PRAGMATISME
META-ETIK
I.
Pendahuluan
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional,
kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat di mengerti. Ilmu pengetahuan
harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang
tunduk kepada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul.
Konsep kebenaran pragmatisme mula-mula
dikemukakan oleh Charles Sandre Peirce pada tahun 1839. Dalam konsep tersebut
ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil
yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme
sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran,
melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari
pernyataan tersebut tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak
hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat
serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah
memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung
pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi
manusia.
II.
Rumusan Masalah
A.
Apa pengertian pragmatisme?
B.
Bagaimana latar belakang munculnya
pragmatisme?
C.
Bagaimana era dan para
tokoh pragmatisme?
D.
Apa yang dimaksud
pragmatisme metaetik?
III.
Pembahasan
A. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme
diambil dari kata Pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914).
Sebenarnya istilah pragmatisme lebih banyak berarti sebagai metode untuk
memperjelas suatu konsep ketimbang sebagai suatu doktrin kefilsafatan.[1]
Istilah
pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti perbuatan
atau tindakan. "Isme" di sini sama artinya dengan isme-isme yang
lainnya yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian
pragmatisme berarti: ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti
tindakan. Kreteria kebenarannya adalah "faedah" atau
"manfaat". Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar
apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it
works ( apabila teori dapat diaplikasikan).
Pada
awal perkembangannya, pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk
menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat dapat menjadi ilmiah dan
berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan dengan usaha tersebut,
pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metoda untuk memecahkan berbagai
perdebatan filosofis-metafisik yang tiada henti-hentinya, yang hampir mewarnai
seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman Yunani kuno (Guy W. Stroh:
1968).
Dalam usahanya untuk memcahkan
masalah-masalah metafisik yang selalu menjadi pergunjingan berbagai filosofi
tulah pragmatisme menemukan suatu metoda yang spesifik, yaitu dengan mencari
konsekwensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang dianut
masing-masing pihak.
Dalam perkembangannya lebih lanjut,
metode tersebut diterapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena
pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia, maka setiap bidang
kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat yang satu ini. Dan
karena metode yang dipakai sangat populer untuk di pakai dalam mengambil
keputusan melakukan tindakan tertentu, karena menyangkut pengalaman manusia
sendiri, filsafat inipun segera menjadi populer. Dan filsafat ini yang
berkembang di Amerika pada abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika
dengan tokoh-tokohnya seperti Charles Sander Peirce, William James, dan John
Dewey menjadi sebuah aliran pemikiran yang sangat mempengaruhi segala bidang
kehidupan Amerika.
Namun filsafat inl akhirnya menjadi
lebih terkenal sebagai suatu metode dalam mengambil keputusan melakukan
tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan tertentu. Lebih dari itu,
karena filsafat ini merupakan filsafat yang khas Amerika, ia dikenal
sebagaimana suatu model pengambilan keputusan, model bertindak, dan model
praktis Amerika.
Bagi kaum pragmatis, untuk mengambil
tindakan tertentu, ada dua hal penting. Pertama, ide atau keyakinan yang
mendasari keputusan yang harus diambil untuk melakukan tindakan tertentu. Dan
yang kedua, tujuan dari tindakan itu sendiri. Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan suatu paket tunggal dari metode bertindak yang pragmatis.
Pertama-tama manusia memiliki ide atau keyakinan itu yang ingin direalisasikan.
Untuk merealisasikan ide atau keyakinan
itu, manusia mengambil keputusan yang berisi: akan dilakukan tindakan tertentu
sebagai realisasi ide atau keyakinan tadi. Dalam hal ini, sebagaimana diketahui
oleh Peirce, tindakan tersebut tidak dapat diambil lepas dari tujuan tertentu.
Dan tujuan itu tidak lain adalah hasil yang akan diperoleh dari tindakan itu
sendiri, atau konsekwensi praktis dari adanya tindakan itu.
Apa yang dikatakan oleh Peirce tersebut
merupakan prinsip pragmatis dalam arti yang sebenarnya. Pragmatisme dalam hal
ini tidak lain adalah suatu metode untuk menentukan konsekwensi praktis dari
suatu ide atau tindakan. Karena itulah pragmatisme diartikan sebagal suatu
filsafat tentang tindakan. Itu berarti bahwa pragmatisme bukan merupakan suatu
sistem filosofis yang siap pakai yang sekaligus memberikan jawaban terakhir
atas masalah-masa1ah filosofis.[2]
B.
Latar Belakang
Munculnya Pragmatisme
Kendati
pragmatisme merupakan filsafat Amerika, metodenya bukanlah sesuatu yang sama
sekali baru, Socrates sebenarnya ahli dalam hal ini, dan Aristoteles telah
menggunakannya secara metodis John Locke (1632 - 1704), George Berkeley (1685 -
1753), dan Dayid Hume (1711 - 1776) mempunyai sumbangan yang sangat berarti
dalam pemikiran pragmatis ini (Copleston, 1966: 342).
Dari
segi historis, abad ke-19 di tandai dengan skeptisisme yang di tiupkan oleh
teori evolusi Darwin. Nilai religius dan spiritual menjadi, dipertanyakan.
Filsafat Unitarian, suatu aliran pemikiran yang hanya menerima ke Esaan, Tuhan
yang bergantung pada argumen-argumen tentang teologi kodrati dan perwahyuan,
lemah dalam membela diri terhadap evolusi onisme. Karena kaum ilmuan menerima
teori evolusi Darwin, filosof-filosof Unitarian menjadi tenggelam. Lebih lagi
karena keyakinan bahwa pemikiran mengenai proses seleksi dan evolusi alamiah
berakhir dengan atheisme dan bahwa manusia hanya bisa membenarkan eksistensinya
dengan agama, mereka tidak dapat mengintegrasikan hipotesis evolusi ke dalam
keyakinan mereka (Bukhart, 1978: xiii).
Pada
saat yang sama, suatu kelompok pemikir dari Harvard menemukan suatu jalan untuk
menghadapi krisis teologi ini tanpa mengorbankan ajaran agama yang essensial.
Kelompok ini melihat bahwa suatu interpretasi yang mekanistis tentang teori
Darwin dapat menghancurkan agama dan dapat mengarah ke aliran ateisme yang
fatalistis. Mereka khawatir bahwa interpretasi ini dapat berakhir dengan sikap
yang pasif, apatis, bunuh diri dan semacamnya. Karena itu mereka menganjurkan
agar evolusi Darwin dipahami secara lain. Dan karena filsafat Unitarian sendiri
hampir mati, kelompok ini yang dikenal dengan "Perkumpulan
Metafisika", menyusun prinsip-prinsip pragmatisme baik secara bersama
maupun secara individual dalam menghadapi evolusi Darwin (Kuck-lick, 1979:
xix).
Istilah
pragamatisme sebenarnya diambil oleh C.S. Peirce dari Immanuel Kant. Kant
sendiri memberi nama "keyakinan-keyakinan hipotesa tertentu yang mencakup
penggunaan suatu sarana yang merupakan suatu kemungkinan real untuk mencapai
tujuan tertentu”. Manusia memiliki keyakinan-keyakinan yang berguna tetapi
hanya bersifat kemungkinan belaka, sebagaimana dimiliki oleh seorang dokter
yang memberi resep untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Tetapi Kant baru
melihat bahwa keyakinan-keyakinan pragmatis atau berguna seperti itu dapat di
terapkan misalnya dalam penggunaan obat atau semacamnya.
la
belum menyadari bahwa keyakinan seperti itu juga cocok untuk filsafat. Karen
Peirce sangat tertarik untuk membuat filsafat dapat diuji secara ilmiah atau
eksperiemntal, ia mengambil alih istilah pragmatisme untuk merancang suatu
filsafat yang mau berpeling kepada konsekwensi praktis atau hasil eksperimental
sebagai ujian bagi arti dan validitas idenya.
C. Era Tokoh Pragmatisme
Perlu dijelaskan disini bahwa ada dua era pragmatisme.
Era pertama adalah era positivistik dengan tokoh-tokohnya : Pierce 9105
(pragmatisme praktis), William james-1909 (pragmatisme fungsional) dan John
Dewey (pragmatisme manfaat). Pragmatisme era pertama mati dengan banyak kritik
antara lain dari Bertrand Russel 91939) dan Rudolph Carnap (1949).
1. Pragmatisme Era
Pertama
a. Idee Utama dan
Keragaman Pragmatisme
Filsafat idealisme dan realisme sulit untuk bertemu. Pragmatisme
mempertemukannya; bukan sebagai sintesa, dan bukan sebagai pendekatan baru,
melainkan sekedar sebagai suatu core idee untuk mengaplikasikan pemikiran
pragmatik. Meskipun demikian ada keragaman.
b. Teori Kebenaran
Pragmatik
Teori kebenaran pragmatik akan lebih mudah difahami bila digunakan
pernyataan Pierce berikut ini “Tidak ada beda makna dari sesuatu yang lebih
daripada kemungkinan perbedaan praktik”. Itu bertentangan dengan pendapat
Descartes yang rasionalis subyektif yang menyatakan bahwa sesuatu substansi
itujelas karena subyek dapat melihat jelas tanpa harus obyek itu benar-benar
jelas, adalah tuntutan para realist.
c. Pragmatisme
Sebagai Filsafat
Filsafat pragmatisme merupakan suatu metoda memfilosofikan makna teori.
Selalu saja ada perbedaan dalam memberi makna pragmatisme antara Pierce, James,
dan Dewey. Tetapi James mengakui Pierce sebagai penemu pragmatisme.
d. Instrumentalisme
Dalam sosiologi kaum instrumentalist mendudukkan hukum bukan sebagai
sesuatu yang normatif, melainkan sebagai instrumen untuk mencapai sesuatu,
mirip dengan Dewey, ends menjadi means pada tahap berikutnya.
George Berkeley adalah instrumentalist dalam hukum mekanika. Berkeley
mengkritik konsep : daya tarik, daya kohesi, dan daya campur sebagai konsep
yang menyesatkan, dan Berkeley menggantinya dengan hukum sesuatu benda akan
bergerak dengan cara dan dalam kondisi tertentu.
e. Praxis dalam
Komparasi
Muara pragmatisme adalah Praxis, Filsofik dapat dibandingkan tiga konsep :
pertama, teori terapan, kedua, rekayasa dan tekhnologi, dan ketiga, praxis.
1) Teori Terapan
2) Rekayasa dan teknologi
3) Paxis
2. Pragmatisme Era
Kedua
Pragmatisme era kedua juga disebut pragmatisme metaethik. Para profesional
seperti dokter, hakim dan lainnya memerlukan acuan etika profesional untuk
membuat keputusan bertindak. Tuntutan ini dirasakan perlunya sejak tahun
1970an.
a. Pragmatisme
Richard Rorty
Rorty mendapat pengaruh Thomas Kuhn dalam pendekatan sosial politik. Quine
mendapat pengaruh Kuhn untuk mengembangkan natural science, sedangkan Rorty
mendapat pengaruh Kuhn untuk mengembangkan social sciences. Pragmatisme Rorty
tidak melandaskan pada pragmatisme positivistik yang Platonik, melainkan
melandaskan pada Hegelian.
b. Applied Ethics
Applied ethics merupakan aplikasi teori moral untuk membuat keputusan moral
tentang tindakan praktis tertentu yang menyangkut kebijakan profesional dan
membuat keputusan teknologik.
c. Etika Pragmatik
Tentang etika bagi tekhnologi, baik dalam makna etika rekayasa tekhnologi
maupun rekayasa sosial, serta etika pengembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi,
dan eksperimentasi.
[1]
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra,(
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset), hlm.190-191
[2] http://blog.sunan-ampel.ac.id/warsiman/2010/05/18/aliran-filsafat-pragmatisme-sebuah-gagasan-ideal-sistem-pendidikan-di-indonesia/,
Rabu, 28/11/2012, Pukul, 16.20.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !