’id Mursy, Seni
Mendidik Anak, Arroyan, Jakarta 2001, hlm 144.
[9] Danar Santi, Pendidikan Anak
Usia Dini Antara Teory Dan Praktek, PT Indeks, Jakarta Barat 2009 hlm 81
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !