BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran
Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang perlu
dikuasai oleh guru SD. Guru harus selalu berusaha dengan berbagai cara agar
semua murid merasa mendapat perhatian dari guru secara terus-menerus. Agar
mampumelakukan hal ini, guru harus menguasai berbagai teknik.Menghadapi dua
kelasatau lebih pada saat yang bersamaan dan kemudian mampu meyakinkan
muridbahwa guru selalu berada bersama mereka, bukan pekerjaan yang mudah. Guru
harus mampu melakukan tindakan instruksional dan tindakan pengelolaan yang
tepat.Tindakan instruksional adalah tindakan yang langsung berkaitan
denganpenyampaian isi kurikulum, seperti menjelaskan, memberi tugas, atau
mengajukanpertanyaan.Tindakan pengelolaan adalah tindakan yang berkaitan
denganpenciptaan dan pengembalian kondisi kelas yang optimal.Misalnya,
menunjukkansikap tanggap dan peka, mengatur tempat duduk, memberi petunjuk yang
jelas atau menegur murid. Oleh karena itu dalam pembelajaran PKR telah ada
prinsip-prinsip dasar PKR untuk dijadikan patokan sebagai seorang guru dan
didukung dengan adanya pola dasar serta aneka model-model pembelajaran dalam
PKR yang akan memudahkan pelaksanaan PKR. Sebagai calon guru SD marilah kita
memanfaatkan dan mengembangkan kemampuan dalam mendidik agar tercapai tujuan
dari pendidikan nasional.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah prinsi-prinsip dasar PKR?
2.
Bagaimanakah pola dasar PKR?
3.
Apa sajakah aneka model pembelajaran PKR?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui prisip-prinsip dasar PKR
2.
Mengetahui pola dasar PKR
3.
Mengetahui aneka model pembelajaran PKR
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Prinsip-Prinsip yang Mendasari PKR
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang perlu dikuasai oleh guru SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR
mengikuti prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, seperti bentuk-bentuk
pembelajaran yang lain. Pembelajaran mengandung makna yang berbeda dari
kegiatan belajarmengajar. Pada kegiatan belajar-mengajar,
mengandung makna ada guru yang memungkinkan terjadinya
belajar.Sedangkan pada pembelajaran, kegiatan belajardapat terjadi dengan atau
tanpa guru.Artinya, murid dapat belajar dalam berbagaisituasi tanpa tergantung
pada guru.Misalnya, murid dapat belajar dari buku,berdiskusi dengan teman atau
mengamati sesuatu.Tetapi perlu diingat bahwa dalampembelajaran peran guru
sangat penting, misalnya pada awal, saat kegiatan, atauakhir kegiatan.
Yang dimaksud dengan prinsip dalam PKR adalah ketentuan – ketentuan umum
yang khusus memandu dan mengarahkan pikiran dan perilaku guru dalam menyikapi
dan mengelola pembelajaran.PKR seperti pembelajaran pada umum memiliki prinsip
umum baik yang bersifat psikologis- pedagogis maupun didaktik-metodik.
Yang bersifat psikologis-pedagogis adalah yang berkenaan dengan perubahan
perilaku siswa, sedang yang bersifat didaktik-metodik adalah yang berkenaan
dengan strategi atau prosedur pembelajaran . beberapa prinsip umum
psikologis-pedagogis antara lain ;
a.
Perbedaan individual anak dalam
perkembangan kognitif, sikap, dan perilaku menuntut perlakuan pembelajaran yang
cocok dengan tingkatannya. Misal, perlakuan terhadap siswa kelas I tentu harus
berbeda dengan perlakuan terhadap siswa kelas V. Pada tingkat usia kelas I
proses berfikir kongkrit lebih dominan, sedangkan siswa kelas V sudah mulai
dapat berfikir abstrak ( Piaget dalam Bell-Gredler : 1986)
b.
Motivasi sangat diperlukan dalam
belajar baik yang datang dari diri siswa atau “motivasi instrinsik” maupun yang
datang dari luar diri siswa atau motivasi instrumental. Oleh karena itu pembelajaran harus diawali dengan
menumbuhkan motivasi siswa agar erasa butuh dan mau belajar. Bila sudah tumbuh
, motivasi tersebut perlu dipelihara dan malah ditingkatkan melalui berbagai
bentuk penguatan atau” reinforcement “ ( Skinner dalam Turney : 1977)
c.
Belajar sebagai proses akademis dalam
diri individu untuk membangun pengetahuan, sikap dan ketrampilan melalui
transformasi pengalaman. Proses tersebut dapat dipandang sebagai suatu siklus
proses pengalaman kongkrit ( concrete experience ), pengamatan mendalam (
reflective observation ), pemikiran abstrak ( abstract conceptualization ) dan
percobaan atau penerapan secara aktif ( active experimentation ) ( Kolb : 1986
)
d.
Belajar dari teman seusia atau “peer
group “ terutama mengenai sikap dan ketrampilan sosial dapat berhasil dengan
baik melalui interaksi sosial yang sengaja dirancang.
e.
Pencapaian dampak instructional atau
“instructional effects” dan dampak pengiring atau “nurturant effect” menuntut
lingkungan dan suasana belajar yang dirancang dengan baik oleh guru dan
terciptanya suasana belajar secara kontekstual.
Implementasi
dari prinsip umum psikologis-pedagogis terhadap pembelajaran adalah munculnya
prinsip didaktik-metodik sebagai berikut :
a.
Penganekaragaman pembelajaran agar
dapat melayani perbedaan individual siswa
b.
Pemanfaatan berbagai media dan sumber
belajar agar dapat membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa.
c.
Penerapan aneka pendekatan, metode,
dan teknik pemeblajaran yang berpotensi mengaktifkan siswa dalam keseluruhan
siklus proses belajar.
d.
Penekanan pada pencapaian dampak
instruksional dan dampak pengiring.
Di samping memiliki prinsip umum diatas, PKR memiliki prinsip khusus
seperti berikut (Djalil dan Wardani :1997, Rake Joni : 1998)
a.
Keserempakan kegiatan
belajar-mengajar
b.
Kadar tinggi waktu keaktifan akademik
c.
Kontak psikologis guru-murid yang
berkelanjutan
d.
Pemanfaatan sumber belajar yang
efisien
e.
Belajar dari teman sebaya
f.
Penekanan pada pencapaian dampak
instruksional dan pengiring
Secara singkat keenam prinsip khusus tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Keserempakan Kegiatan Pembelajaran
Dalam PKR guru menghadapi dua kelas atau lebih pada waktu
yangbersamaan.Oleh karena itu, prinsip utama PKR adalah kegiatan belajar
mengajarterjadi secara bersamaan atau serempak.Kegiatan yang terjadi secara
serempak ituharus bermakna, artinya kegiatan tersebut mempunyai tujuan yang
sesuai dengantuntutan kurikulum atau kebutuhan murid dan dikelola dengan benar.
Dengandemikian, jika ada kegiatan yang dikerjakan murid hanya untuk mengisi
kekosongansaja , maka bukan PKR yang diharapkan.
2. Kadar Waktu Keaktifan Akademik (WKA) tinggi.
Selama PKR berlangsung, murid aktif menghayati pengalaman belajar yang
bermakna.PKR tidak memberi toleransi pada banyaknya WKA yang hilang karena guru
tidak terampil mengelola kelas.Misalnya, waktu tunggu yang lama,pembentukan
kelompok yang lamban, atau pindah kelas yang memakan waktu.Makin banyak waktu
yang terbuang, maka makin rendah kadar WKA.Namun perlu Anda ingat, bahwa WKA
tinggi tidak selalu berkadar tinggi.Kualitaspengalaman belajar yang dihayati
murid sangat menentukan WKA. Kualitas danlamanya kegiatan berlangsung
menentukan tinggi rendahnya kadar WKA.
3. Kontak Psikologis guru dan murid yang berkelanjutan
Dalam PKR, guru harus selalu berusaha dengan berbagai cara agar semua murid merasa mendapat
perhatian dari guru secara terus-menerus. Agar mampumelakukan hal ini, guru
harus menguasai berbagai teknik.Menghadapi dua kelasatau lebih pada saat yang
bersamaan dan kemudian mampu meyakinkan muridbahwa guru selalu berada bersama
mereka, bukan pekerjaan yang mudah. Guru harus mampu melakukan tindakan
instruksional dan tindakan pengelolaan yang tepat.Tindakan instruksional adalah
tindakan yang langsung berkaitan denganpenyampaian isi kurikulum, seperti
menjelaskan, memberi tugas, atau mengajukanpertanyaan.Tindakan pengelolaan
adalah tindakan yang berkaitan denganpenciptaan dan pengembalian kondisi kelas
yang optimal.Misalnya, menunjukkansikap tanggap dan peka, mengatur tempat
duduk, memberi petunjuk yang jelas atau menegur murid.
4. Pemanfaatan Sumber Secara Efisien
Sumber dapat berupa peralatan/sarana, orang dan waktu.Agar terjadiWKA
yang tinggi, semua jenis sumber harus dimanfaatkan secara efisien.Lingkungan,
barang bekas, dan segala peralatan yang ada di sekolah dapatdimanfaatkan oleh
guru PKR.Demikian dengan orang dan waktu.Murid yangpandai dapat dimanfaatkan
sebagai tutor. Waktu harus dikelola dengan cermat
sehingga
menghasilkan WKA yang berkadar tinggi.Disamping keempat prinsip yang telah
disebutkan, masih ada satu prinsiplagi yang perlu dikuasai guru PKR, yaitu
membiasakan murid untuk mandiri.Apabila guru mampu menerapkan keempat prinsip
di atas, maka murid akan terbiasa
mandiri.
Kemampuan murid untuk belajar mandiri akan memungkinkan guru PKRmengelola
pembelajaran secara lebih baik sehingga kadar WKA menjadi semakintinggi.
2.
Pola Dasar PKR
Dilihat
dari pengorganisasian mata pelajaran, kelas atau rombongan belajar dan ruangan
terdapat beberapa pola dasar PPKR sebagai berikut.
Model PKR 211 : dua kelas ,satu mata pelajaran ,satu
ruangan
Model PKR 221 : dua kelas ,dua mata pelajaran ,satu
ruangan
Model PKR 311 : tiga kelas , satu mata pelajaran
,satu ruangan
Model PKR 321 : tiga kelas , dua mata pelajaran
,satu ruangan
Model PKR 322 : tiga kelas , dua mata pelajaran ,dua
ruangan
Model PKR 333 : tiga kelas , tiga mata pelajaran
,tiga ruangan
Model PKR 222 : dua kelas , dua mata pelajaran ,dua
ruangan
Model PKR 111 : satu kelas, satu mata pelajaran dengan dua atau tiga topik berjenjang, satu
ruangan
Sebagai contoh
singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
Model PKR 211 : kelas I dan II belajar menyanyi
dalam satu ruangan
Model PKR 221 : kelas III belajar IPA, dan kelas IV
belajar IPS dalam satu ruangan
Model PKR 222 : kelas III belajar IPA di ruangan 1
dan kelas IV belajar IPS di ruangan 2 yang terhubung dengan ruang 1.
Model PKR 311 : kelas IV, V, dan VI belajar menyanyi
dalam satu ruangan.
Model PKR 321 : kelas I da II belajar menulis, dan
kelas III belajar matematika dalam satu ruangan
Model PKR 322 : kelas III dan IV belajar IPS di
ruangan I dan kelas V belajar IPA di ruangan 2 yang terhubung ke ruangan 1
Model PKR 333 : kelas III belajar IPA, kelas IV
belajar IPS, dan kelas V belajar matematika di tiga ruangan yang satu sama lain
terhubung dengan pintu.
Dilihat dari sudut pengelolaan kelas
khususya dalam penanganan disiplin siswa, model PKR 211, 221, 311, dan 321,
jauh lebih terkendali dari pada model PPKR 222, 322, dan 333. Dapat kita pahami
bahwa mengelola satu ruangan lebih terkonsentrasi daripada lebih dari satu
ruangan. Malah sangat dianjurkan untuk lebih banyak menggunakan model 211, 221,
311, dan 321 bila jumlah gabungan siswa kedua atau ketiga kelas itu paling
banyak 30 orang. Bila lebih dari 30 orang dianjurkan menggunakan model PKR 222,
322, ataua 333.
Khusus untuk model
PPKR 111 yakni satu kelas belajar satu mata pelajaran dengan beberapa topic
yang berbeda dalam satu runagan merupakan model PKR “ neka aras” atau
“multi-level teaching”. Model ini memerlukan pengorganisasian siswa dengan
menerapkan prinsip perbedaan individual dan “ belajar tuntas”. Model inin akan
berjalan dengan baik bila didukung oleh sumber belajar yang
diindividualisasikan dan bersifat modular misalnya menggunakan “modul”atau
“kit” seperti di SD Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada tahun
1980-an dan di SD Kecil di daerah terpencil (Kalimantan).
Di dalam menerapkan pola dasar PPKR
selain model PPKR III, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti
berikut.
a.
Kelas yang
dapat dirangkap dalam satu ruangan adalah kelas I, II,III atau kelas IV, V , VI
atau kelas I, II atau III, IV. Kelas I,II sebaiknya tidak dirangkap dalam satu
ruangan dengan kelas IV,V,VI karena alasan perbedaan usia dan perbedaan lama
belajar. Satu jam pelajaran kelas I dan II adalah 30’ sedangkan kelas III,
IV,V, dan VI 40’. Bila terpaksa misalnya di SD itu hanya ada seorang Guru dan
hanya satu ruangan seperti terdapat di daerah terpencil, dalam ruangan itu
dibuat dua bagian dengan memkaia partsi/penyekat tidak permanen setinggi bahan
guru.
b.
Mata pelajaran
yang menekankan pada ketrampilan melafalkan atau bersuara seperti membaca,
menyanyi atau bergerak seperti praktek olah raga tidak boleh dirangkap dengan
mata pelajaran yang menekankan pada proes kognitif seperti matematika, IPA,
IPS, PPKN, bahasa Indonesia. Alasannya adalah dalam pembelajaran aspek kognitif
siswa memrlukan konsentrasi dalam berfikir yang apabila dirangkap dengan
pembelajran ketrampilan gerak atau verbal satu sama lain akan merasa saling
terganggu.
c.
Perangkapan
kelas dalam runangan lebih dari tiga tidak dianjurkan karena sukar untuk
dikelola antara lain guru akan sangat repot mengesak dari kelas ke kelas. Waktu
tunggu setiap kelas akan sangat banyak sehingga waktu keaktifan akademik akan
sangat terbatas karena waktu siswa ”off-task” bisa jadi lebih banyak dari pada
waktu siswa “on-task”. Karena itu jumlah ruangan yang sebaiknya dipakai dalam
suatu perangkapan kelas paling banyak tiga ruangan dan yang paling ideal adalah
1-2 ruangan.
Aneka model pembelajaran
Sesuai dengan
prinsip khusus PKR seperti dibahas pada bagian A bab ini, pelaksanaan PKR
memerlukan penerapan berbagai model pembelajaran yang berpotensi mengaktifkan
siswa. Mengennai model tersebut, winaputra (1997) mengadaptasi beberapa model
yang tercakup dalam dua kelompok yakni :
1.
Model
proses belajar arahan sendiri
2.
Model
proses belajar melalui kerja sama yang meliputi:
a.
Model olah
piker sejoli (MOPS)
b.
Model olah
piker berebut (MOPB)
c.
Model
konsultasi intra kelompok (MKIK)
d.
Model
tutorial teman sebaya (MTTS)
e.
Model
tutorial lintas kelas (MTLS)
f.
Model
diskusi meja bundar (MDMB)
g.
Model
tugas, diskusi dan resitasi (MTDR)
h.
Model
aktivitas tugas terbuka/tertutup (MATT)
Untuk
masing-masing model akan disajikan urutan langkah dan saran penggunanya dalam
rangka PKR.
Perlu didingat
bahwa selain model-model tersebut masih dapat ditelusuri model-model lainnya
dalam berbagai sumber kepustakaan.
3.
Aneka Model Pembelajaran
1. Proses belajar arahan sendiri (PBAS)
Deskripsi
: model PBAS merupakan suatu kerangka kegiatan belajar atas prakarsa siswa atau
secara mandiri dengan mendapat bimbingan seperlunya dari guru. Dalam model ini
guru berperan sebagai pemberi kemudahan belajar atau facilitator of
learning.Misalnya, menyediakan sumber belajar, memberi petunjuk, memberi
dorongan, mengecek kemajuan belajar, memberi balikan dan mengecek hasil belajar
siswa.
Langkah-langkah
:
Model
PBAS memiliki langkah-langkah :
Kegiatan guru
|
Kegiatan siswa
|
1. Menyediakan sumber belajar
2. Memberikan penugasan belajar (1)
3. Mengecek kemajuan belajar (2)
4. Memberikan penugasan belajar lanjut (2)
5. Mengecek kemajuan belajar
6. Mengevaluasi hasil belajar siswa
|
1. Penyeleksian
-
Menemukan
informasikan esensi / inti
-
Membuat
catatan tentang butir-butir yang penting
-
Mengeksplorasi
ide pokok
2. Pemahaman :
-
Melihat
bahan lebih awal
-
Menggunakan
isyarat kontekstual
-
Mencari
sumber bahan
3. Penguatan ingatan
-
Mengkaji
ulang bahan
-
Mengingat
butir penting
-
Mengetes
sendiri
-
Meranacng
cara belajar sendiri
4. Penjabaran lanjutan
-
Bertanya
pada diri sendiri
-
Membentuk
citra sendiri
-
Menarik
analogi dan metapora
5. Pengintegrasian
-
Mengungkapkan
sendiri
-
Membuat
ilustrasi atau diagram
-
Menggunakan
banyak sumber
-
Mengaitkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki
-
Menjawab
permasalahan sendiri
6. Pengecekan
-
Mengecek
apa yang telah dikuasai
-
Menyadari
kekuatan dan kelemahan diri sendiri
|
Proses
belajar melalui kerja sama ( PBMKS ) terdiri atas model-model sebagai berikut :
2. Model olah piker sejoli (MOPS)
Deskripsi
Model
olah piker sejoli atau MOPS merupakan kerangka kegiatan belajar secara
berpasangan. Setiap pasangan siswa ditugasi untuk melakukan suatu kegiatan
secara bersama-sama di bawah control guru.
Langkah-langkah
Tahap
1: siswa menyimak pertanyaan atau tugas yang diajukan guru
Tahap
2 : semua murid diberi kesempatan untuk memikirkan jawaban atau pertanyaan atau
tugas tersebut
Tahap
3: guru memberi isyarat agar siswa secara berpasangan dengan siswa lain yang
duduk disampingnya untuk mendiskusikan jawaban atau mengerjakan tugas yang
telah dipikirkan sendiri. Setiap pasangan diminta untuk merumuskan jawaban yang
disepakati berdua.
Tahap
4 : masing-masing pasangan diminta untuk menyampaikan pendapatnya dalam diskusi
kelas yang dibimbing guru.
Waktu
untuk mengerjakan setiap tahap diatur oleh guru sesuai dengan keadaan.
3. Model olah piker berebut (MOPB)
Deskripsi
Model
olah piker berebut atau MOPB merupakan kerangka kegiatan belajar yang
menekankan pada proses berfikir menyebar atau divergent thinking “ secara
dialogis.
Langkah-langkah
:
Tahap
1 : guru mengajukan pertanyaan yang meminta banyak jawaban
Tahap
2 ; siswa secara perorangan berpikir dan selanjutnya memberi jawaban secara
lisan.
3. Model
Konsultasi Intra Kelompok (MKIK)
Deskripsi
Model Konsultasi
Intra Kelompok atau MKIK merupakan kerangka kegiatan belajar kelompok dalam
menekankan masalah dengan menggunakan sumber belajar yang tersedia.
Model KIK memiliki
langkah-lngkah sebagai berikut:
Tahap 1 : Siswa
diminta menyiapkan alat tulis. Semua
pena di simpan di tengah meja kelompok.
Tahap 2 : Seorang
siswa pada setiap kelompok diminta membacakan pertanyaan pertama dari beberapa
pertanyaan yang telah disiapkan guru.
Tahap 3 : Semua
siswa mencari jawaban dari buku yang tersedia atau dari hasil diskusi kelompok.
Tahap 4 : Siswa
yang duduk sebelah kiri pembaca pertanyaan pada setiap kelompok, ditugaskan
untuk mengecek apakah setiap murid dalam kelompok mengerti maksud pertanyaan
dan menyepakati jawabannya,
Tahap 5 : Bila
telah dicapai kesepakatan mengenai jawaban atas pertanyaan itu, semua murid
mengambil pena masing-masing dan menuliskan jawaban dengan kata-kata sendiri
pada buku catatan masing-masing.
Tahap 6 :
Selanjutnya dengan mengikuti urutan langkah 1 sampai 5 meneruskan kegiatan
untuk pertanyaan ke-2 dan seterusnya sampai setiap murid dalam kelompok
mendapat giliran membacakan pertanyaan dan mengecek jawaban kelompok.
4. Model Turotial
Teman Sebaya (MTTS)
Deskripsi
Model Turotial
Teman Sebaya ( MTTS) merupakan kerangka kegiatan belajar dengan memanfaatkan
teman sekelasnya yang memiliki kemampuan lebih untuk membantu temannya dalam
melakukan sesuatu kegiatan atau memahami suatu konsep.
Langkah-langkah:
Model TTS memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1 : Pilihlah
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Tahap 2 : Berikan
tugas khusus untuk membantu temannya dalam bidang tertentu.
Tahap 3 : Guru
selalu memantau proses saling membantu tersebut.
Tahap 4 : Berikan
penguatan kepada kedua belah pihak agar baik anak yang membantu maupun yang
dibantu merasa senang.
Model Tutorial
Lintas Kelas (MTLK)
Deskripsi
Model Tutorial
lintas Kelas atau MTKL merupakan kerangka kegiatan belajar siswa dengan memanfaatkan
siswa lain kelas yang lebih tinggi untuk membantu siswa kelasnya dengan
memahami atau mengerjakan sesuatu.
Langkah-langkah
Metode Tutorial
Lintas Kelas memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Pilih
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata di kelas di atasnya.
2.
Berikan
tugas khusus untuk membantu siswa adik kelasnya.
3.
Guru
selalu memantau proses saling membantu tersebut.
4.
Berikan
penguatan kepada kedua belah pihak agar baik siswa yang membantu maupun yang di
bantu agar mereka merasa senang.
Model Diskusi Meja
Bundar (MDMB)
Deskripsi
Model Diskusi Meja
Bundar atau MDMB merupakan kerangka kegiatan belajar siswa yang bersifat
mengundang pendapat siswa secara tertulis dalam suasana terstruktur.
Langkah-langkah
Model DMB memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1 : siswa
dibagi dalam kelompok kecil berjumlah 3-4 orang.
Tahap 2 : guru
mengajukan pertanyaan secara tertulis atau lisan yang menuntut banyak jawaban.
Tahap 3 : selembar
kertas diedarkan dalam setiap kelompok. Secara bergilir setiap murid dalam
kelompok itu, menuliskan jawaban terhadap pertanyaan menurut pendapatnya
sendiri.
Model Tugas
Diskusi-Resitasi (MTDR)
Deskripsi
Model Tugas
Belajar dan Resitasi atau MTDR merupakan kerangka kegiatan belajar siswa dalam
rangkaian kegiatan melaksanakan tugas, mendiskusikan tugas, dan melaporkan
hasil pengerjaan tugas tersebut.
Langkah-langkah
Model TDR memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1 :
pemberian tugas dari guru
Tahap 2 :
pelaksanaan diskusi kelompok siswa
Tahap 3 :
pelaporan hasil diskusi siswa
Metode Aktivitas
Tugas Tertutup (MATTU) dan Aktivitas Tugas Terbuka (MATTA)
Deskripsi
Kedua model
tersebut (MATTU dan MATTA) merupakan kerangka kegiatan belajar melalui
pemberian tugas kepada siswa secara terarah pada satu jawaban atau banyak
jawaban.
Langkah-langkah
Model ATTU dan
ATTA merupakan model pemberian tugas.Tidak memiliki langkah khusus, karena itu
berlaku prosedur pemberian tugas biasa.Yang khas dalam kedua model ini ialah
dalam sifat isi tugasnya.Tugas tertutup berbentuk tugas yang hanya memerlukan
satu jawaban yang benar.Sedangkan tugas terbuka berbentuk tugas yang menuntut
hasil yang beraneka ragam misalnya tugas membuat karangan.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !